Tuna daksa dan layanan pendidikannya
2.1 Pengertian Anak Tunadaksa
Secara etiologis, gambaran seseorang yang diidentifikasi mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemapuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan. Secara definitif, pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal … akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus (Suroyo&Kneedler dalam Efendi, 2006).
Menyimak keadaan fisik yang tampak pada anak tunadaksa ortopedi dan tunadaksa saraf tidak terdapat perbedaaan yang mencolok, sebab secara fisik kedua jenis anak tunadaksa memiliki kesamaan, terutama pada fungsionalisasi anggota tubuh namun, apabila dicermati secara seksama untuk memanfaatkan fungsi tubuhnya akan tampak perbedaan. Konsidi ketunadaksaan dikaitkan dengan masalah sosial ekonomi dapat dikelompokkan:
Secara etiologis, gambaran seseorang yang diidentifikasi mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemapuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan. Secara definitif, pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal … akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus (Suroyo&Kneedler dalam Efendi, 2006).
Menyimak keadaan fisik yang tampak pada anak tunadaksa ortopedi dan tunadaksa saraf tidak terdapat perbedaaan yang mencolok, sebab secara fisik kedua jenis anak tunadaksa memiliki kesamaan, terutama pada fungsionalisasi anggota tubuh namun, apabila dicermati secara seksama untuk memanfaatkan fungsi tubuhnya akan tampak perbedaan. Konsidi ketunadaksaan dikaitkan dengan masalah sosial ekonomi dapat dikelompokkan:
- Penderita tunadaksa yang hanya memerlukan pertolongan dalam menempatkan pada pekerjaan yang cocok.
- Penderita tunadaksa karena kelainannya sehingga memerlukan latihan kerja (vocational training) untuk dapat ditempatkan dalam jabatan-jabatan biasa (open employment)
- Penderita tunadaksa setelah diberi pertolongan rehabilitasi dan latihan-latihan dapat dipekerjaan dengan perlindungan khusus (sheltered employment).
- Penderita tunadaksa yang sedemikian beratnya sehingga memerlukan perawatan secara terus menerus dan tidak mungkin dapat produktif.
2.2 Klasifikasi Anak Tunadaksa
Secara umum, karakteristik kelainan anaak yang dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi:
- Tunadaksa Ortopedi (orthopedically handicapped)
Penggolongan anak tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot dan rangka adalah sebagai berikut :
- a. Poliomyelitis
Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak, kelumpuhan anak polio dibedakan menjadi :
- Tipe spinal yaitu kelumpuhan pada otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
- Tipe bulbair yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi dengan ditandai adanya gangguan pernafasan
- Tipe bulbispinalis yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbair
- Encephalitis yang biasa disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.
- b. Muscle dystrophy
- c. Spina bifida
- Tunadaksa Saraf (neurologically handicapped)
Dalam banyak kasus, luka atau gangguan yang terjadi pada otak atau bagian-bagiannya baik yang didapat sebelum, selama, maupun sesudah kelahiran dapat menyebabkan gangguan pada mental, kekacauan bahasa (aphasia), ketidakmampuan membaca (disleksia), ketidakmampuan menulis (agrafia), ketidakmampuan memahami kata-kata (word deafness), ketidakmampuan berbicara (speech defect), ketidakmampuan berhitung (akalkuli), dan berbagai bentuk gangguan gerak lainnya.
Salah satu bentuk kelainan yang terjadi pada fungsi otak dapat dilihat pada anak cerebral palsy. Cerebral palsy berasal dari kata cerebral yang artinya otak, dan palsy yang mempunyai arti ketidakmampuan atau gangguan motorik (Kirk dalam Efendi, 2006). The United Cerebral palsy Association dalam Efendi (2006:118) mendefinisikan cerebral palsy menyangkut gambaran klinis yang diakibatkan oleh luka pada otak, terutama pada komponen yang menjadi penghalang dalam gerak sehingga keadaan anak yang dikategorikan cerebral palsy dapat digambarkan sebagai kondisi semenjak anak-anak dengan kondisi nyata seperti lumpuh, lemah, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak yang disebabkan oleh patologi pusat kontrol gerak di otak.
