BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Setiap
warga negara berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak, demikian
dalam undang-undang yang kita miliki dikatakan. Pendidikan yang layak
terjadi sampai pada tingkatan yang paling kecil yaitu pembelajaran di
dalam kelas, artinya bagi semua warga Indonesia yang belum masuk ataupun
sudah berada dalam sistem pembelajaran di kelas memiliki hak yang sama
untuk memperoleh pembelajaran yang layak.
Pembelajaran
yang layak adalah pembelajaran yang dilakukan dengan memenuhi standar
minimal pembelajaran yang harus terjadi di dalam kelas, ada kelas, ada
guru, ada bahan ajar, Pembelajaran dapat berjalan dengan baik ketika
memiliki kelengkapan komponen pembelajaran, bagaimana pembelajaran bisa
berjalan baik dan efektif, jika gurunya saja tidak lengkap, apalagi para
murid tidak mempunyai buku-buku yang diperlukan.
Jika
murid-murid pada setiap kelas hanya sedikit, bagaimana guru dapat
mengoptimalkan pembelajaran, tanpa mengurangi nilai keberadaan tenaga
guru. Salah satu pendekatan/model yang dapat di kembangkan untuk
menanggulangi permasalahan tersebut adalah melalui Manajemen
Pembelajaran Kelas Rangkap. Permasalahan lainnya dalam pola pembelajaran
dengan tingkatan kelas sekarang terutama untuk sekolah-sekolah yang
terbatas dari komponen guru, siswa, pembiayaan, sarana dan prasarana
adalah terpasilitasinya setiap kemampuan dan minat anak untuk mata
pelajaran tertentu.
Tidak
jarang seorang anak yang karena minat dan penguasaan atas satu mata
pelajaran sudah jauh dari teman seangkatannya, mereka tidak
terfasilitasi sehingga memungkinkan memunculkan kebosanan dan kurang
bergairahnya dalam belajar karena merasa sudah memiliki apa yang
diajarkan oleh gurunya di kelas.
Masa
menunggu ketika teman-temannya memperoleh apa yang sudah diperoleh
inilah yang sebetulnya dapat dikelola ke dalam satu model pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada anak untuk masuk dan mempelajari mata
pelajaran tersebut pada tingkatan yang lebih tinggi seperti pada kelas
selanjutnya. Kelas dengan berbagai tingkatan umur tidaklah mudah
dilakukan, hal ini memerlukan perencanaan yang matang dan penelitian
yang terus menerus.
Banyak
guru yang merasa enggan dan putus asa merubah gaya mengajarnya dengan
sesuatu yang baru dan berbeda, untuk itu perlu ditetapkan prioritas
dalam pengembangan guru dengan sesutau yang baru tentang bagaimana
mengajar dengan keragaman dalam tingkatan umur, jenis kelamin, sikap dan
kemampuan anak.
Disisi
lain keuntungan yang dapat diambil oleh siswa dengan menggunakan model
kelas rangkap adalah bagi siswa yang lebih tua ada proses pengukuran
dari keterampilan yang dimilikinya, bagimana bergaul dengan siswa yang
lebih muda, toleransi dengan berbagai tingkatan umur, jenis kelamin dan
keterampilan. Bagi siswa yang lebih muda dapat belajar bagaimana
bersikap terhadap orang yang lebih tua, bekerja sama dengan siswa yang
sikap dan umurnya lebih tua, dan mampu menempatkan diri dalam lingkungan
yang berbeda.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kelas rangkap?
2. Mengapa pembelajaran kelas rangkap diperlukan?
3. Bagaimana pola pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap?
4. Bagaimana cara menyusun pembelajaran kelas rangkap?
1.3. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian pembelajaran kelas rangkap.
