My Blog List

Monday, November 17, 2014

CARA MENULIS DAFTAR PUSTAKA



CARA MENULIS DAFTAR PUSTAKA
 
v  Komponen-komponen yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka ini adalah sebagai berikut.
1.      Nama penulis,
Dengan cara menuliskan terlebih dahulu nama belakang, kemudian nama depan. Hal ini berlaku untuk semua nama, baik nama asing maupun nama Indonesia. Cara penulisan inilah yang berlaku secara internasional tanpa mengenal kebangsaan dan tradisi. Tata tulis ilmiah tidak mengenal prinsip nama yang lebih dikenal di masyarakat, melainkan nama belakangnya, tanpa memperhitungkan jenis nama itu merupakan nama keluarga atau bukan.
Misalnya:
Abdul Hamid ditulis: Hamid, Abdul.
2.      Tahun penerbitan,
3.      Judul
Sumber tertulis yang bersangkutan dengan digarisbawahi atau dicetak miring,
4.      Kota tempat penerbit berada,
5.      Nama penerbit.

Baris pertama mulai ketikan pertama dan baris kedua dan seterusnya ditik mulai ktikan kelima atau satu tab dalam komputer. Jarak antara baris satu dengan berikutnya satu spasi, sedangkan jarak antara sumber satu dengan sumber berikutnya dua spasi.
Contoh:
Boediono. 1998. Dampak Krisis Ekonomi TerhadapPendidikan. Jakarta: Pusat Penelitian Sains dan Teknologi UI.

Kartodirdjo, Suwiryo. 1987. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


v  Cara Menulis Daftar Pustaka Berdasarkan Jenis Sumber yang Digunakan
1.       Sumber dari jurnal
Penulisan jurnal sebagai daftar pustaka mengikuti urutan: nama belakang penulis, nama depan penulis, tahun penerbitan, judul artikel (ditulis diantara tanda petik), judul jurnal dengan digarisbawahi dan ditulis penuh, nomor volume dengan angka arab dan digarisbawahi tanpa didahului dengan singkatan “vol”, nomor penerbitan (jika ada) dengan angka arab dan ditulis di antara tanda kurung, nomor halaman dari nomor halaman pertama sampai dengan nomor halaman terakhir tanpa didahului singkatan “pp” atau “h”.
Contoh:
Barrett. 1983. “The Emphaty Cycle: Refinement of A Nuclear Concept”. Journal of Counselling Psychology. 28 (2), 91 – 100.
2.      Sumber dari buku
Kalau sumber tertulisnya berupa buku, maka urutan-urutan penulisannya adalah: nama belakang penulis, nama depan, tahun penerbitan, judul buku digarisbawahi, edisi, kota asal, penerbit. Daftar Pustaka berupa buku ditulis dengan memperhatikan keragaman berikut.
-           Jika buku ditulis oleh seorang saja:
Alisyahbana, Sutan Takdir. 1957. Sejarah Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Rakyat.
-          Jika buku ditulis oleh dua orang, maka semua nama ditulis, nama pengarang kedua tidak perlu dibalik susunannya.
Ekosusilo, Madyo dan Bambang Triyanto. 1995. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.Semarang: Dahara Prize.
-          Jika buku ditulis oleh lebih dari dua orang digunakan et.al. (dicetak miring atau digarisbawahi)
Ramlan, M. dkk. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduan dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset.
-          Jika penulis sebagai penyunting:
Rubin, Joan dan Bjorn H. Jernudd (ed.). 1971. Can Language Be Planned? Honolulu: The University Press of Hawaii.
-           Jika sumber itu merupakan karya tulis seseorang dalam suatu kumpulan tulisan banyak orang:
Pujianto. 1984. “Etika Sosial dalam Sistem Nilai Bangsa Indonesia”, dalam Dialog Manusia, Falsafah, Budaya, dan Pembangunan. Malang: YP2LPM.
-          Jika buku itu berupa edisi:
Gabriell. 1970. Children Growing Up: Development of Children’s Personality. (ed. 3). London: University of London Press.
3.      Kalau Sumbernya Di Luar Jurnal dan Buku
-           Berupa skripsi, tesis, atau disertasi
Soelaeman, M.I. 1985. Suatu Upaya Pendekatan Fenomenologis Terhadap Situasi Kehidupan dan Pendidikan Dalam Keluarga dan Sekolah. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung: tidak
diterbitkan.
-          Berupa publikasi departemen
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Petunjuk Pelaksanaan Beasiswa dan Dana bantuan Operasional. Jakarta: Depdikbud.
-          Berupa Dokumen
Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. 1983. Laporan Penilaian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. Jakarta: Depdikbud.
-          Berupa makalah:
Kartadinata, S. 1989. “Kualifikasi Profesional Petugas Bimbingan Indonesia: Kajian Psikologis “. Makalah pada konvensi tujuh IPBI, Denpasar.
-          Berupa surat kabar
Sanusi, A. 1986. “Menyimak Mutu Pendidikan Dengan Konsep Taqwa dan Kecerdasan, Meluruskan Konsep Belajar dalam Arti Kualitaitf”. Pikiran rakyat (8 September 1986).
4.      Kalau Sumbernya dari Internet
Cara penulisannya ialah: Pengarang/penyunting. (Tahun). Judul (edisi), (jenis medium).
Tersedia: alamat di Internet. [tanggal diakses]
Contoh:
Thomson, A. (1998). The Adult and the Curriculum. (Online). Tersedia: http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PESYearbook/1998/thompson.html [30 Maret 2000]