Cerebral palsy ditandai oleh adanya kelainan gerak, sikap atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi, kadang-kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecatatan pada masa perkembangan otak. Dalam Wardani (2008: 7.4) cerebral palsy menurut derajat kecacatannya diklasifikasikan menjadi :
- Ringan
- Sedang
- Berat
Menurut Hallahan & Kaufman dalam Efendi (2006:119) dilihat dari manifestasi yang tampak pada aktivitas motorik, anak cerebral palsy dapat dikelompokkan menjadi:
- a. Spasticity
Ketika kondisi otot kejang keseimbangan akan hilang, gerakan yang muncul menjadi tidak harmonis, tidak terkontrol, dan kontraksi otot tidak teratur sehingga gerakan yang tampak seperti suatu hentakan. Beberapa kelompok otot yang dapat dipengaruhi oleh kelumpuhan jenis ini antara lain:
- Monoplegia
- Hemiplegia
- Triplegia
- Paraplegia
- Quadriplegia
- b. Athetosis
Anak yang menderita athetosis tampak susah payah untuk berjalan, menggeliat-geliat, dan terhuyung-huyung. Gerakannya tidak berirama dan tidak mengikuti urutan yang wajar sehingga perilakunya sering tidak terkontrol. Meskipun penderita athetosis mampu meletakkan tangan pada mulutnya, namun ketika melakukan gerakan ini tampak berbagai bentuk gerakan yang tidak terkontrol dan ekstrem.
Dalam kondisi tidur, penderita athetosis menggerakkan badannya seperti menggeliat tidak tampak, namun gerakan ini akan muncul pada saat penderita dalam keadaan sadar. Gerakan abnormal penderita athetosis kian menghebat apabila disertai emosi yang tinggi pada dirinya. Karakteristik dari penderita ini mengalami problem pada sejumlah besar tangan, bibir, lidah, serta sejumlah kecil kaki.
- c. Ataxia
- d. Tremor dan Regidity
Tremor pada penderita cerebral palsy dapat diketahui manakala terjadi perubahan fibrasi tubuh secara alami tidak beraturan. Hal ini terjadi akibat gangguan keseimbangan antara kelompok otot yang bekerja berlawanan. Regidity merupakan interferensi terhadap postural tone yang disebabkan oleh resistensi otot-otot agonis dan antagonis. Tremor dan regidity gerakannya terbatas dan menurut irama tertentu serta agak lambat.
- Tipe Campuran
2.3 Etiologi Anak tunadaksa
Kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat:
- Sebelum anak lahir (prenatal)
- Anoxia prenatal, hal ini disebabkan pemisahan bayi dari placenta, penyakit anemia, kondisi jantung yang gawat, shock, percobaan abortus (penguguran kandungan).
- Gangguan metabolisme pada ibu
- Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
- Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat.
- Faktor rhesus.
- Saat lahir (neonatal)
- Kesulitan persalinan karena letak bayi sungsang atau pinggung ibu terlalu kecil.
- Pendarahan pada otak pada saat kelahiran.
- Kelahiran prematur.
- Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
- Gangguan pada placenta yang dapat mengurangi oksigen sehingga mengakibatkan terjadinya anoxia.
- Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
- Setelah anak lahir (posnatal)
- Faktor penyakit seperti meningitis (radang selaput otak), encephalitis (radang otak), influenza, diphteria, dan partusis.
- Faktor kecelakaan, misalnya kecelakaan lalu lintas, terkena benturan benda keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi tubuhnya khususnya bagian kepala yang melindungi otak.
- Pertumbuhan tubuh atau tulang yang tidak sempurna.
2.4 Dampak Ketunadaksaan
Tidak dapat dipungkiri bahwa fungsi motorik dalam kehidupan manusia sangat penting, terutama jika seseorang itu ingin mengadakan kontak dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam sekitarnya. Maka peranan motorik sebagai sarana yang dapat mengantarkan seseorang untuk melakukan aktifitas mempunyai posisi yang dapat mengantarkan seseorang untuk melakukan aktifitas mempunyai posisi yang sangat strategis, disamping kesertaan indra yang lain. Oleh karena itu, dengan terganggunya fungsi motorik sebagai akibat dari penyakit, kecelakaan atau bawaan sejak lahir, akan berpengaruh terhadap keharmonisan indra yang lain dan pada gilirannya akan berpengaruh pada fungsi bawaannya.
Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari lingkungan. Disamping itu terdapat beberapa problema penyerta bagi anak tunadaksa antara lain:
- Gangguan Penglihatan Anak Tunadaksa
- Gangguan Pendengaran Anak Tunadaksa
Kelainan bicara yang dialami anak cerebral palsy antara lain dysarthria (gangguan bicara pada bagian artikulasinya akibat lemahnya pengontrolan gerak), delayed speech (gangguan bicara karena keterbelakangan mental dan disfungsinya otak), voice disorder (gangguan pita suara), stuttering (gagap), serta aphasia (gangguan bahasa verbal).
- Gangguan Presepsi Anak Tunadaksa
- Sikap lingkungan masyarakat terhadap ketunadaksaan yang diderita anak.
- Sikap lingkungan keluarga terhadap ketunadaksaan yang diderita anaknya.
- Reaksi penderita sendiri terhadap sikap lingkungan dan terhadap kecacatannya. Dapat disimpulkan bahwa masalah untuk anak tunadaksa bukan saja karena kondisi fisiknya yang berkelainan, melainkan masalah sosial dan psikologis pun harus turut diperhatikan.
2.5 Karakteristik Anak Tunadaksa
- Karakteristik Kognitif
- Kematangan, kematangan merupakan perkembangan susunan saraf misalnya mendengar yang diakibatkan kematangan susunan sarat tersebut.
- Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organism dengan lingkungan dan dunianya.
- Transmisi sosial, yaitu pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial.
- Ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak.
Tunadaksa di bagi menjadi dua yaitu tunadaksa ortopedi dan tunadaksa saraf, meski keduanya termasuk dalam tunadaksa yang memiliki gejala kesulitan yang sama, namun jika ditelaah lebih lanjut terdapat perbedaan yang mendasar. Dari segi kognitif misalnya, wujud konkretnya dapat dilihat dari angka indeks kecerdasan (IQ). Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan perkembangan kognitif. Khususnya anak cerebral palsy, selain mengalami kesulitan dalam belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, mereka pun seringkali mengalami kesulitan dalam komunikasi, presepsi, maupun control geraknya, bahkan beberapa penelitian sebagian besar diketahui terbelakang mental (tunagrahita).
- Karakteristik Intelegensi Tunadaksa
- IQ tunadaksa berkisar antara 35-138.
- Rata-rata mereka adalah IQ 57.
- Klasifikasi tunadaksa yang lain yaitu:
- Anak polio mempunyai rata-rata intelegensi yang tinggi yaitu IQ 92.
- Anak yang TBC tulang rata-rata IQ 88
- Anak yang cacat konginetal rata-rata IQ 61
- Anak yang sapstik rata-rata IQ 69
- Anak cacat pada pusat syaraf rata-rata IQ 74
- Karakteristik Kepribadian Anak Tunadaksa
- Terhambatnya aktivitas normal sehingga menimbulkan perasaan frustasi
- Timbulnya kekhawatiran orang tua yang berlebihan yang justru akan menghambat terhadap perkembangan kepribadian anak karena orang tua biasanya cenderung over protective.
- Perlakuan orang sekitar yang membedakan terhadap anak tunadaksa menyebabkan anak merasa bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.
Hal lain yang menjadi problem penyesuaian anak tunadaksa adalah perasaan bahwa orang lain terlalu membesar-besarkan ketidakmampuannya. Ketiadaan kesempatan untuk berpartisipasi praktis menyebabkan anak tunadaksa sukar untuk mengadakan penyesuaian sosial yang baik. Demikian juga sikap masyarakat, secara langsung atau tidak langsung memiliki pengaruh yang besar terhadap penyesuaian anak tunadaksa. Sikap masyarakat terhadap anak kondisi ketunaan yang dialami anak tunadaksa seringkali bertentangan dengan penilaian penderita sendiri. Konfrontasi antara sikap masyarakat dengan penilaian anak sendiri terhadap ketunaan, dalam mencari penyelesaiannya terdapat kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
- Anak tunadaksa mungkin sekali menolak respons lingkungan terhadap dirinya
- Mungkin pula anak tunadaksa meninggalakan sama sekali penilaian terhadap dirinya
- Atau mungkin pula anak tunadaksa mencari jalan tengah antara kedua respons di atas.