2. Untuk mengetahui alasan di laksanakan pembelajaran kelas rangkap.
3. Dapat mengetahui pola pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap.
4. Dapat mengetahui cara menyusun pembelajaran kelas rangkap.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pembelajaran Kelas Rangkap
Multigrade teaching atau
pembelajaran kelas rangkap di SD sudah banyak dilaksanakan di Indonesia
di negara-negara maju hal ini sudah menjadi bagian dari sistem
pendidikan secara utuh. Pengembangan dan penggunaan model ini dilakukan
karena faktor kekurangan tenaga guru, letak geografis yang sulit
dijangkau, jumlah siswa relatif kecil, keterbatasan ruangan, atau
ketidakhadiran guru.
Pembelajaran
Kelas Rangkap merupakan model pembelajaran dengan mencampur beberapa
siswa yang terdiri dari dua atau tiga tingkatan kelas dalam satu kelas
dan pembelajaran diberikan oleh satu guru saja untuk beberapa waktu.
Pembelajaran kelas rangkap sangat menekankan dua hal utama, yaitu kelas
digabung secara terintegrasi dan pembelajaran terpusat pada siswa
sehingga guru tidak perlu berlari-lari antara dua ruang kelas untuk
mengajar dua tingkatan kelas yang berbeda dengan program yang berbeda.
Namun
murid dari dua kelas bekerja secara sendiri-sendiri di ruangan yang
sama, masing-masing duduk di sisi ruang kelas yang berlainan dan
diajarkan program yang berbeda oleh satu guru. Pembelajaran Kelas Rangkap
adalah suatu bentuk pembelajaran yang mensyaratkan seorang guru
mengajar dalam satu ruangan kelas atau lebih, dalam saat yang sama, dan
menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda (IG.AK.Wardhani,
1998).
Alasan
dilakukannya Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) tidak hanya karena faktor
kekurangan guru. PKR juga sering diterapkan karena alasan letak
geografis yang sulit dijangkau, ruangan kelas terbatas, kekurangan
tenaga guru, jumlah siswa yang relatif sedikit, guru berhalangan hadir,
atau mungkin faktor keamanan seperti di daerah pengungsi.
Katz
(1992), menegaskan bahwa kelas rangkap dilaksanakan tidak hanya karena
alasan-alasan letak gegorafis, kekurangan murid, atau kekurangan tenaga
guru, akan tetapi lebih dari itu adalah bagaimana meningkatkan mutu
pendidikan melalui fasilitasi yang tinggi bagi perkembangan dan potensi
siswa. Oleh karena itu dia mengembangkan tiga jenis kelas rangkap dalam
rangka pembelajaran; 1) Combined grades, 2) continuous progress, 3) mixed age/multiage grouping.
Model pertama Combine grades; atau juga dikatakan sebagai combined classess,
dimana dalam satu kelas terdapat lebih dari satu tingkatan kelas anak.
Membagi kelas menjadi beberapa bagian sesuai dengan tuntutan kurikulum
untuk beberapa tingkatan atau hanya dua tingkatan. Tujuan utamanya
adalah untuk memaksimalkan kemampuan siswa dan pemahaman lingkungan juga
meningkatkan sikap dan pengalaman dalam kelompok-kelompok umur yang
berbeda.
` Model kedua Continuous progrees;
model ini berupa kelompok anak dengan pencapaian kurikulum yang tinggi
dimana proses belajar mengajar melihat keberlanjutan pengalaman dan
tingkat perkembangan anak, dalam model ini setiap anak berkesempatan
untuk terus berkelanjutan dalam mengikuti setiap tingkatan kelas sesuai
dengan lama sekolah, tujuannya adalah setiap anak berkesempatan untuk
memperoleh keuntungan dari perbedaan umur dan perbedaan sikap dan
kemampuan ketika belajar bersama.
Model ketiga mixed age/multiage grouping;
dimana proses pembelajaran dan praktek kurikulum memaksimalkan
keuntungan dari berinteraksi dan bekerjasama dari beragam umur. Dalam
model ini grup dibuat secara fleksibel atau proses re gruping anak
dibuat dalam kelompok umur, jenis kelamin, kemampuan, mungkin terjadi
satu guru mengajar untuk lebih dari satu tahun.