-          Bila artikel dalam jurnal
Pengarang. (Tahun). Judul. Nama Jurnal [Jenis Media], Volume (terbitan), halaman. Tersedia: alamat di Internet. [tanggal diakses]
Contoh:
Supriadi, D. (1999). Restructuring The Schoolbook Provision System in indonesia: Some Recent Initiatives. Dalam Educational Policy Analysis Archives [online]. Vol 7 (7), 12 halaman. Tersedia: http://epaa.asu.edu/epaa/v7n7.html [17 Maret 2000]
-          Bila artikel dalam majalah.
Pengarang. (Tahun, tanggal, bulan). Judul. Nama Majalah [Jenis Media], Volume, jumlah halaman. Tersedia: alamat di Internet. [tanggal diakses]
Contoh:
Goodstein, C. (1991, September). Healers from the deep. American Health [CD ROOM], 60-64. Tersedia: 1994 SIRS/SIRS 1992 Life Science/Article 08A [13 Juni 1995]
-          Bila artikel di surat kabar
Pengarang. (Tahun, tanggal, bulan). Judul. Nama Surat Kabar [Jenis Media], jumlah halaman. Tersedia: alamat di Internet. [tanggal diakses]
Contoh:
Cipto, B. (2000, 27 April). Akibat Perombakan Kabinet Berulang, Fondasi Reformasi Bisa Runtuh. Pikiran Rakyat [online], halaman 8. Tersedia: http://www.pikiranrakyat.com [9 Maret 2000]
-          Bila pesan dari e-mail
Pengirim (alamat e-mail pengirim). (Tahun, tanggal, bulan.). Judul Pesan. E-mail kepada penerima. [alamat e-mail penerima].
Contoh:
Musthafa, Bachrudin (musthafa@indo.net.id). (2000, 25 April). Bab V Laporan Penelitian. E-mail kepada Dedi Supriadi (supriadi@indo.net.id).

Selesai


CARA MENULIS KUTIPAN DAN SUMBER KUTIPAN
Oleh: Dedi Irawan, S.Pd.


Berikut ini beberapa aturan yang perlu diketahui dalam penulisan kutipan dan sumber kutipan.
1)      Kutipan ditulis dengan menggunakan dua tanda petik (“…”) jika kutipan ini merupakan kutipan pertama atau dikutip langsung dari penulisnya. Jika kutipan itu diambil dari kutipan, maka kutipan tersebut ditulis dengan menggunakan satu tanda petik (‘…’).
2)      Jika bagian yang dikutip terdiri atas tiga baris atau kurang, kutipan ditulis dengan menggunakan  tanda petik (sesuai dengan ketentuan pertama) dan penulisannya digabung ke dalam paragraf yang ditulis oleh pengutip dan ditik dengan jarak dua spasi.
Contoh:
Salah satu dimensi kehidupan afektif-emosional ialah kemampuan memberi dan menerima cinta, bukan cinta dalam arti yang penuh romantik atau memberikan perlindungan yang berlebihan, melainkan cinta dalam arti”…a relationship that nourishes us we give, and enriches us we spend, and permits ego and alter ego to grow in mutual harmony” (Cole,1993:832).
3)      Apabila kutipan langsung merupakan seperangkat kalimat, tempatkanlah kutipan itu di antara tanda petik dua di bawah baris terakhir kalimat yang mendahuluinya, menjorok lima ketukan ke dalam teks dari margin kiri, berjarak rapat (½ spasi)
Contoh:
………………………………………….……(baris akhir tulisan kita)
“Dalam hal yang lebih penting lagi, yang menyatakan betul sifat nasional pendidikan di negara kita ialah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di semua sekolah-sekolah. Bahasa ialah alat berpikir dan alat menyatakan buah pikiran itu, tetapi selain dari semua itu, ialah alat yang terpenting untuk menebalkan rasa nasional suatu bangsa. Walaupun prinsip bahwa bahasa pengantar di sekolah- sekolah ialah bahasa Indonesia, diberi kompromi pada dasar psikologi, dengan demikian, bahwa di tiga kelas yang terendah dari sekolah-sekolah rendah bahasa pengantar ialah bahasa daerah.” (nama,th:hlm.)