- Hendaknya penderita menghadapi kenyataan secara objektif
- Menyadari masalah yang dihadapi di dalam interaksi sosial
- Mengusahakan mendapatkan pengobatan atau terapi semaksimal mungkin
- Mencari alat bantu atau prothese yang akan membantu meringankan hambatan yang disebabkan oleh kenetraannya
- Berusaha mendapatkan pendidikan
- Berupaya memberikan bimbingan dan penyuluhan
- Berusaha memusatkan perhatian pada kemampuan yang dimiliki
- Karakteristik Fisik
- Karakteristik Bahasa/Bicara Anak Tunadaksa
Adanya gangguan bicara pada anak cerebral palsy mengakibatkan mereka mengalami problem psikologis yang disebabkan kesulitan dalam mengungkapkan pikiran, keinginan, atau kehendaknya. Mereka biasanya menjadi mudah tersinggung, tidak memberikan perhatian yang lama terhadap sesuatu, merasa terasing dari keluarga dan temannya.
- Perkembangan Emosi Anak Tunadaksa
- Perkembangan Sosial Anak Tunadaksa
Sikap orang tua, keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak tunadaksa. Dengan demikian akan mempengaruhi respon sebagian terhadap lingkungannya. Ejekan dan gangguan anak-anak normal terhadap anak tunadaksa akan menimbulkan kepekaan efektif pada anak tunadaksa yang tidak jarang mengakibatkan timbulnya perasaan negatif pada diri mereka terhadap lingkungan sosialnya. Keadaan ini menyebabkan hambatan pergaulan sosial anak tunadaksa.
Di jaman yang sudah demikian maju seperti sekarang ini, keberhasilan seseorang sering diukur dari prestasinya dan di dalam masyarakat dikenal norma tertentu bagi prestasi individu. Keterbatasan kemampuan anak tunadaksa seringkali menyebabkan mereka menarik diri dari pergaulan masyarakat yang mempunyai prestasi yang jauh di luar jangkauannya.
Secara umum anak-anak normal menunjukkan sikap yang berbeda terhadap anak-anak tunadaksa bila dibadingkan dengan sikap merkea terhadap anak-anak normal. Demikian pula hanya sikap guru. Perbedaan perlakuan ini nampaknya berkaitan dengan refrence group yang berbeda antara anak normal dan anak tunadaksa.
2.6 Layanan Pendidikan Anak Tunadaksa dalam Seting Inklusif
Layanan pendidikan anak tunadaksa memiliki subtansi-subtansi, diantaranya mengenai tujuan pendidikan anak tunadaksa, tempat pendidikan, sistem pendidikan, dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar bagi anak tunadaksa.
- a. Tujuan Pendidikan Anak Tunadaksa
- Pengembangan Intelektual dan Akademik
- Membantu Perkembangan Fisik
- Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan Diri Anak
- Mematangkan Aspek Sosial
- Mematangkan Moral dan Spiritual
- Meningkatkan ekspresi diri
- Mempersiapkan Masa Depan Anak
- b. Sistem Pendidikan
Akibatnya, mereka memperoleh nilai hanya berdasarkan hadiah terutama dalam mata pelajaran yang berkaitan dengan kegiatan fisik (Astati, 2000). Sehubungan dengan itu Kirk (1986) mengemukakan bahwa adaptasi pendidikan anak tunadaksa apabila ditempatkan di sekolah umum adalah sebagai berikut.
- Penempatan di kelas reguler
a) Menyiapkan lingkungan belajar tambahan sehingga memungkinkan anak tunadaksa untuk bergerak sesuai dengan kebutuhannya, misalnya membangun trotoar, pintu agak besar sehingga anak dapat menggunakan kursi roda.
b) Menyiapkan program khusus untuk mengejar ketinggalan anak tunadaksa karena anak sering tidak masuk sekolah.
c) Guru harus mengadakan kontak secara intensif dengan siswanya untuk melihat masalah fisiknya secara langsung
d) Perlu mengadakan rujukan ke ahli terkait apabila timbul masalah fisik dan kesehatan yang lebih parah.