Alasan dengan menggunakan model berbagai tingkatan umur ini multiage grouping ini adalah;
1. Memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar tanpa rasa takut dan salah.
2. Siswa disediakan kegiatan dengan berbagai jenis.
3. Dengan
model ini memungkinkan anak dapat belajar tentang aspek sosial,
pemahaman tentang diri dan orang lain, kepercayaan diri dan konsep diri,
partisipasi anak dalam kelompok, pada akhirnya dapat meningkatkan
hubungan sosial dan pertemanan.
4. Tidak ada titik signifikansi antara kelompok umur.
1.2.Alasan di Adakannya Kelas rangkap
Pembelajaran
kelas rangkap merupakan suatu kajian strategi pembelajaran, yang
menjadi pilihan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Pembelajaran
kelas rangkap yang disingkat (PKR) relatife baru di dalam dunia
pendidikan dan tidak banyak sekolah yang melaksanakan PKR ini.
Pengertian
pembelajaran kelas rangkap sesungguhnya di mana seorang guru atau
sekelompok guru mengelola kelas, yang terdapat berbagai siswa dari
tingkatan kelas yang berbeda atau usia yang bervariasi dengan kemampuan
yang bervariasi pula dalam satu ruangan untuk tujuan pembelajaran yang
bermakna bagi siswa.Pada ringkasan materi ini akan dibahas lebih
mendalam tentang alasan di perlukannya oleh guru dan calon guru.
1. Alasan Psikologis-Pedagogis
Menurut
statistik persekolahan tahun 1990 di Indonesia sedikitnya terdapat
12.000 SD yang hanya memiliki guru-3 orang per SD. Sedangkan menurut
UNESCO (Djalil: 1997) pada tahun 1980-an di Indonesia terdapat sekitar
20.000 SD yang memiliki guru 1-3 orang. SD-SD tersebut pada umumnya
memiliki jumlah murid yang sedikit. Karena jumlah guru dan jumlah
muridnya sedikit maka pelaksanaan pembelajaran sehari-hari menerapkan
pendekatan pembelajaran kelas rangkap (PKR)
Di
Indonesia selama ini pelaksanaan PKR hanya disikapi sebagai suatu
keterpaksaan atau keadaan darurat. Berbeda dengan Negara lain Australia,
Amerika Serikat, Belanda, RRC Meksiko, Kolumbia, dan negara-negara
kecil di Samudra Pasifik PKR sudah lama di praktekkan dengan sengaja. Di
Australia kajian Ilmiah mengenai PKR dan kepustakaan mengenai PKR sudah
cukup banyak. Sementara di Indonesia kajian dan kepustakaan tentang PKR
sangat terbatas. Baru tercatat satu penelitian tentang PKR (Soemardi
dkk: 1996) dan baru satu seri modul PKR Universitas Terbuka (Arial
Djalil dkk, : 1997)
Bila
dilihat dari bidang kajian psikologi pendidikan terdapat konsep
“perbedaan individual” atau “Individual differences”. Konsep ini member
informasi bahwa setiap anak didik bersifat unik. Artinya di samping
memiliki persamaan juga memiliki perbedaan. Perbedaan ini mungkin
terjadi karena perbedaan jenis kelamin, usia dan lingkungan.
Secara
psikologis seperti diteorilkan oleh Piaget dan Bell-Gredler (1986),
setiap anak memiliki tingkat perkembangan atau “cognitive development”
sesuai rentang usianya mulai dari tingkat terendah sensori motor (masa
bayi) samapai tingkat tertinggi operasi formal (usia 12 tahun ke atas).
Secara psikologis-sosiologis setiap anak memiliki tuntutan perilaku
peran yang berbeda-beda sebagaimana diteorikan oleh Havighurst (Alberty:
1958) dalam konsep tugas-tugas perkembangan atau development task.
Secara moral anak juga memiliki tingkat perkembangan moralita,
sebagaimana diteorikan oleh Kohlberg (1975) dalam konsep cognitive moral
development.