(awal tulisan kita berikutnya)………………….…………………….

4)      Jika bagian dari yang dikutip ada bagian yang dihilangkan, maka penulisan bagian itu diganti dengan tiga buah titik. Contoh penulisan tampak pada butir kedua di atas.
5)      Penulisan sumber kutipan ada beberapa kemungkinan seperti berikut.
-          Jika sumber kutipan mendahului kutipan, cara penulisannya adalah nama penulis yang diikuti dengan tahun penerbitan, dan nomor halaman yang dikutip yang keduanya diletakkan di dalam kurung.
Contoh:
… (akhir tulisan). Oka (1976:53) mengatakan bahwa “Masyarakat Indonesia yang akan datang sangat memerlukan tenaga kerja untuk pembangunan yang terampil menggunakan bhasa Indonesia untuk surat-menyurat, pidato, dan karang-mengarang.” (awal tulisan berikutnya)….

-          Jika sumber kutipan ditulis setelah kutipan, maka nama penulis, tahun penerbitan, dan nomor halaman yang dikutip semuanya diletakkan di dalam kurung.
Contoh:
… (akhir tulisan). “The personality pattern is inwardly determined by and closely associated with maturation of the physical and mental characteristic which constitute the individual’s hereditary endowment” (Hurlock, 1979:19). (awal tulisan berikutnya)….

-          Jika sumber kutipan merujuk sumber lain atas bagian yang dikutip, maka sumber kutipan yang ditulis tetap sumber kutipan yang digunakan pengutip, tetapi dengan menyebut siapa yang mengemukakan pendapat tersebut.
Contoh:
… (akhir tulisan). Chomsky (Yelon dan Weinstein, 1977:62) mengemukakan bahwa ‘…children are born with innate understanding of structure of language.’ (awal tulisan berikutnya)….
Atau
… (akhir tulisan kita). ‘…’ (Chomsky,1968:67;Yelon dan Weinstein, 1977:62). (awal tulisan kita berikutnya)….

-          Jika penulis terdiri atas dua orang, maka nama keluarga kedua penulis tersebut harus disebutkan, misalnya, (Sharp and Green, 1996:1), sedangkan jika penulisnya lebih dari dua orang maka yang disebutkan nama keluarga dari penulis pertama dan diikuti oleh dkk., misalnya, (Halim dkk.,1976:25).

-          Jika masalah yang dikutip dibahas oleh beberapa orang dalam sumber yg berbeda maka cara penulisan sumber kutipan itu adalah seperti berikut.
Contoh:
Beberapa studi tentang anak-anak yang mengalami kesulitan belajar (Dunkey, 1972; Miggs, 1976; Parmenter, 1976) menunjukkan bahwa …. (tulis intisari rumusan yang dipadukan dari ketiga sumber tersebut).

-          Jika sumber kutipan itu adalah beberapa karya tulis dari penulis yang sama pada tahun yang sama, maka cara penulisannya adalah dengan menambah huruf a, b, dan seterusnya pada tahun penerbitan. Contoh: (Bray, 1998a, 1998b)

-          Jika sumber kutipan itu tanpa nama, maka penulisnya adalah: (Anomin, 1972: 18).

-          Jika yang diutarakan pokok-pokok pikiran seorang penulis, tidak perlu ada kutipan langsung, cukup dengan menyebut sumbernya.


