My Blog List

Sunday, November 23, 2014

Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)





Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery(penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner  menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
  1. identifikasi kebutuhan siswa;
  2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
  3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
  4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
  5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
  6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
  7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
  8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
  9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
  10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
  11. membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
  1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
  2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
  3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
  4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;
  5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode discovery (penemuan) terbimbing (guided discovery).

DEFINISI, PENYEBAB DAN JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR

DEFINISI, PENYEBAB DAN JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR



Kata Pengantar
            Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberika rahmat serat karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “DEFINISI, PENYEBAB DAN JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR”.
            Makalah ini berisikan tentang informasi kesulitan belajar atau yang lebih khususnya membahas definisi kesulitan belajar, penyebab kesulitan belajar, dan jenis-jenis kesulitan belajar. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang kesulitan belajar.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Indralaya, 30 November 2011




Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................1
Daftar Isi...................................................................................................................2
Bab I Pendahuluan...................................................................................................3
            Latar Belakang.............................................................................................3
Tujuan..........................................................................................................3
            Rumusan Masalah........................................................................................3
Bab II Pembahasan...................................................................................................4
            Definisi anak berkesulitan belajar................................................................4
            Klasifikasi anak berkesulitan belajar...........................................................6
            Penyebab anak berkesulitan  belajar............................................................7
Bab III Penutup........................................................................................................9
            Kesimpulan..................................................................................................9
            Saran.............................................................................................................9
Daftar Pustaka..........................................................................................................9
Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
o   Dalam kehidupan sekolah ada sebagian anak yang berkesulitan belajar
o   Perlu adanya pelayanan khusus untuk Anak berkesulitan belajar
B.     Tujuan
o   Mengetahui pengertian Anak Berkesulitan Belajar
o   Mengetahui klasifikasi anak berkesulitan belajar
o   Mengetahui penyebab anak berkesulitan belajar
                                                                