Bentuk
perhatian dan layanan pendidikan dapat berupa penggunaan pendekatan
pembelajaran yang mampu mewadahi perbedaan individual anak. Pembelajaran
klasikal-individual dapat dinilai jauh lebih sesuai untuk itu dari pada
pembelajaran klasikal-massal.
Dalam
pembelajaran klasikal-individual walaupun anak berada dalam satu kelas
tetapi layanan pembelajaran diberikan secara individual atau kelompok
sesuai tingkatan keunikannya. Sedangkan dalam pembelajaran
klasikal-massal anak dalam satu kelas cenderung mendapat perlakuan yang
serba sama.
Konsep
dan model PKR yang di dalam berbagai kepustakaan dikenal dengan
multigrade teaching” (Miller: 1989) “the multiage classroom” (Fogarty:
1992) atau “multiple claas teaching” (UNESCO:1988) merupakan pendekatan
pembelajaran yang dirancang untuk memberi perhatian dan melayani
perbedaan individual anak untuk satu atau lebih dari satu kelas, kedalam
satu atau lebih dari satu ruangan.
Secara
teoritik sesungguhnya PKR itu dirancang terutama untuk memberi layanan
perbedaan individual dalam proses pembelajaran dan bukan semata-mata
untuk mengatasi kekurangan guru dalam satu kelas. Selain itu dapat
ditambahkan alasan lain yakni sebagai upaya pembentukan keterampilan
sosial atau social skills dealam konteks sosial atau kelompok seperti
dalam penerapan konsep Open Classroom di USA. (Raka Joni: 1998).
Karena
itu PKR dapat diterapkan baik disekolah kecil, misalnya SD dengan
jumlah guru dan jumlah muridnya kecil, maupun di sekolah biasa yang
jumlah guru dan jumlah muridnya memadai. Dengan kata lain PKR,
sesungguhnya berkembang sejalan dengan konsep dan prinsip psikologis dan
pedagogis yang berlaku.
2. Alasan Demografis-Sosiologis
Berbeda
dengan alasan psikologis –paedagogis yanhg lebih bersifat konseptual,
alasan demografis-sosiologis lebih bersifat factual dan
praktis.Pembelajaran kelas rangkap sering dikaitkan dengan sekolah kecil
di daerah terpencil yang berpenduduk sedikit. Di sekolah seperti ini
biasanya hanya ada satu sampai dengan tiga orang guru untuk melayani
seluruh siswa kelas I sampai kelas VI.
Jumlah
siswa di setiap sekolah juga sedikit. Guru tersebut harus menggabungkan
kelas agar bisa mengajar semua siswa di sekolah, artinya dalam satu
ruangan ditempati oleh siswa dari dua kelas. Pola penggabungan umumnya
adalah kelas 1 dengan kelas 2, kelas 3 dengan kelas 4, dan kelas 5
dengan kelas 6.
SDN
Ma’lengu di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa. Sekolah ini hanya
memiliki 4 gedung yang terdiri dari 3 gedung (3 ruang) untuk proses
belajar mengajar, dan 1 gedung untuk ruang kepala sekolah dan
administrasi. Guru yang mengajar terdiri dari 4 guru kelas, 1 guru olah
raga, 1 guru agama dengan 1 kepala sekolah. Rata-rata jumlah siswa per
kelas adalah 23 anak.
Secara
geografis, letak SDN Ma’lengu berada di daerah dataran tinggi sekitar
70 km sebelah timur kota Sungguminasa sehingga jauh dari keramaian.
Selain itu, SDN Ma’lengu juga termasuk salah satu sekolah terpencil di
Kab. Gowa yang terletak jauh di pelosok pedalaman yang baru berumur
sekitar 4 tahun disebabkan karena sekolah ini sebelumnya adalah kelas
jauh yang kemudian mati (tidak ada aktifitas belajar) disebabkan karena
tidak ada tenaga pengajar yang mau ke daerah tersebut.
Kemudian
baru pada tahun 2005 dirintis kembali dengan kondisi tenaga pengajar
yang hanya terdiri dari 3 orang dan ruang belajar terdiri dari 2 kelas.