Selesai

Model Pembelajaran Anak Autis

Model Pembelajaran Anak Autis

A. PENDAHULUAN
Anak autis dicirikan oleh tiga karakteristik utama (a triad of impairment) yaitu: gangguan komunikasi, gangguan hubungan sosial dan gangguan perilaku: minat yang terbatas dan perilaku berulang. ( Wing and Gould,1979, dalam Dodd, 2007).
1. Hambatan komunikasi (communication impairment), termasuk semua aspek komunikasi: pemahaman dan menggunakan komunikasi verbal dan non verbal untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Anak dengan gangguan autistic kebanyakan tidak bisa bicara, dan mereka tidak bisa mengkompensasikan ketidakmampuan bicaranya dengan bahasa lain seperti bahasa isyarat. Kalaupun ada anak dengan gangguan autistik bisa bicara, mereka hanya membeo, atau mereka berbicara tetapi kurang dapat memiliki pemaknaan tentang apa yang mereka ucapkan, sehingga kesannya hanya menghafal.
2. Hubungan sosial (social relating), anak dengan gangguan autistik memiliki hambatan tentang bagaimana berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain, termasuk keterampilan seperti berbagi (sharing) dan bergiliran (turn taking), mengerjakan tugas (attending to task). Anak dengan gangguan autistik memiliki kesulitan yang besar untuk belajar memberi dan menerima (take and give) dalam hubungan interaksi dengan orang disekelilingnya. Mereka tampak tidak tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain, dan mereka nampak lebih suka menyendiri. Banyak anak dengan gangguan autistic spectrum disorders nampak memiliki kesulitan besar untuk belajar memberi dan mengambil (take and give) dalam interaksi sehari-hari. Tidak suka dipeluk dan dipangku.
3. Minat yang terbatas dan perilaku berulang (repetitive), ini diperlihatkan dengan kurang dapat berimajinasi, penalaran abstrak yang kurang, keterampilan bermain terbatas, pemikiran konkret (ini lebih disebabkan anak kurang mampu dalam penalaran secara abstrak) dan keinginan kuat dalam keteraturan (consistency).
Selain tiga ciri utama di atas saat ini sejumlah ciri-ciri yang berhubungan dengan pemahaman dan perhatian autisme juga ditambahkan, ini termasuk: sensitivitas sensori, aspek-aspek kognisi termasuk: gaya belajar visual, masalah perhatian, dan karakteristik pemrosesan informasi; dan hambatan dalam empati yang meliputi: masalah emosional, joint attention, theory of mind; dan kesulitan penerjemahan mood dan perilaku orang lain. (Dodd, 2007:3-5).
Memahami anak autis ini sangat penting untuk menentukan hambatan dan kebutuhan mereka dan melihat tipe belajar mereka. Anak-anak autis memiliki hambatan dalam eye gaze, meniru (attending), pemahaman makna, membuat generalisasi (generalization), pemrosesan auditori, pemrosesan sensori, mengurutkan dan kemampuan kognitif dalam urutan yang lebih tinggi. (Dodd, 2007, 148 -149).
Disampaing hambatan utama seperti diuraikan di atas, anak autis pun memiliki beberapa kekuatan diantaranya: kemampuan rote memory, kemampuan visual spatial, kemampuan compartmentalised chunk learning, kecenderungan untuk melakukan rutinitas dan aturan yang terstruktur (Dodd, 2007, 148 - 149).
B.  MODEL PEMBELAJARAN ANAK AUTIS
Model pembelajaran diartikan sebagai sutau prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. (Belajar Psikologi.com, 2011). Model pembelajaran dapat juga bermakna cara yang digunakan guru untuk membelajarkan anak supaya tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan tercapai. Didalam model pembelajaran terkandung pendekatan, strategi, metode dan teknik yang digunakan untuk membelajarkan siswa. Model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa (kemampuan, kebutuhan dan hambatan, dan lain sebagainya).
Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah :
1. Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai. (Belajar Psikologi.com, 2011)