C.     Rumusan Masalah
o   Apa pengertian anak berkesulitan belajar?
o   Sebutkan klasifikasi anak berkesulitan belajar?
o   Apa saja penyebab anak berkesulitan  belajar?
Bab II
Pembahasan
Definisi, Penyebab dan Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
1.      Definisi kesulitan belajar
Istilah yang digunakan untuk menyebut  Anak Berkesulitan Belajar (ABB) cukup beragam. Kelompok ahli bidang medis menyebutnya dengan istilah brain dysfunction, kelompok ahli psycholinguistic  menggunakan istilah language disorders, dan selanjutnya dalam bidang pendidikan ada yang menyebutnya dengan istilah educationally handicapped. Namun istilah umum yang sering digunakan oleh para ahli pendidikan adalah learning disabilities (Donal, 1967:1) yang diartikan sebagai “kesulitan belajar”. Oleh karena sifat kelainannya yang spesifik, kelompok anak yang mengalami kesulitan belajar ini disebut specific learning disabilities, yaitu kesulitan bekajar khusus (painting, 1983:krik, 1989).
Dalam dunia pendidikan digunakan istilah educationally handicapped karena anak-anak ini mengalami kesulitan belajar dalam mengikuti proses pendidikan sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan secara khusus (special education) sesuai dengan bentuk dan derajat kesulitannya (Hallahan da Kauffman, 1991). Layanan pendidikan yang khusus yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga dalam strategi atau pendekatan bantuannya.
Istilah yang digunakan oleh para medis adalah brain injured, minimal brain dysfunction dengan alasan bahwa dari hasil deteksi secara medis anak-anak berkesulitan belajar mengalami penyimpangan dalam perkembangan dalam perkembangan otaknya yang diakibatkan oleh adanya masalah pada saat persalinan atau memang sejak dalam kandungan mengalami penyimpangan. Sementara itu para ahli bahasa menyebutnya dengan istilah language disorder karena anak-anak berkesulitan belajar  mengalami gangguan dalam berbahasa. Gangguan bahasa yang dimaksud, meliputi berbahasa ekspresif, taitu kemampuan mengemukakan ide atau pesan secara lisan, dan berbahasa reseptif, yaitu kemampuan menangkap ide atau pesan orang lain yang disampaikan secara lisan
Adapun pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus, sebagaimana dijelaskan oleh canadian association dir children and adults with learning disabilities (1981) adalah mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya termasuk rata-rata, sedikit diatas rata-rata atau sedikit dibawah rata-rata, dan apabila kecerdasannya lebih rendah dari kondisi tersebut bukan lagi termasuk learning disabilities.
Public law (Hallahan  dan Kauffman 1991:126) menjelaskan tentang “specivic learning disabilities” sebagai gangguan pada suatu proses pada psikologis dasar atau yang lebih terlihat didalam penggunaan bahasa lisan dan tulis dengan wujud, seperti tidak kesempurnaan mendengar, memikirkan, membicarakan, membaca, menulis, mengucapkan atau melakukan penghitungan matematis.
The national joint committe for learning disabilities (NJCLD) mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan yang heterogen yang berupa kesulitan nyata dalam menggunakan pendengaran, percakapan, membaca, menulis, berpikir, dan kemampuan matematika.
Memperhatikan pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus tersebut, tergambar bahwa sumber penyebabnya, yaitu “disfungsi sistem saraf pusat”. Kondisi “disfungsi” menunjukan adanya gangguan fungsi dari sistem saraf sehingga tidak berperan sebagaimana mestinya. Gangguan ini terjadi pada aspek organis, dan pada proses psikologis dasar berupa gangguan berbahasa, artikulasi, membaca, menulis ekspresif dan berhitung tidaklah bersifat permanen sehingga memungkinkan kembali berfungsi optimal manakala memperoleh layanan yang sesuai.
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak atau dalam psikologis dasar sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya  secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.
2.      KLASIFIKASI KESULITAN BELAJAR
Krik dan Gallagher (1989:187) menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibedakan dalam 2 kategori besar, yaitu (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
            Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan, mencakup gangguan perhatian, ingatan, motorik dan persepsi, bahasa, dan berpikir, sedangkan kesulitan belajar akademik mencakup kesulitan membaca, menulis, dan berhitung atau matematika.
            Kesulitan belajar dalam perkembangan dapat mempengaruhi proses untuk menerima, menginterpretasikan, dan merespons stimulus dari ligkungannya.