- Penempatan di ruang sumber belajar dan kelas khusus
- c. Kebutuhan Pendidikan bagi Anak Tunadaksa
- Keluasan Gerak
- Latihan Keterampilan Menolong Diri (Self Help)
- Kebutuhan Psikososial
- d. Strategi Membantu Anak Tunadaksa agar Berhasil di Sekolah
- Pengajaran Kemandirian
- Belajar Kelompok
- Team Teaching
- Terciptanya suatu rancangan pembelajaran yang efektif
- Menciptakan atau menghasilkan pemecahan masalah yang terukur
- Menumbuhkan harga diri
- Meningkatkan kemampuan komunikasi
- Meningkatkan kemampuan sosial yang lebih efektif dan efisien
- Menambah wawsan akademis yang lebih mumpuni
- 4. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
- Perencanaan Kegiatan Pembelajaran
- Membentuk tim PPI atau Tim Penilai Program Pendidikan yang diindividualisasikan (TP3I), yang mencakup guru khusus, guru reguler, diagnostician, kepala sekolah, orang tua, siswa, serta personel lain yang diperlukan.
- Menilai kekuatan dan kelemahan serta minat siswa yang dapat dilakukan dengan assessment.
- Mengembangkan tujuan-tujuan jangka panjang dan sasaran-sasaran jangka pendek.
- Merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan
- Menentukan metode dan evaluasi kemajuan
- Prinsip Pembelajaran
- Prinsip multisensori (banyak indra)
- Prinsip individualisasi
- Penataan Lingkungan Belajar
Beberapa kondisi khusus mengenai gedung itu adalah sebagai berikut.
- Macam-macam ruangan khusus, seperti ruang poliklinik/UKS untuk pemeriksaan dan perawatan kesehatan anak, ruang untuk latihan bina gerak (physiotherapy), ruang untuk bina bicara (speech therapy), ruang untuk bina diri, terapi okupasi, dan ruang bermain, serta lapangan.
- Jalan masuk menuju sekolah sebaiknya dibuat keras dan rata yang memungkinkan anak tunadaksa yang memakai alat bantu ambulasi, seperti kursi roda, tripor, brace, kruk, dan lain-lain, dapat bergerak dengan aman.
- Tangga sebaiknya disediakan jalur lantai yang dibuat miring dan landai
- Lantai bangunan baik di dalam dan di luar gedung sebaiknya dibuat dari bahan yang tidak licin.
- Pintu-pintu ruangan sebaiknya lebih lebar dari pintu biasa dan daun pintunya dibuat mengatup ke dalam.
- Untuk menghubungkan bangunan/kelas yang satu dengan yang lain sebaiknya disediakan lorong (koridor) yang lebar dan ada pegangan di tembok agar anak dapat mandiri berambulasi.
- Pada beberapa dinding lorong dapat dipasang cermin besar untuk digunakan anak mengoreksi sendiri sikap/posisi jalan yang salah.
- Kamar mandi/kecil sebaiknya dekat dengan kelas-kelas agar anak mudah dan segera dapat menjangkaunya.
- Dipasang WC duduk agar anak tidak perlu berjongkok pada waktu menggunakannya.
- Kelas sebaiknya dilengkapi dengan meja dan kursi yang konstruksinya disesuaikan dengan kondisi kecacatan anak, misalnya tinggi meja kursi dapat disetel, tanganan, dan sandaran kursi dimodifikasi, dan dipasang belt (sabuk) agar aman.
Maksud rehabilitasi disini adalah suatu upaya yang dilakuakan pada penyandang kelainan fungsi tubuh atau tunadaksa, agar memiliki kesanggupan untuk berbuat sesuatu yang berguna baik bagi dirinya maupun orang lain. Sebagaimana telah di singgung pada bagian sebelumnya bahwa kelainan pada fungsi anggota tubuh, baik yang tergolong pada tunadaksa ortopedi maupun neurologis akan berpengaruh terhadap kemampuan fisik, mental, dan sosial dalam meniti tugas perkembangannya. Oleh karena itu, tekanan rehabilitasi penderita tunadaksa hendaknya menitikberatkan kepada aspek-aspek tersebut. Jenis rehabilitasi bagi penyandang tunadaksa menurut kebutuhannya antara lain:
- 1. Rehabilitasi Medis
Fisioterapi adalah melatih otot-otot bagian badan yang mengalami kelainan, yang dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan medis. Dalam latihan ini melibatkan otot atau gerak secara aktif melalui berbagai kegiatan fisik, latihan berjalan, latihan keseimbangan, dan lain-lain. Untuk latihan fisioterapi ini sarana dan metode yang digunakan sangat bervariasi, meliputi pengunaan air (bydrotherapy), penggunaan panas sinar (thermotherapy), penggunaan listrik (electric therapy), penggunaan gerak-gerak (kinesiotherapy), atau melalui pemijatan (massage).