Untuk anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya anak autis, memilih model pembelajaran itu harus menjadi pemikiran yang benar-benar sesuai dengan kondisi siswa. Ada beberapa pertimbangan yang menjadi dasar seorang guru untuk menentukan model pembelajaran untuk anak autis diantaranya adalah hambatan utama yang dialami oleh siswa dan pemahaman tentang gaya belajar anak.
Belajar adalah perubahan perilaku sebagai akibat dari interaksi anak dengan lingkungannya. Ada beberapa cara untuk membantu anak autis mempelajari keterampilan dan perilaku baru, diantaranya: isyarat visual/ verbal, modelling, visual support, prompting, fading, shaping dan chaining (Dodd, 2007).
1. Isyarat visual / verbal
Isyarat visual/ verbal adalah pengajaran yang diberikan pada anak autis untuk membantu mereka melengkapi tugas-tugas yang diinginkan. Ini mungkin dilakukan dengan cara non verbal atau verbal, dengan menggunakan tanda manual atau startegi visual (Dodd, 2007). Strategi visual merupakan strategi pembelajaran dengan menggunakan benda-benda konkrit atau semi konkret atau simbol-simbol dalam menyampaikan pembelajaran.
2. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan orang tua atau teman sebaya untuk menjadi model, terutama ketika mengajarkan keterampilan-keterampilan baru.
3. Visual support
Visual support digunakan untuk meningkatkan komunikasi, mentransfer informasi, perilaku dan mengembangkan kemandirian. Ini termasuk daftar visual (jadwal), urutan suatu pekerjaan, ekspresi wajah, gestures dan bahasa tubuh.
4. Prompting
Promting merupakan isyarat tambahan untuk membantu memfasilitasi respon yang benar. Individu membutuhkan bimbingan secara fisik untuk mengerjakan tugas. Memberikan dorongan secara fisik sering menjamin keberhasilan individu. Reinforcment harus segera diberikan apabila anak selesai mengerjakan tugas mandirinya.
5. Fading
Fading merupakan pengurangan bantuan secara sistematis. Pengurangan bantuan fisik secara bertahap. Teknik ini berhasil dalam mengajarkan keterampilan baru. Pengurangan ini sangat penting supaya anak tidak tergantung pada bantuan dan isyarat.
6. Shaping
Perilaku terkadang dapat dibentuk sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau yang ingin dicapai. Shaping merupakan prosedur yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan atau perilaku yang tidak ada pada diri seseorang. Shaping biasanya digunakan untuk mengjarkan keterampilan-keterampilan yang sulit seperti memakai baju, makan dan bersosialisasi dengan orang lain. (Dodd, 2007)
7. Chainning
Chainning adalah menciptakan perilaku yang rumit dengan menggabungkan perilaku-perilaku sederhana yang telah menjadi bagian dalam diri seseorang. Contohnya dalam menyikat gigi: pertama menyimpan pasta gigi pada sikat gigi, kemudian memasukkan sikat gigi ke mulut dan kemudian mulai menggosok gigi ke atas ke bawah, kesamping kiri dan kanan dan seterusnya.
C.  KESIMPULAN
Anak autis memiliki hambatan dalam interaksi dan komunikasi sosial, tapi mereka memiliki kekuatan dalam kemampuan visualnya dan belajar hafalan, oleh karena itu ketika mengajar anak autis, yang penting guru harus memahami kekuatan yang dimiliki oleh anak. Banyak model dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mengajar mereka diantaranya adalah menggunakan dukungan visual, modelling, prompting, fading, shaping dan chainning. Seseorang akan belajar lebih baik apabila seorang guru memiliki keteraturan, konsisten dan positif. (Dodd, 2007).
Pembelajaran untuk anak autis harus diatur, dipersiapkan kemudian tujuan yang ingin dicapai harus realistis. Harus konsisen ketika membuat aturan. Kemudian menggunakan bahasa sederhana, tidak banyak kata-kata yang akan membuat anak bingung, dan ketika anak melakukan sesuatu yang positif guru segera untuk memberikan reinforcement.
 