            Kesulitan belajar akademik merupakan suatu kondisi tang secara signifikan menghambat proses bekajar membaca, menulis, dan operasi berhitung. Rendahnya prestasi tersebut bukan disebabkan oleh keterbatasan mental ( tunagrahita), gangguan emosi yang serius atau gangguan sensori atau keterasingan dari lingkungan.
Klasifikasi anak berkesulitan belajar berdasrkan pada tingkat usia dan juga jenis kelamin, yaitu:
·         Kesulitan belajar perkembangan
ü  Usia dibawah 5 tahun (balita)
ü  Dikarenakan belum belajar secara akademis
ü  Belajar dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti:
Ø  Kematangan persepsi visual auditory
Ø  Kematangan persepsi wicara
Ø  Kematangan persepsi daya diferensiasi
Ø  Kematanga persepsi kemampuan sensory-motor
·         Kesulitan belajar akademik
ü  Usia diatas 6 tahun
ü  Disebabkan karena kesulitan belajar akademik
ü  Secara spesifik yaitu kesulitan dalm satu jenis/bidang akademik, seperti:
Ø  Berhitung/ matematika (diskalkulia)
Ø  Kesulitan membaca (dileksia)
Ø  Kesulitan menulis (disgrapia)
Ø  Kesulitan  berbahasa (dysphasia)
Ø  Kesulitan/ tidak terampil (dispraksia)
3.      PENYEBAB KESULITAN  BELAJAR
Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar (learning disabilities) . Namun, secara tegas dikemukakan oleh Roos (1976), Siegel, dan Gold (1982), serta Painting (1983), bahwa kesulitan belajar khusus desebabkan oleh disfungsi sistem saraf yang disebabkan oleh: (1) cedera otak pada masa perkembangan otak, (2) ketidakseimbangan zat-zat kimiawi didalam otak, (3) gangguan perkembangan saraf, (4) kelambatan proses perkembangan individu.
Ahli lain, yaitu Hallahan dan Kauffman(1991:127-128) mengemukakan 3 faktor penyebab kesulitan belajar, yaitu:
·       Faktor organis/ biologis
Banyak ahli yangmeyakini bahwa timbulnya kesulitan belajar khusus pada anak-anak disebabkan oleh adanya disfungsi dari sistem saraf pusat.
·         Faktor genetis
Munculnya anak-anak berkesulitan belajar khusus, dapat disebabkan oleh faktor genetis sebagaimana dikemukakan oleh Finucci dan Child (1983). Sementara hasil dari penelitian Olson, Wise, Conners, Rack dan Fulker (1989) ditemukan bahwa pada anak-anak yang kembar identik (kembar siam) banyak yang mengalami kesulittan membaca.
·         Faktor lingkungan
Anak yang berkesulitan belajar yang disebabkan faktor lingkunga sulit untuk di dokumentasikan, meskipun demikian sering dijumpai adanya masalah dalam belajar yang disebabkan oleh faktor lingkungankondisi keluarga yang tidak menunjang atau guru-guru yang tidak mepersiapkan program pengajaran dengan baik.
Dari hasil penelitian para ahli diagnostik lain, ditemukan 4 faktor yang dapat memperberat gangguan dalam belajar, antara lain:
·         Kondisi fisik
Meliputi gangguan visual, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan dan orientasi ruang, body image yang rendah, hiperaktif, serta kurang gizi.
·         Faktor lingkungan
Lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat yang tidak baik akan menghambat perkembangan sosial, psikologis  dan pencapaian prestasi akademis.
·         Faktor motivasi dan afeksi
Anak yang selalu gagal pada suatu mata pelajaran atau bebrapa akan cenderung menjadi tidak percaya diri, mengabaikan tugas, dan rendah diri.
·       Kondisi psikologis
Kondisi psikologis meliputi gangguan perhatian, persepsi visual, persepsi pendengaran, persepsi motorik, ketidakmampuan berpikir, dan lambat dalam kemampuan berbahasa.
Bab III Penutup
a.       Kesimpulan
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak atau dalam psikologis dasar sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya  secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.
            Kesulitan belajar dibedakan dalam 2 kategori besar, yaitu (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
            Kesulitan belajar khusus desebabkan oleh disfungsi sistem saraf yang disebabkan oleh: (1) cedera otak pada masa perkembangan otak, (2) ketidakseimbangan zat-zat kimiawi didalam otak, (3) gangguan perkembangan saraf, (4) kelambatan proses perkembangan individu.
Hallahan dan Kauffman(1991:127-128) mengemukakan 3 faktor penyebab kesulitan belajar, yaitu:
·                     Faktor organis/ biologis
·                     Faktor lingkungan
·                     Faktor motivasi dan afeksi
·                     Faktor psikologis
b.      Saran
Anda juga  bisa mencari dari sumber lain mengenai materi ini,sehingga wawasan dan referensi anda akan luas mengenai materi ini.
Daftar Pustaka
Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka

PERKEMBANGAN ANAK TUNALARAS



1.      Perkembangan Kognitif
Masalah gangguan emosi anak tunalaras dapat menyebabkan kehilangan minat dan konsentrasi belajar sehingga prestasinya rendah di sekolah. Kelemahan dalam perkembangan kecerdasan ini menjadi penyebab timbulnya gangguan tinkah laku. Pada dasarnya seorang anak tidak ingin berbeda dengan temannya tetapi jada saaatnya anak tersebut tidak mampu untuk menyamai temannya, sehingga menimbulkan masalah. Ketidakmampuan tersebut dapat menjadikan anak frustasi dan kehilangan kepercayaan diri, sehingga anak akan terjerumus ke hal-hal yang negatif seperti, membolos, lari dari rumah, berkelahi, dsb. Selain itu anak dapat memperhitungkan sebab akibat suatu perbuatan dan mudah terpengerahi oleh hal-hal negatif.
Anak yang berintelegensi tinggi juga memiliki masalah delam penyesuaian diri dengan teman-temannya. Anak mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok anak yang lebih tua tetapi sejajar dalam kemampuan mentalnya, hal ini disebabkan ketidaksejajaran antara perkembangan intelegensi dengan kemampuan sosialnya. Masalah lain yang dihadapi  oleh anak yaitu sikap tidak mau kalah dengan orang lain. Anak tersebut selalu ingin menang sendiri dalam berbagai kegiatan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak tunalaras mempunyai perkembangan intelegensi yang tidak berbeda dengan dengan anak pada umumnya ada yang berintelegensi rendah, sedang, dan tinggi.
2.      Perkembangan Kepribadian
Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai suatu organisasi yang dinamis pada sestem psikofisis individu yang ikut menentukan cara yang unik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kepribadian dapat menyebabakan sesseorang berperilaku menyimpang, karena kepribadian akan mewarnai peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai kelompok dan mempengaruhi kesadarannya.
Sejak lahir setiap orang sudah dibekali dengan berbagai kebutuhan dasar yang menuntut pemenuhan kebutuhan dan setiap orang berusaha memenuhinya yang diwujudkan dalam besrvagai lingkungannya. Apabila usaha pemenuhan tidak sesuai dengan norma sosial, dapat terjadi konflik psikis. Dan apabila gagal, stabilitas emosinya akan terganggu kemudian mendoraong terjadinya perilaku menyimpang.
3.      Perkembangan Emosi
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari kelainan tingkah laku anak tunalaras ciri-cirinya yaitu kehidupan emosi anak ang tidak stabil, kemampuan mengekspresikan emosi dan pengendalian diri yang kurang. Terganggunya kehidupan emosi ini merupakan akibat ketidakberhasila anak dalam melewati fase perkembagan. Penelitian para ahli menunjukkan bahwa kehidupan emosi pada awal perkembangan individu sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan selanjutnya.
Kematangan emosional anak ditentukan dari hasil interaksi dengan lingkungannya, di mana anak belajar tentang bagaimana emosi itu hadir dan bagaimana cara untuk mengekspresikannya. Perkembangan emosi ini berlangsung terus menerus sesuai perkembangan usia, akan banyak pula pengalaman emosional yang diperoleh anak. Tetapi anak tunalaras tidak mampu belajar dengan baik dalam merasaka dan menghayati emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan emosinya bervariasi. Mereka juga kurang mampu mengendalikan emosi dan aka menimbulkan penyimpangan tingkah laku, misalnya mudah marah, mudah tersinggung, kurang mampu perasaan orang lain, dsb. Perasaan seperti ini akan mengganggu situasi belajar dan mengakibatkan prestasi belajar yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki, sehingga memerlukan pengajaran remedial. Fokus bantuan bagi mereka dala mengatasi kesulitan belajar. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh para pengelola pendidikan dalam usaha memunculkan motivasi belajara bagi anak tunalaras, yaitu :
a.       Pengaturan lingkungan belajar
b.      Mengadakan kerjasama dengan lembaga lain/ lembaga pendidikan umumnya
c.       Tempat layanan pendidikan
4.      Perkembangan Sosial
Sejak lahir manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi ini berkembang sesuai dengan pola atau tahapan-tahapan perkembangan. Lingkungan yang menyenangka akan mendorong tumbuhnya perasaan mempercayai sesuatu (trust) yang kemudian akan berkembang ke lingkungan yang masih luas. Sebaliknya lingkungan yang tidak memuaskan pengalaman psikologis yang kurang menyenangkan akan menimbulkan perasaan tidak mempercayai sesuatu (intrust). Anak tunalaras memiliki hambatan dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain, tetapi ada saatnya jmereka dapat menjalin hubungan yang erat dengan temannya dan membentuk suatu kelompok yang kompak.
Ketidakmampuan anak tunalaras dalam melalui interaksi sosialyang baik dengan lingkungannya desebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangakan. Pada waktu memasuki tahapan perkembangan baru anak akan dihadapkan pada tantangan yang timbul dari lingkungan agar egonya menyesuaikan diri. Oleh karena itu pada setiap pencapaian tahap perkembangan baru anak menghadapi krisis emosi. Apabila egonya mampu menghadapi krisis tersebut anak akan mengalami kematangan dan mampu menyesuaikan diri dengan baik. Emosi atau perasaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan hubungan antarindividu. Gangguan emosi akan diperlihatkan dalam hubungannya dengan orang lain dalam bentuk kecemasan, agresif, dan impulsif. Keadaan ini dapat terjadi dalam berbagai lingkungan, baik di rumah atau di sekolah. Jarak yang memisahkan hubungan anak dengan lingkungannya mula-mula bersifat objektif, akan tetapi kemudian menjadi bersifat subjektif. Hal ini tergantung kepada bagaimana sikap anak, penghayatan anak akan dirinya (self-concept), dan penghayatan ank terhadap lingkungan sosialnya.
Anak tunalaras memiliki penghayatan yang keliru, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan sosialnya. Mereka menganggap dirinya tidak berguna bagi orang lain dan merasa tidak berperasaan. Di antara bentuk-bentuk kelainan tingkah laku, anak yang cemas dan menarik diri memiliki ancaman yanag lebih besar terhadap dirinya daripada lingkungan sosialnya. Karena mereka yang menunjukkan tingkah laku yang mengganggu dan tidak terlalu menimbulkan masalah bagi orang lain sehingga kurang menarik perhatian.
Masalah yang dihadapi anak yang menarik diri ini adalah pengendalian dan kelenturan ego. Dalam dirinya tampak suatu keadaan tidak berdaya yang dipelajari (learned helplessness) yang dapat menimbulkan masalah serius bila ia mengalami kekecewaan, ia merasa bahwa kekecewaan adalah bagian dari dirinya. Anak dengan masalah ini mempunyai konsep yang dimikian rendah sehingga kegagalan dalam tugas sekolah atau kehidupan sosialnya hanya menunjukkan ketidakberdayaan di hadapan lingkungannya. Penampilan yang buruk dalam suatu situasi mungkin akan dilakukannya lebih buruk lagi hanya karena ia merasa pesimis dengan diri dan kemampuannya lebih buruk lagi lagi hanya karena ia merasa pesimis dengan diri dan kemampuannya. Perasaan dan sikap rendah diri nampak menonjol dalam penampilan mereka.