Baru pada tahun 2008 mendapatkan tambahan ruang belajar sebanyak 2 buah
sehingga sudah ada 3 ruang belajar. Terus guru yang mengajar pada
sekolah tersebut terdiri atas 4 orang guru yang berstatus PNS termasuk
kepala sekolah, 3 orang guru berstatus honorer. Dan di sekolah tersebut
juga terdapat 8 rombongan belajar dan sekolah ini termasuk sekolah satu
atap. Siswa yang bersekolah di SDN Ma’lengu adalah anak-anak dari Dusun
yang tidak memungkinkan untuk bersekolah di sekolah lainnya. Oleh sebab
itu tepatlah jika sekolah ini dikategorikan sebagai sekolah terpencil.
Keadaan
sebagaimana dlikemukakan diatas menunjukkan adanya masalah
demografis-sosiologis yaitu murid sedikit-guru sedikit, murid
sedikit-guru berlebih, murid cukup-guru sedikit, dan murid cukup-guru
berlebih. Keadaaan seperti ini menimbulkan permasalahan inefisiensi
yakni pemborosan tenaga guru atau permasalahan equity atau pemerataan
kualitas yang sukar dicapai kerena kemungkinan terjadi penelantaran
muris atau deprivation.
Untuk
mengatasi keadaan murid sedikit-guru sedikit, dan murid cukup-guru
sedikit, diperlukakan pengelolaan pembelajaran yang memungkinkan terjadi
perangkapan kelas oleh seorang guru dalam satu ruangan atau lebih dari
satu ruangan. Relevan dengan tuntutan itu konsep dan pendekatan
pembelajaran kelas rangkap merupakan jawaban yang tepat.
Selain
itu konsep dan model PKR juga merupakakan jawaban yang tepat terhadap
adanya keterbatasan logistic. Misalnya ruang kelas yang terbatas karena
sejak awal ruangan sangat terbatas atau sebagian ruangannya sudah rusak
yang disebabkan karena umur bangunan yang sudah tua atau rusak akibat
bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, tanah longsor dll.
Satu
hal yang juga tidak dapat diabaikan adalah alasan ketidakhadiran salah
seorang guru karena berbagai alasan. Kondisi ini menuntut guru yang ada
di sekolah untuk melaksanakan kelas rangkap dengan menggunakan PKR.
Keadaan ini sangat memungkinkan terjadi baik di SD daerah pedesaan
maupun daerah perkotaan.
Pembelajaran
kelas rangkap juga terdapat di banyak sekolah perkotaan, karena jumlah
siswa tidak seimbang dengan jumlah kelas. Kelas harus digabung untuk
mendapatkan jumlah siswa seperti biasa. Jadi alasan dibentuknya kelas
rangkap bukan karena kekurangan guru saja melainkan juga alasan
efisiensi. Misalnya jika di kelas 1 hanya ada 9 siswa dan kelas 2 hanya
ada 10 siswa maka tidak perlu masing-masing kelas diajar oleh seorang
guru. Dengan prinsip efisiensi sumber daya maka cukup diperlukan satu
guru yang merangkap mengajar kelas 1 dan kelas 2.
Dari
pembahan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan PKR secara
konseptual sesuai dengan konsep psikologi dan pedagogi dan secara
praktis dapat mengatasi berbagai kendala demografis, sosiologis, dan
kendala situasional lainya.
2.3.Pola Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Rangkap
Pola-pola
dalam pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap seperti dikemukakan oleh
Oos M. Anwas dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan Model
Pembelajaran Kelas Rangkap Berbantuan Media Audio di Sekolah Dasar. Pola pertama,
seorang guru menghadapi dua ruangan untuk dua tingkatan kelas yang
berbeda, misalnya kelas IV dan V. Masing-masing ruangan ditempati oleh
satu tingkatan kelas. Biasanya antarkelas dihubungkan oleh pintu
penghubung. Pintu penghubung ini bisa digunakan guru dalam memberikan
penjelasan kepada seluruh siswa di semua tingkatan yang berbeda
tersebut.