Daftar Bacaan
Belajar Psikologi, (2011), Pengertian Model Pembelajaran, Tersedia online: Belajar Psikologi.com/pengertian-model-pembelajaran
Dodd, Susan, (2007), Understanding Autism, Sydney: Elsevier
Zager, Dianne, (2005), Autism Spectrum Disorders, Identification, Education and Teatment, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associstes, Publisher.

PERKEMBANGAN KOGNITIF SISWA MENURUT PIAGET

PERKEMBANGAN KOGNITIF SISWA MENURUT PIAGET

Jean Piaget
Jean Piaget
1. Sejarah Singkat Piaget
            Jean Piaget dilahirkan di Neuhatel, Swiss pada tanggal 9 Agustus 1896. Ayahnya Arthur Piaget, dia seorang profesor sastra abad pertengahan yang sangat menyenagi sejarah lokal. Ibunya Rebecca Jackson adalah seorang wanita yang cerdas dan sangat semangat. Sebagai anak sulung, Piaget memilki keleluasan untuk menentukan keinginannya. Piaget sangat semangat ketika ia menuntut ilmu sampai akhirnya dia memperoleh gelar doktor  di bidang sains dari Universitas of Neuchatel. Selama setahun berkutnya, dia bekerja di laboratorium psikologi di Zurich dan klinik psikiatri milik Bleuler. Da dalam periode inilah dia berkenalan dengan karya-karya Freud, Jung dan pemikir-pemikir lainnya. Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang memiliki peran besar atau berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran para pakar psikolog yang hidup setelahnya. Piaget merupakan seorang tokoh yang berasal dari Perancis. Teori kognitif Piaget yang kemudian berkembang pula aliran konstruktivistik, menekankan bahwa bahwa belajar lebih banyak ditentukan oleh adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar sebagaimana yang ditemukan oleh aliran behavioristik, tetapi sekedar memudahkan dalam proses belajar. Keaktifan dari siswa merupakan faktor penentu utama dalam menentukan kesuksesan atau keberhasilan dari kegiatan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal.
2. Teori Perkembangan Piaget
            Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1. Periode sensorimotorik (usia 0–2 tahun)
2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
1. Periode sensorimotorik
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotorik adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
  1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan  berhubungan terutama dengan refleks.
  2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
  3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
  4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
  5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
  6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas anak.
2. Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran Pra Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
3. Tahapan Operasional Konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrisme kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
4. Tahapan Operasional Formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
  2. Universal (tidak terkait budaya)
  3. Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
  4. Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
  5. Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
  6. Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
3. Teori Belajar Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan proses genetik yaitu suatu proses yang didasarkan pada mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaaannya, maka akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget memandang bahwa proses berfikir merupakan aktivitas gradual dari fungsi intelektual, yaitu dari berfikir secara konkret menuju pada pemikiran abstrak. Berarti perkembangan kapasitas mental memberikan kemampuan baru yang sebelumnya belum ada atau bahkan tidak ada. Perkembangan intelektual adalah kualitatif, bukan kuantitatif. Intelegensi itu terdiri atas tiga aspek, yaitu :
  1. Struktur (scheme) ialah pola tingkah laku yang dapat diulang-ulang.
  2. Isi (content) ialah pola tingkah laku spesifik ketika seseorang mengalami masalah atau sedang mengatasi malah yang menimpa pada dirinya.
  3. Fungsi (function) adalah yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual. Function terdiri atas dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi merupakan kecakapan seseorang dalam menyusun sebuah proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem yang koheren. Sedangkan adaptasi adalah kemampuan seseorang dalam menyesuaikan dengan lingkungannya. Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat pada suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan atau ekuilibrasi, seseorang harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah dalam lingkungannya, sedangkan akomodasi adalah proses perubahan respons individu terhadap stimulasi
Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dan melekat pada dirinya. Sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang telah ada pada dirinya dengan pengetahuan yang baru atau dengan fenomena yang baru dan aktual. Adaptasi tersebut akan terjadi apabila dalam diri siswa atau peserta didik sudah terbentuk keseimbangan struktur kognitifnya. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan akan terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Piaget membagi tahapan-tahapan  perkembangan kognitif ini menjadi empat tahapan, yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkrit, dan tahap operasional formal.
4. Implikasi Teori Piaget dalam Pendidikan
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu :
1) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2) Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.  Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal 4) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi. Dapat disimpulkan bahwa implikasi dari teori Piaget dalam pendidikan adalah pendekatan terpusat pada anak. Aktivitas belajar secara individual, dan interaksi sosial.