  Sumber : Dra. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi, 2006, Psikologi Anak Tunalara, Bandung : PT Refika Aditama

mean modus dan kuartil

  1. rata-rata hitungnya … X = 10
  2. Tentukan mediannya … Med = 10
  3. Tentukan Modusnya … Mod = 10

Untuk soal No 13 – 18 gunakan tabel berikut ini
X 255 265 275 285 295 305 350
F 8 10 16 15 10 8 3

  1. Tentukan Mean dari data di atas … Mean = 10
  2. Tentukan modus dari data di atas …Mod = 8
  3. Tentukan kuartil bawah dari data di atas …
K1      =1(70+1)/4
= 71/4
= 17,75

  1. Tentukan kuartil atas dari data di atas …
K4=4(71)/4  = 71
  1. Tentukan P1 dari data di atas …
K4=4(71)/4  = 71
  1. Tentukan P5 dari data di atas …
P5 = 5/100(70+1)=3,55

  1. II. Aplikasi Ms Excell dan SPSS dalam Statistika Deskriptif
Dari tabel no 1 carilah mean, median, modus, keartil pertama, desil ke-4 dan Persentil ke-60 dengan menggunakan aplikasi Ms Excell & SPSS.

MODEL LAYANAN PENDIDIKANANAK TUNALARAS, ANAK BERKESULITAN BELAJAR KHUSUS DAN ANAK BERBAKAT

MODEL LAYANAN PENDIDIKAN ANAK TUNALARAS,
ANAK BERKESULITAN BELAJAR KHUSUS DAN ANAK BERBAKAT
 
A.  Layanan Pendidikan Anak Tunalaras
1.      Bentuk atau model layanan dan teknik pendekatan
Sehubungan dengan model yang digunakan dalam memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan jenis-jenis model pendekatan sebagai berikut :
a.       Model biogenetik
Model ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa gangguan perilaku disebabkan oleh kecacatan geniti atau biokimiawi sehingga penyembuhannya ditekankan pada pengobatan, diet, olahraga, operasi, atau mengubah lingkungan.
b.      Model behavioral (tingkah laku)
Model ini mempunyai asumsi bahwa gangguan emosi merupakan indikasi ketidakmampuan menyesuaikan diri yang terbentuk, bertahan, dan mungkin berkembang karena berinteraksi dengan lingkungan, baik di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, penanganannya tidak hanya ditujukan kepada anak, tetapi pada lingkungan tempat anak belajar dan tinggal.
c.       Model psikodinamika
Model ini berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang atau gangguan emosi disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang terjadi dalam proses perkembangan kepribadian. Oleh karena itu, untuk mengatasi gangguan perilaku itu dapat diadakan pengajaran psikoedukasional, yaitu menggabungkan usaha membantu anak dalam mengekspresikan dan mengendalikan perasaannya.
d.      Model ekologis
Model ini menganggap bahwa kehidupan ini terjadi karena adanya interaksi antar individu dengan lingkungannya. Gangguan perilaku terjadi karena adanya disfungsi antara anak dengan lingkungannya. Oleh karena itu, model ini menghendaki dalam memperbaiki problem perilaku agar mengupayakan interaksi yang baik antara anak tentang lingkungannya.
Beberapa teknik pendekatan yang digunakan dalam mengatasi masalah perilaku, diantaranya adalah :
a)    Perawatan dengan obat
Kavale dan Nye (1984) mengemukakan bahwa obat-obatan dapat mengurangi atau menghilangkan gangguan perilaku.
b)   Modifikasi perilaku
Ada beberapa langkah dalam melaksanakan modifikasi perilaku, yaitu :
1)      Menjelaskan perilaku yang akan diubah;
2)      Menyediakan bahan yang mengharuskan anak duduk diam;
3)      Mengatakan perilaku yang diterima.
c)    Strategi psikodinamika
Tujuan utama pendekatan psikodinamika adalah membantu anak menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan, dan kekuatannya sendiri.
d)   Strategi ekologi
Pendukung teknik, mengasumsikan bahwa dengan diciptakannya lingkungan yang baik maka perilaku anak akan baik pula.
  1. Tempat layanan
a.    Tempat khusus
Tempat dikenal dengan Sekolah Luar Biasa Anak Tunalaras (SLB-E). Sama halnya dengan sekolah luar biasa yang lain SLB-E memiliki kurikulum dan struktur pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan anak tunalaras.
b.   Tempat integrasi (terpadu)
Dari banyak jenis anak tunalaras, ada 3 jenis yaitu hyperactive, distraktibilitas, dan impulsitas yang kemungkinan banyak dijumpai di sekolah biasa, dimana mereka belajar bersama-sama dengan anak normal. Oleh karena itu, pada uraian berikut akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan dengan layanan anak-anak tersebut.
1)        Hiperaktif
Ciri-ciri anak hiperaktif adalah sebagai berikut.
·      Gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tak mau diam sepanjang hari, bahkan waktu tidur ada yang melakukan gerak di luar kesadaran;
·      Suka mengacau teman-teman sebayanya, dalam bertindak hanya menurutkan kata hatinya sendiri, dan mudah tersinggung;
·      Sulit memperhatikan dengan baik.
Beberapa cara/teknik dalam mengadakan layanan untuk anak hiperaktif ini antara lain:
a.    Medikasi
Medikasi yang sering dipakai adalah penggunaan obat-obat perangsang saraf terutama yang ada kaitannya dengan penenangan.
b.   Diet
Diet yang dianjurkan adalah pantangan berbagai macam makanan, termasuk makanan yang mengandung zat pewarna atau penyedap rasa tiruan yang dapat menyebabkan hiperaktif.
c.    Modifikasi tingkah laku
Perilaku juga akan dapat diubah dan dikendalikan dengan mengatur pola interaksi antara individu dengan lingkungannya.
d.    Lingkungan yang terstruktur
Pada dasarnya pendekatan ini menekankan pengaturan lingkungan belajar anak sehingga tidak menjadi penyebab munculnya perilaku hiperaktif.
e.    Modeling
Sistem meniru dapat dipakai untuk mengurangi perilaku hiperaktif. Prosedur yang dipakai adalah dengan menyuruh anak normal di kelas untuk member contoh perilaku yang baik.
f.    Biofeedback
Biofeedback merupakan teknik pengendalian perilaku atau proses biologis internal dengan cara memberi informasi kepada anak mengenai kondisi perilaku dan tubuhnya.
2)        Distraktibilitas
Distraktibilitas merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien. Ada 3 distraktibilitas, yaitu :
a.    Short attention span dan frequent attention shifts
b.    Underselection attention
c.    Overselective attention
Ada beberapa cara yang digunakan dalam memberi layanan kepada anak-anak tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut.
1.   Lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali.
2.   Modifikasi materi dan strategi pembelajaran
3.   Modifikasi tingkah laku.
3)        Impulsivitas
Seseorang dikatakan impulsif jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi sosial maupun tugas-tugas akademik.
Adapun beberapa metode untuk mengendalikan impulsif, diantaranya :
a.    Melatih verbalisasi aktivitasnya untuk menendalikan perilakunya;
b.   Modifikasi tingkah laku;
c.    Mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak, antara lain keterampilan memusatkan perhatian, menghindari gangguan/stimulasi pengganggu, mengembangkan keterampilan mengingat, menghargai perasaan;
d.   Mendiskusikan perilaku anak antara guru dengan anak itu sendiri untuk memperoleh pemahaman akan masalah perilaku anak itu;
e.    Wawancara dengan anak segera setelah perilaku terjadi untuk melihat apa yang telah terjadi, mengapa terjadi, dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah.
  1. Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras
Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras relatif sama dengan fasilitas pendidikan untuk anak normal pada umumnya. Fasilitas ruangan kelas tidak menggunakan benda-benda kecil yang terbuat dari bahan yang keras, sehingga mempermudah mereka untuk mengambil dan melemparnya. Fasilitas lain lebih berkaitan dengan ruangan terapi dan sarana terapi. Terapi tesebut meliputi :
·      Ruangan fisioterapi dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih diarahkan pada upaya peregangan otot dan sendi, dan pembentukan otot, misalnya: barbel, box tinju, dan sebagainya.
