My Blog List

Sunday, November 23, 2014

PENILAIAN OTENTIK

PENILAIAN OTENTIK

Penilaian Otentik
1. Pengertian Penilaian Otentik
Sesuai dengan karakteristiknya penerapan kurikulum 2004 diiringi oleh sistem penilaian sebenarnya, yaitu penilaian berbasis kelas. Pendekatan penilaian itu disebut penilaian yang sebenarnya atau penilaian otentik (authentic assesment) (Nurhadi, 2004: 168).
Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai (Nurhadi, 2004: 172).

Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segara bisa mengambil tindakan yang tepat. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, asesmen tidak hanya dilakukan di akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti EBTA/Ebtanas/UAN), tetapi dilakukan bersama dan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168).
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assesment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168).
2. Karakteristik Penilaian Otentik
Beberapa karakteristik penilaian otentik adalah sebagai berikut:
a. penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran.
b. penilaian mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan nyata.
c. menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran, dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
d. penilaian harus bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran.
(Santoso, 2004).
Sedangkan Nurhadi mengemukakan bahwa karakteristik authentic assesment adalah sebagai berikut:
a. melibatkan pengalaman nyata (involves real-world experience)
b. dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
c. mencakup penilaian pribadi (self assesment) dan refleksi
d. yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta
e. berkesinambungan
f. terintegrasi
g. dapat digunakan sebagai umpan balik
h. kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas
(Nurhadi, 2004: 173).
3. Tujuan & Prinsip-prinsip Penilaian Otentik
Tujuan penilaian otentik itu sendiri adalah untuk: 1) menilai kemampuan individu melalui tugas tertentu, 2) menentukan kebutuhan pembelajaran, 3) membantu dan mendorong siswa, 4) membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik, 5) menentukan strategi pembelajaran, 6) akuntabilitas lembaga, dan 7) meningkatkan kualitas pendidikan (Santoso, 2004).
Sedangkan prinsip dari penilaian otentik adalah sebagai berikut:
a. Keeping track, yaitu harus mampu menelusuri dan melacak kemajuan siswa sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Checking up, yaitu harus mampu mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran.
c. Finding out, yaitu penilaian harus mampu mencari dan menemukan serta mendeteksi kesalahan-kesalahan yang menyebabkan terjadinya kelemahan dalam proses pembelajaran.
d. Summing up, yaitu penilaian harus mampu menyimpulkan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.
(Santoso, 2004).
4. Pelaksanaan Penilaian Otentik
Pada pelaksanaannya penilaian otentik ini dapat menggunakan berbagai jenis penilaian diantaranya adalah: 1) tes standar prestasi, 2) tes buatan guru, 3) catatan kegiatan, 4) catatan anekdot, 5) skala sikap, 6) catatan tindakan, 7) konsep pekerjaan, 8) tugas individu, 9) tugas kelompok atau kelas, 10) diskusi, 11) wawancara, 12) catatan pengamatan, 13) peta perilaku, 14) portofolio, 15) kuesioner, dan 16) pengukuran sosiometri (Santoso, 2004).
Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa menurut Nurhadi (2004: 174) adalah sebagai berikut:
a. proyek/kegiatan dan laporannya
b. hasil tes tulis (ulangan harian, semester, atau akhir jenjang pendidikan)
c. portofolio (kumpulan karya siswa selama satu semester atau satu tahun)
d. pekerjaan rumah
e. kuis
f. karya siswa
g. presentasi atau penampilan siswa
h. demonstrasi
i. laporan
j. jurnal
k. karya tulis
l. kelompok diskusi
m. wawancara

Model Pembelajaran Project Based Learning dan Kurikulum 2013

Apa kabar pembaca setia blog GRINDER CORPSE? Semoga kita semua selalu dalam lindunganNya untuk mengemban tugas mulia memajukan pendidikan anak bangsa untuk menyongsong era generasi emas di masa datang. Kali ini, kami ingin berbagi mengenai model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) dalam kaitannya dengan pendekatan saintifik (scientific approach) dan implementasi Kurikulum 2013. Yuk disimak.

Project Based Learning (Model Pembelajaran Berbasis Proyek)

Apakah model pembelajaran berbasis proyek itu? Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).

Saat ini pembelajaran di sekolah-sekolah kita masih lebih terfokus pada hasil belajar berupa pengetahuan (knowledge) semata. Itupun sangat dangkal, hanya sampai pada tingkatan ingatan (C1) dan pemahaman (C2) dan belum banyak menyentuh aspek aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).  Ini berarti pada umumnya, pembelajaran di sekolah belum mengajak siswa untuk menerapkan, mengolah setiap unsur-unsur konsep yang dipelajariuntuk membuat (sintesis) generaliasi, dan belum mengajak siswa mengevaluasi (berpikir kritis) terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya. Sementara itu, aspek keterampilan (psikomotor) dan sikap (attitude) juga banyak terabaikan.

project based learning

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

Di dalam pelaksanaannya, model pembelajaran berbasis proyek memiliki langkah-langkah (sintaks) yang menjadi ciri khasnya dan membedakannya dari model pembelajaran lain seperti model pembelajaran penemuan (discovery learning model) dan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning model). Adapun langkah-langkah itu adalah; (1) menentukan pertanyaan dasar; (2) membuat desain proyek; (3) menyusun penjadwalan; (4) memonitor kemajuan proyek; (5) penilaian hasil; (6) evaluasi pengalaman.

Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan menemukan apa sebenarnya pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar untuk memberikan tugas proyek bagi siswa (melakukan aktivitas). Tentu saja topik yang dipakai harus pula berhubungan dengan dunia nyata. Selanjutnya dengan dibantu guru, kelompok-kelompok siswa akan merancang aktivitas yang akan dilakukan pada proyek mereka masing-masing. Semakin besar keterlibatan dan ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan dalam proyek itu, akan semakin besar pula rasa memiliki mereka terhadap proyek tersebut. Selanjutnya, guru dan siswa menentukan batasan waktu yang diberikan dalam penyelesaian tugas (aktivitas) proyek mereka.

Dalam berjalannya waktu, siswa melaksanakan seluruh aktivitas mulai dari persiapan pelaksanaan proyek mereka hingga melaporkannya sementara guru memonitor dan memantau perkembangan proyek kelompok-kelompok siswa dan memberikan pembimbingan yang dibutuhkan. Pada tahap berikutnya, setelah siswa melaporkan hasil proyek yang mereka lakukan, guru menilai pencapaian yang siswa peroleh baik dari segi pengetahuan (knowledge terkait konsep yang relevan dengan topik), hingga keterampilan dan sikap yang mengiringinya. Terkahir, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi semua kegiatan (aktivitas) dalam pembelajaran berbasis proyek yang telah mereka lakukan agar di lain kesempatan pembelajaran dan aktivitas penyelesaian proyek menjadi lebih baik lagi.

ManfaatYang Dapat Diraih

Banyak sekali manfaat yang dapat diraih melalui penerapan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) ini, misalnya: (1) siswa menjadi pebelajar aktif; (2) pembelajaran menjadi lebih interaktif atau multiarah; (3) pembelajaran menjadi student centred); (4) guru berperan sebagai fasilitator; (5) mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; (6) memberikan kesempatan siswa memanajemen sendiri kegiatan atau aktivitas penyelesaian tugas sehingga melatih mereka menjadi mandiri; (7) dapat memberikan pemahaman konsep atau pengetahuan secara lebih mendalam kepada siswa; dsb.

Penilaian Dalam Model Pembelajaran Project Based Learning
Karena pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan hasil belajar dalam bentuk pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill atau psikomotor), dan sikap (attitude atau afektif), maka penilaiannyapun dilakukan untuk ketiga ranah ini. Bentuk penilaian dapat berupa tes atau nontes. Sebaiknya penilaian yang dilakukan untuk model pembelajaran berbasis proyek ini lebih mengutamakan aspek kemampuan siswa dalam mengelola aktivitas-aktivitas mereka dalam penyelesaian proyek yang dipilih dan dirancangnya, relevansi atau kesesuaian proyek dengan topik pembelajaran yang sedang dipelajari hingga keaslian (orisinalitas) proyek yang mereka garap.

Model Pembelajaran Berbasis Proyek dan Kurikulum 2013


Dalam rasional perubahan kurikulum sebelumnya (KTSP/Kurikulum 2006) ke Kurikulum2013 disebutkan bahwa perkembangan pengetahuan dan pedagogi dalam hal ini neurologi, psikologi, observation based (discovery) learning dan collaborative learning adalah salah satu alasan pentingnya perubahan kurikulum. Hal ini tentu berimplikasi pada model-model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan mengajar di sekolah. Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untuk digunakan adalah model pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena mengingat karakteristik-karakteristik unggul dari model pembelajaran ini yang mampu mengakomodasi alasan tersebut di atas.

Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari kecenderungan lama (satu arah) agar menjadi lebih interaktif (multiarah). Melalui model pembelajaran ini, siswa juga akan dapat diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok) kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis dan analitis.

Salah Satu Model Pembelajaran dalam Pendekatan Saintifik

Model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru sehingga secara otomatis guru berarti juga menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach) dalam pembelajarannya. Pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa memperoleh pengetahuan berdasarkan cara kerja ilmiah. Melalui pendekatan saintifik ini siswa akan diajak meniti jembatan emas sehingga ia tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan (knowledge) semata tetapi juga akan mendapatkan keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam kehidupannya kelak. Saat belajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa dapat berlatih menalar secara induktif (inductive reasoning). Sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendekatan saintifik, project based learning (model pembelajaran berbasis proyek) sangat sesuai dengan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 Lampiran IV mengenai proses pembelajaran yang harus memuat 5M, yaitu: (1) mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan.

Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Aktif Termaktub Dalam Project Based Learning

Dalam model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa melakukan pembelajaran aktif. Mereka benar-benar akan dibuat aktif baik secara hands on (melalui kegiatan-kegiatan fisik), maupun secara minds on (melalui kegiatan-kegiatan berpikir/secara mental). Karena itulah, ruh dari pelaksanaaan model pembelajaran berbasis proyek ini sesuai sekali dengan amanat Kurikulum 2013. Siswa, melalui pembelajaran aktif akan melakukan aktifitas 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan).

Demikian tulisan mengenai Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) dalam kaitannya dengan Kurikulum 2013 dari blog kesayangan kita Penelitian Tindakan Kelas. Semoga bermanfaat.

Pengertian dan Macam-macam Pembelajaran Kolaboratif




Metode pembelajaran kolaboratif adalah metode pembelajaran yang menfokuskan pada keberhasilan proses. Berbeda dengan metode pembelajaran koperatif, yang fokus pada hasil. Secara bahasa keduanya berarti bekerja sama. Kolaborasi berasal dari bahasa Latin, sedangkan koperatif dari bahasa Inggris (Amerika). Kolaborasi menunjuk pada filsafat interaksi dan gaya hidup personal, sedangkan kooperasi lebih menggambarkan sebuah struktur interaksi yang didesain untuk memfasilitasi pencapaian suatu hasil atau tujuan tertentu.
Metode pembelajaran kolaboratif mengasumsikan pentingnya kerjasama yang koperatif, bekerja bersama dalam komunitasnya. Dalam satu komunitas atau kelompok tidak terjadi persaingan, namun lebih kepada kerja sama demi tercapainya tujuan bersama. Dalam pembelajaran di kelas, ketika seorang pengajar melakukan hal ini, itulah yang disebut pembelajaran kolaboratif.
Adapun macam-macam bentuk pembelajaran yang termasuk metode pembelajaran kolaboratif, sebagaiman yang telah dijelaskan dan diuji oleh para pakar pendidikan, diantaranya:
AC (Academic-Constructive Controversy). Pada metode ini setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
Prestasi siswa
CIM (Complex Instruction Metod). Yaitu, pembelajaran yang orientasinya pada temuan. Biasanya CIM digunakan pada bidang study sains; matematika dll.
CLS (Cooperative Learning Stuctures). Pada penerapan metode pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua peserta didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan. Bila jawaban benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta didik yang saling berpasangan itu berganti peran.
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Pada metode pembelajaran ini mirip dengan TAI. Metode pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para peserta didik saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
JM (Jigsaw Metod). Yaitu proses yang dibentuk berkelompok. Masing-masing diberi tugas berbeda namun masih dalam satu poko bahasan. Agar terbangun kesatuan menyeluruh meski dengan tugas berbeda, maka saat evaluasi, tes atau bentuk evaluasi lainnya diberikan dalam bentuk materi yang menyeluruh, namun penilaian didasari pada rata-rata skor tes kelompok.
GI (Group Investigation). Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.
LT (Learning Together). Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
STAD (Student Team Achievement Divisions). Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok bertindak saling mengajar dan membelajarkan. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu peserta didik lainnya. STAD dalam Metode pembelajaran koperatif, penilaiannya berdarakan pencapaian hasil belajar individi. Beda dengan STAD sebagai Metode pembelajaran kolaboratif, penilaian berdasarkan kemampuan kelompok bekerja mempengaruhi inidividu anggota kelompoknya.
TGT (Teams Games Tournament). Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok peserta didik.
Perlu diketahui, elemen penting dalam Metode pembelajaran kolaboratif adalah pemahaman lebih dari siswa. Interaksi individu dalam satu kelompok kecil akan efektif jika peserta didik telah memiliki pemahaman mendasar terhadap pembahasan. Ada beberapa cara untuk mengatasi hal ini, diantaranya pemanfaatan internet, atau memberikan materi awal sebagai pengatar yang unik dan memancing siswa untuk lebih mendalami materi.

PENDEKATAN SAINTIFIK




kurikulum2013Kurikulum 2013 menawarkan hal yang baru dalam dunia pendidikan. Harapan besar membubung tinggi, pendidikan diharapkan mampu melahirkan generasi emas menyongsong seratus tahun kemerdekaan. Sekiranya ada perubahan dalam kurikulum yaitu kompetensi mata pelajaran, buku yang digunakan anak didik, kegiatan pembelajaran dan penilaian. Salah satu yang membuat optimis dibanyak kalangan adalah adanya pendekatan saintik (scientific approach) dalam proses pembelajaran. Pendekatan dengan menggunakan cara ilmiah dalam menghadapi suatu masalah. Dengan pendekatan saintifik diharapkan mampu mempersiapkan generasi yang berpikir kritis dan berketerampilan.
saintifikPendekatan Saintifik diatur dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Dalam proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik, ranah sikap mencangkup transformasi substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan mencangkup substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu bagaimana”. Sedangkan ranah pengetahuan mencangkup transformasi substansi atau materi ajar anak didik “tahu apa”.
Pada hasilnya akan ada peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (sof skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari anak didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Hal ini menjadi ciri khas dan kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013 yang banyak mendapat pertanyaan dari berbagai pihak. Kompetensi sikap diperoleh melalui aktivitas menerima,menjalankan, menghargai, menghayati,dan mengamalkan. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Sedangkan Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Kurikulum 2013 menganut pandangan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke anak didik. Anak didik adalah subjek yang memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan perubahan paradigma pembelajaran dari teacher center menjadi students center. Pembelajaran tidak lagi terpusat kepada guru, melainkan kepada anak didik. Anak didik tidak dianggap lagi sebagai selembar kertas putih ataupun gelas kosong. Peranan guru yaitu merancang pembelajaran, mengenali tingkat pengetahuan individu anak didik dan memotivasi perserta didik untuk meningkatkan keberhasilan anak didik dan disiapkan kondisi belajar yang menyenangkan. Dalam bahasa lebih singkatnya guru harus mampu menguasai materi dan kelas.
Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh dari metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus (unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan. Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.
Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita bicarakan dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Ada juga yang mengartikan pendekatan ilmiah sebagai mekanisme untuk memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis.
Tahapan-tahapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik harus diperhatikan oleh guru. Tapi perlu diingat tidak semua materi harus dipaksakan menggunakan pendekatan saintifik secara lengkap. Semua disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan. Sebelum penerapan pembelajaran saintifik, alangkah baiknya guru menyiapkan anak didik secara psikis maupun fisik. Unsur persiapan memeranankan hal yang penting untuk keberhasilan tujuan pembelajaran. Guru harus menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai dan menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh anak didik. Berikut ini adalah aplikatif dari pendekatan saintifik.
Mengamati. Tahap pertama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik yang dilakukan oleh anak didik adalah mengamati. Pengamatan bisa melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar dan membaca. Guru memfasilitasi anak didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan hal yang penting dari suatu objek. Lingkungan sekitar merupakan laboratorium nyata bagi anak didik.
Menanya. Setelah anak didik mengamati, guru memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bertanya. Tahap kedua adalah menanya perlu dipahami yang bertanya disini bukanlah guru melainkan anak didik. Guru harus benar-benar membuka kesempatan kepada semua anak didik untuk bertanya. Dalam hal ini adalah melatih keaktifan anak didik. Selain itu juga untuk menggetahui sejauh mana pengetahuan dan rasa ingin tahu dari anak didik. Guru yang dianggap berhasil dalam pembelajaran adalah guru yang mampu membuat anak didik yang awalnya tidak tertarik terhadap materi kemudian menjadi tertarik dan kemudian menyenangi pelajaran tersebut.
Menalar. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan anak didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi anak didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Mencoba/mengeksplorasi. Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena. Strategi yang digunakan adalah memperluas dan memperdalam pengetahuan yang menerapkan strategi belajar aktif. Pendekatan pembelajaran yang berkembang saat ini secara empirik telah melahirkan disiplin baru pada proses belajar. Tidak hanya berfokus pada apa yang dapat anak didik temukan, namun sampai pada bagaimana cara mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Istilah yang populer untuk menggambarkan kegiatan ini adalah “explorative learning”.
Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Tantangan baru dinamika kehidupan yang makin kompleks menuntut aktivitas pembelajaran bukan sekedar mengulang fakta dan fenomena keseharian yang dapat diduga melainkan mampu menjangkau pada situasi baru yang tak terduga.Dengan dukungan kemajuan teknologi dan seni, pembelajaran diharapkan mendorong kemampuan berpikir anak didik hingga situasi baru yang tak terduga. Agar pembelajaran terus menerus membangkitkan kreativitas dan keingintahuan anak didik, kegiatan pembelajaran kompetensi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
Menyajikan atau mengajak anak didik mengamati fakta atau fenomena baik secara langsung dan/ atau rekonstruksi sehingga anak didik mencari informasi, membaca, melihat, mendengar, atau menyimak fakta/fenomena tersebut. Memfasilitasi diskusi dan Tanya jawab dalam menemukan konsep, prinsip, hukum,dan teori. Mendorong anak didik aktif mencoba melalui kegiatan eksperimen. Memaksimalkan pemanfaatan teknologi dalam mengolah data, mengembangkan penalaran dan memprediksi fenomena. Dan Memberi kebebasan dan tantangan kreativitas dalam presentasi dengan aplikasi baru yang terduga sampai tak terduga
Penguatan pendekatan saintifik dalam pembelajaran perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan anak didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Selain itu juga bisa menggunakan pembelajaran kolaboratif kelas misalnya STAD, Jigsaw, Group Investigation dsb. Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses.
doni setyawanPeranan guru dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai fasilitator dan motivator. Guru memberikan fasilatas bagi anak didik untuk mampu merekonstruksi kemampuan yang telah dimiliki. Selain itu guru juga harus mampu memotivasi bagi anak didik untuk selalu aktif meraih prestasi. Dengan pendekatan saintifik diharapkan anak didik memiliki kemandirian dalam belajar. Ketergantungan pada guru harus semakin dikurangi. Karena anak didik belajar bukan untuk memintarkan guru, malainkan untuk diri mereka sendiri. Kemandirian dalam memcahkan masalah yang ada dan memberikan solusi merupakan bekal kecakapan hidup bagi anak didik. Setalah sekolah selesai anak didik diharapkan memiliki kemampuan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang kuat dan mantap. Kalau semua berjalan sesuai dengan ketentuan, harapan Indonesia emas bukan hanya ada pada bualan semata.
Sumber Bacaan
Leo Agung. 2014. Tradisi Lisan dan Sejarah: Redifinisi Pembelajaran Sejarah dalam Kurikulum2013. Pada seminar nasional temu alumni program studi pendidikan sejarah PPS FKIP-UNS tanggal 26 Juni 2014.
Imas Kurniasih & Berlin Sani. 2014. Impelementasi Kurikulum 2013: Konsep & Penerapan. Surabaya: Kata Pena
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia

Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)





Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery(penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner  menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
  1. identifikasi kebutuhan siswa;
  2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
  3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
  4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
  5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
  6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
  7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
  8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
  9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
  10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
  11. membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
  1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
  2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
  3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
  4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;
  5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode discovery (penemuan) terbimbing (guided discovery).