Activities daily living adalah latihan berbagai kegiatan sehari-hari, dengan maksud untuk melatih penderita agar mampu melakukan gerakan atau perbuatan menurut keterbatasan kemampuan fisiknya. Latihan kegiatan sehari-hari dapat dikaitkan dengan aktivitas di lingkunganrumah maupun dalam hubungannya dengan pekerjaan dan kehidupan sosialnya.
Occupational therapy adalah bentuk usaha atau aktifitas bersifat fisik dan psikis dengan tujuan membantu penderita tunadaksa agar menjadi lebih baik dan kuat dari kondisi sebelumnya melalui sejumlah tugas atau pekerjaan tertentu. Sarana yang dapat digunakan dalam kegiatan terapi tugas ini antara lain melukis, memahat, membuat kerajinan tangan, menyulam, merajut, untuk melatih kemampuan tangan.
Pemberian protease adalah pemberian perangkat tiruan untuk mengganti bagian-bagian dari tubuh yang hilang atau cacat, misalnya kaki tiruan, tangan tiruan, mata tiruan, gigi tiruan, dan sebagainya. Dilihat dari kegunaannya protease bagi penyandang tunadaksa dapat bersifat fungsional (mampu menggantikan funfsi tubuh lain) dan bersifat kosmetik (sebagai pelengkap untuk menambah kepantasan atau keindahan).
Perangkat ortopedi adalah perangkat yang berfungsi untuk menguatkan bagian-bagian tubuh yang lemah atau layu. Perangkat tersebut dapat berupa brance dan spint. Dilihat dari fungsinya perangkat ortopedi dapat dibagi menjadi:
- Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian tulang punggung dan badan
- Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian-bagian anggota gerak atas
- Perangkat yang berfungsi sebagai penguat anggota gerak bawah.
- Menguatkan dan mengembalikan fungsi
- Mencegah agar tidak menimbulkan salah bentuk
- Pembatasan gerak
- Perbaikan salah bentuk
- 2. Rehabilitasi Vokasional
- Counseling, adalah penyuluhan yang bertujuan untuk menumbuhkan keberanian atau kemauan penderita tunadaksa yang diperoleh setelah lahir, sebeb ada kalanya mereka tidak memahami jalan keluarnya setelah menderita ketunaan, untuk bangkit kembali.
- Revalidasi, merupakan upaya mempersiapkan fisik, mental, dan sosial anak tunadaksa untuk memperoleh bimbingan jabatan dan latihan kerja.
- Vocasional guide, adalah pemberian bimbingan kepada penderita tunadaksa dalam kaitannya pemilihan jabatan yang sesuai dengan kondisinya.
- Vocasional assessment, merupakan penialian terhadap kemampuan penyandang kelainan melalui sebuah bengkel kerja dalam melakukan berbagai aktivitas keterampilan.
- Team work, adalah kerjasama antar berbagai ahli yang tergabung dalam tim rehabilitasi, seperti kedokteran, ahli terapi fisik, pekerja sosial, konselor, psikolog, ortopedagog, dan tenaga ahli lainnya.
- Vocasional training, adalah pemberian kesempatan latihan kerja agar penyandang tunadaksa mandiri dan produktif, serta berguna bagi masyarakat di sekitarnya.
- Selective placement, adalah penempatan para penyandang tunadaksa pada jabatan setelah selesai menjalani pendidikan dan latihan selama rehabilitasi.
- Follow up, adalah tindak lanjut yang dilaksanakan setelah penyandang tunadaksa menempati jabatan pekerjaan.
- 3. Rehabilitasi Psikososial
- Meminimalkan dampak psikososial sebagai akibat kelainan yang dideritanya, seperti rendah diri, putus asa, mudah tersinggung, cemas, lekas marah, dan lain-lain.
- Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri, memupuk semangat juang dalam meraih kehidupan dan penghidupan yang lebih baik, serta menyadarkan pada tanggungjawab diri sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara.
- Mempersiapkan mental penyandang kelainan kelak setelah terjun di masyarakat sehingga dapat berperan aktif tanpa harus merasa canggung atau terbebani oleh ketunaan atau kelainannya.
No comments:
Post a Comment