·      Ruangan terapi bermain dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih diarahkan pada model terapi sublimasi dan latihan pengendalian diri. Misalnya puzzle dan boneka .
·      Ruangan terapi okupsi dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih diarahkan pada pembentukan keterampilan kerja dan pengisian pengisian waktu luang sesuai dengan kondisi anak.
B.  Layanan Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar Khusus
1.      Bentuk atau model layanan
Menurut Jerome Rosner (1993) dikutip dalam Suparno ada tiga macam layanan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar khusus, yaitu :
a.       Layanan Remidiasi
Layanan remidiasi terfokus pada upaya menyembuhkan, mengurangi, bahkan kalau mungkin mengatasi kesulitan yang dialami anak. Dalam layanan ini anak dibantu dalam keterampilan perseptual dan kecakapan dasar berbahasa, sehingga ia mampu memperoleh kemajuan belajar yang normal. Dalam layanan remidiasi ini sering digunakan beberapa teknik dalam modifikasi perilaku, diantaranya dengan pemberian penguatan, atau teknik lain yang sesuai dengan kebutuhan anak.
b.      Layanan Kompensasi
Layanan kompensasi diberikan dengan cara menciptakan lingkungan belajar khusus di luar lingkungan belajar yang normal, sehingga memungkinakan anak memperoleh kemajuan dalam pembentukan perceptual dan bahasa. Dalam melaksanakan layanan kompensasi, Kartadinata dkk (1998/1999) memberikan patokan atau rambu-rambu sebagai berikut :
§  Pahami dan pastikan anak memiliki pengetahuan factual yang diperlukan dalam mempelajaru bahan ajar;
§  Batasi jumlah informasi baru pada hal-hal yang tercantum dalam bahan ajar, sampaikan sedikit demi sedikit;
§  Sajikan informasi dengan jelas tentang apa yang harus dipelajari oleh anak;
§  Nyatakan secara eksplisit bahwa informasi yang diajarkan berkaitan dengan informasi yang telah dimiliki anak dan sedapat mungkin menggunakan contoh (konkret).
§  Jika anak sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan dia ke unit-unit yang lebih besar;
§  Siapkan pengalaman ulang anak untuk memperkuat informasi baru dalam ingatan anak;
§  Lakukan drill, latihan efektif dengan melibatkan seluruh indra untuk membuat persepsi yang sempurna, yaitu dengan jalan mendengar, membaca, menulis, dan berbuat.
c.       Layanan Prevensi
Layanan prevensi adalah layanan yang diberikan sebelum anak mengalami ketunacakapan belajar di sekolah. Layanan ini diawali dengan melakukan identifikasi terhadap aspek-aspek yang dimungkinkan menyebabkan ketunacakapan belajar. Langkah yang dilakukan dalam layanan ini diawali dengan memberikan tes kemampuan dasar anak dalam membaca, menulis, berhitung, dan melakukan koordinasi gerak. Langkah selanjutnya dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi anak, diantaranya pemeriksaan kesehatan, perkembangan, penglihatan dan pendengaran, keterampilan dan perseptual.
2.      Fasilitas Pendidikan Untuk Anak Berkesulitan belajar Khusus
Fasilitas yang diperlukan untuk anak berkesulitan belajar khusus diantaranya adalah tersedianya perpustakaan yang dilengkapi dengan berbagai koleksi buku yang dapat membantu anak untuk mengatasi kesulitan belajarnya, tersedianya berbagai media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak, tersedianya ruang laboratorium, tenaga pengajar, dan sebagainya.
C.  Layanan Pendidikan Anak Berbakat
1.      Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berbakat sangat mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan strategi pembelajaran adalah sebagai berikut.
a.    Pembelajaran anak berbakat harus diwarnai dengan kecepatan dan kompleksitas yang lebih sesuai dengan kemampuannya yang lebih tinggi dari anak normal.
b.    Pembelajaran pada anak berbakat tidak saja mengembangkan kecerdasan intelektual semata, tatapi pengembangan kecerdasan emosional juga patut mendapat perhatian.
c.    Pembelajaran anak berbakat berorientasi pada modifikasi proses, isi, dan produk. Sehubungan dengan itu, M. Soleh YAI (1996) mengemukakan tiga jenis modifikasi sebagai berikut.
·      Modifikasi proses adalah metodologi atau cara guru mengajar termasuk cara mempresentasikan isi materi kepada siswa yang berorientasi kepada berpikir tingkat tinggi, banyak pilihan, mengupayakan penemuan, dan sebagainya.
·      Modifikasi isi adalah modifikasi dalam materi pembelajaran baik berupa ide, konsep, maupun fakta.
·      Modifikasi produk atau hasil adalah produk kurikulum yang tidak dapat dipisahkan dari isi materi dan proses pembelajaran yang dikembangkan dan merupakan hasil dari proses yang dievaluasi untuk menentukan efektivitas satu program.
2.      Bentuk atau model layanan
Model-model layanan yang dimaksud disini adalah model yang mengarah pada perkembangan anak berbakat diantaranya layanan perkembangan kognitif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus. Berikut akan dikemukakan apa dan bagaimana implementasi dari model-model itu (adaptasi dari Conny Semiawan, 1995) :
a.       Model layanan kognitif-afektif
Sasaran akhir dari model ini adalah pengembanagn bakat. Metode atau cara dalam melaksanakan model tersebut, yaitu dengan cara pemberian stimulus langsung pada belahan otak kanan, dan metode tak langsung dengan menghayati pengalaman belajar atau percakakapan tertentu secara mendalam.
b.      Model layanan perkembangan moral
Sasaran model ini adalah tercapainya kemandirian moral atau tanggung jawab moral yang diperoleh melalui sosialisasi dan individualisasi dalam kaitan manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Usaha mengimplementasikan model ini adalah sekolah harus menciptakan suasana dengan mengacu pada kemampuan berpikir, yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip dan kepedulian terhadap yang lain.
c.       Model perkembangan nilai
Model ini memperhatikan peranan kehidupan afektif (emosional) sehari-hari seperti rasa senang, sedih, takut, bangga, malu, rasa bersalah, dan bosan. Perasaan-perasaan ini membentuk sikap seseorang dan sebaliknya perkembangan nilai erat hubungannya dengan perkembangan sikap dan merupakan kerangka pembentukan moral seseorang.
d.      Layanan berbagai bidang khusus
Bidang-bidang khusus ini adalah kepemimpinan, seni rupa dan seni pertunjukan
Menurut Kartadinata dikutip dalam Suparno (2010 : 5.17), layanan pendidikan bagi anak berbakat di SD dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penjaringan dan tahap seleksi. Setelah teridentifikasi keberbakatan anak, langkah selanjutnya adalah menentukan layanan pendidikan bagi mereka. Ada berbagai macam layanan bagi anak berbakat, yaitu :
1)   Layanan akselerasi, yaitu layanan tambahan untuk mempercepat penguasaan kompetensi dalam merealisasikan bakat anak.
2)   Layanan kelas khusus, yaitu anak yang berbakat unggul dikelompokkan dalam satu kelas dan diberikan layanan tersendiri sesuai dengan bakat mereka.
3)   Layanan kelas unggulan, sama dengan layanan kelas khusus hanya saja berbeda dalam model pengayaannya.
4)   Layanan bimbingan sosial dan kepribadian
3.      Fasilitas pendidikan untuk anak berbakat
Fasilitas untuk anak berbakat tidak hanya terbatas pada kelas dan segala alat pendukungnya, namun juga fasilitas atau sarana keberbakatan itu sendiri, seperti ruangan sumber belajar beserta alat-alatnya, sanggar, aula, komputer, alat musik, alat seni lainnya dan tenaga pengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Suparno (dkk). Tanpa tahun. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Banjarmasin : Pendidikan Jarak Jauh Kerjasama Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan dengan FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
IGAK, Wardani (dkk). 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta : Universitas Terbuka.