Komponen komponen pembelajaran kontektual

Tujuh Komponen Pendekatan Kontektual/CTL (Contextual Teaching and Learning)

  1. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Dalam konstruktivisme pengetahuan siswa dibangun secara bertahap dan hasil yang diperoleh melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan yang diperoleh tidak hanya seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil dan diingat belaka, melainkan siswa harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan tersebut barulah kemudian memberi makna melalui pengalaman yang nyata.
Dengan dasar tersebut pembelajaran harus dikemas menjadi proses ”mengkonstruksi” bukan ”menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif selama dalam prooses pembelajaran, sehingga siswa menjadi pusat kegiatan.
2. Inquiry (menemukan sendiri)
Inquiry  merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diperoleh dengan cara menemukan sendiri. Oleh sebab itu  proses pembelajaran yang dirancang guru harus berbentuk kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Langkah-langkah pembelajarannya dimulai dengan merumuskan masalah, mengamati, menganalisis, dan mengkomunikasikan.
3. Questioning (bertanya)
Questioning  merupakan strategi yang utama dalam pendekatan kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru yntuk mendorong, membeimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa.
4. Learning community (masyarakat belajar)
Learning community  merupakan salah satu teknik dalam pendekatan kontekstual. Dengan tekhnik ini pembelajaran diperolah dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui shering  antar teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Kegiatan ini akan terjadi bila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya dan tidak ada pihak yang menganggap dirinya yang paling tahu. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
5. Modeling (pemodelan)
Maksud dari pemodelan adalah pembelajaran dilakukan dengan menampilkan model yang bisa dilahat, dirasa dan bahkan bisa ditiru oleh siswa. Dalam praktiknya guru bukan merupakan satu-satunya model. Karena model yang disampaikan akan menjadi standar kompetensi yang akan dicapai, maka jika guru tidak mampu menjadi model jangan sekali-kali memaksakan diri. Guru dapat mendatangkan model dari luar. Model tersebut bisa dari siswa yang dianggap mampu, atau para pakar ke dalam kelas.
6. Reflection ( refleksi)
Reflection  adalah cara berfikir tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian , aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Tujuan dari kegiatan refleksi ini adalah untuk melihat sudah sejauh mana pengetahuan yang dibangun sebelumnya dapat mengendap di benak siswa. Oleh sebab itu kegiatan refleksi ini harus selalu dilakukan sebelum guru mengakhiri proses pembelajaran untuk setiap kali pertemuannya.

7.       Authentic Assessment (penilan yang sebenarnya)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kegiatan ini perlu dilakukan guru untuk mengetahui dan memastikan bahwa siswa telah mengalami proses pembelajaran dengan benar. Dan apabila dari hasil assessment ini diketahui siswa mengalami kesuliatan dalam menguasai kompetensi, maka guru harus segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa dapat menguasai kompetensi yang telah ditetapkan.

UU sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 26 ayat 3



Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pel
engkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta p
endidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan,
kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri
, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui
proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunj
uk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonforma
l sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5
), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Nilai-nilai inti kebudayaan menurut Thomas Hickema (Tilar : 2000)

Peran guru dalam menerapkan nilai-nilai sebagai inti kebudayaan menurut Thomas Hickema (Tilar : 2000) adalah :
1. pendidik haruslah menjadi seorang model dan skaligus menjadi
mentor dari peserta didik dalam mewujudkan nilai-nilai moral
didalam kehidupan sekolah.
2. masyarakat sekolah haruslah merupakan masyarakat bermoral.
Apabila kita berbicara mengenai budaya kampus (campus culture)
maka kampus bukan semata-mata untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, tetapi juga kejujuran, kebenaran, dan
pengabdian kepada kemanusiaan. Oleh karena itu kampus menjadi
pelopor dari perubahan kebudayaan secara total yaitu bukan hanya
nilai-nilai ilmu pengetahuan dan tegnologi, tetapi juga tempat
persemaian dari pengembangan nilai-nilai moral kemanusiaan.
3. mempraktekkan disiplin moral. Moral adalah sesuatu yang
restrictive, artinya bukan sekedar sesuatu yang diskriptif tentang
sesuatu yang baik, tetapi sesuatu yang mengarahkan perilaku dan
pikiran seseorang untuk berbuat baik.
4. menciptakan situasi demokratis diruang kelas. Salah satu kondisi
pelaksanaan kehidupan moral ialah menciptakan situasi dimana
perilaku moral bisa terwujud.
5. mewujudkan nilai-nilai melalui kurikulum.
6. menciptakan budaya bekerjasama.
7. menumbuhkan kesadaran karya.
8. mengembangkan refleksi moral.
9. menganjurkan resolusi konflik.