2.4. Cara Menyusun Pembelajaran Kelas Rangkap
Pelaksanaan kelas rangkap dilakukan dengan menggabungkan satu atau dua mata pelajaran yang sama atau berbeda yang dilaksanakan dalam satu ruang
serta disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sekolah. Sebelum
melakukan pembelajaran guru menyusun perencanaan yang mencakup:
a. Pemetaan Kompetensi
Pemetaan
dimaksudkan untuk menggabungkan materi yang sama di kelas yang berbeda
dengan kedalaman yang berbeda sehingga ada kesinambungan. Pemetaan
kompetensi dilakukan untuk kompetensi yang harus dicapai dalam 1
semester atau 1 tahun.
b. Penetapan Tema
Penentuan tema disesuaikan dengan hasil pemetaan kompetensi. Untuk satu semester, biasanya dihasilkan sekitar lima tema dengan masing-masing tema berkisar antara 3-4 minggu.
c. Pengembangan Silabus
Silabus
dibuat untuk dua kelas atau tiga kelas sekaligus (sesuai dengan kelas
rangkap yang diinginkan). Silabus setidaknya memuat: standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
d. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran berisi langkah-langkah pembelajaran secara
rinci (kegiatan awal, inti, dan penutup) dan merupakan pengembangan dari
silabus yang ada. Strategi pengajaran dan pengorganisasian peserta
didik juga harus nampak dalam RPP.
Kelas rangkap merupakan gabungan dari beberapa peserta didik dengan tingkatan kelas yang berdekatan, misalnya kelas 1 dan 2, atau kelas 4, 5, dan 6; belajar dengan satu guru di kelas yang sama dan berlangsung selama satu tahun ajaran penuh. Hal yang perlu mendapat penekanan di sini adalah:
1. Guru tidak mengajar dua kelas tepisah secara bergantian dengan program yang berbeda.
2. Pembelajaran
dilakukan secara tematik, namun untuk kompetensi-kompetensi tertentu
yang tidak dapat diikat dengan tema tetap diajarkan secara terpisah.
3. Strategi
pembelajaran yang dipilih guru dalam kelas rangkap disesuaikan dengan
banyaknya jumlah peserta didik dan dengan menggunakan kombinasi berbagai
metode pembelajaran.
4. Strategi pembelajaran hendaknya mencerminkan pembelajaran yang berbeda dan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Multigrade teaching atau
pembelajaran kelas rangkap di SD banyak dilakukan baik di Indonesia
maupun negara maju. Penggunaan model ini dilakukan karena faktor
kekurangan tenaga guru, letak geografis yang sulit dijangkau, jumlah
siswa relatif kecil, keterbatasan ruangan, atau ketidakhadiran guru.
Media audio merupakan salah satu pilihan dalam meningkatkan mutu proses
pembelajaran kelas rangkap. Media ini dipandang cukup murah, mudah, dan
praktis. Di sisi lain media audio juga bisa mengatasi lemahnya budaya
membaca.
Penggunaan
pola pembelajaran kelas rangkap sangat ditentukan oleh kondisi dan
kebutuhan sekolah. Di sini kreativitas guru sangat dituntut. Model PKR
Berbantuan Media Audio terbukti membantu tugas guru. Di samping itu,
model ini dapat memudahkan siswa dalam memahami materi serta bisa
meningkatkan motivasi belajar. Hal ini merupakan aspek penting dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran terutama bagi sekolah yang melakukan
pembelajaran kelas rangkap.
B. SARAN
Setelah
kita membahas pembelajaran kelas rangkap guru diharapkan memahami
konsep dan dapat melaksanakan pembelajaran kelas rangkap sesuai dengan
kondisi tertentu yang menuntut guru melaksanakan pembelajaran kelas
rangkap.Dengan diadakannya pembelajaran kelas rangkap proses
pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif dengan kekurangan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment