My Blog List

Sunday, October 23, 2011

MAKALAH DEMOKRASI

BAB I
PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal
2. Identifikasi Masalah
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi baik itu dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun masyarakat.
Permasalahn yang muncul diantaranya yaitu:
·   Belum tegaknya supermasi hukum.
·   Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan bermasnyarakat, berbangsa dan bernegara.
·   Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
·   Tidak adanya kehidupan berpartisipasi dalam kehidupan bersama (musyawarah untuk mencapai mufakat).
Untuk mengeliminasi masalah-masalah yang ada, maka makalah ini akan memaparkan pentingnya budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, penulis menyusun makalah ini dengan judul “BUDAYA DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI”.
3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.    Memaparkan masalah-masalah yang timbul yang diakibatkan penyimpangan dari nilai-nilai demokrasi dalam kehidupa sehari-hari.
2.    Memaparkan sejumlah sumber hukum yang menjadi landasan demokrasi
3.    Memaparkan contoh nyata penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.
4.  Batasan Masalah
Karena banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul, maka makalah ini hanya akan membahas tentang pentingnya budanya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam keluarga maupun masyarakat, berbangsa dan bernegara.
4.    Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TEORI BUDAYA DEMOKRASI
BAB III KESIMPULAN dan SARAN

BAB II
TEORI BUDAYA DEMOKRASI
2.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

2.1.1 Menurut Internasional Commision of Jurits
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.

2.1.2 Menurut Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people).

2.1.3 Menurut C.F Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.

2.2 Landasan-landasan Demokrasi
2.2.1 Pembukaan UUD 1945
1.    Alinea pertama Kemerdekaan ialah hak segala bangsa.
2.    Alinea kedua Mengantarkan rakyat Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
3.    Alinea ketiga Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan dan kebangsaaan yang bebas.
4.    Alinea keempat Melindungi segenap bangsa.

2.2.2 Batang Tubuh UUD 1945
1. Pasal 1 ayat 2 Kedaulatan adalah ditangan rakyat.
2. Pasal 2 Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Pasal 6 Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
4. Pasal 24 dan Pasal 25 Peradilan yang merdeka.
5. Pasal 27 ayat 1 Persamaan kedudukan di dalam hukum.
6. Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul.

2.2.3 Lain-lain
1. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi
2. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM

2.3 Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
  1. Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;
  2. Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;
  3. Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja;
  4. Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.
Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
  1. Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;
  2. Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;
  3. Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya;
  4. Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi;
  5. Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.
Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
  1. Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
  2. Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama;
  3. Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
  4. Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah;
  5. Sikap anti kekerasan.
Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
1.    Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;
2.    Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya;
3.    Memiliki kejujuran dan integritas;
4.    Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik;
5.    Menghargai hak-hak kaum minoritas;
6.    Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat;
7.    Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.














BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.
Saran
Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara. Yang paling utama, tentu saja, adalah:
1.    Adanya niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi.
2.    Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya.
Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

MAKALAH DEMOKRASI

BAB I
PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal
2. Identifikasi Masalah
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi baik itu dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun masyarakat.
Permasalahn yang muncul diantaranya yaitu:
·   Belum tegaknya supermasi hukum.
·   Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan bermasnyarakat, berbangsa dan bernegara.
·   Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
·   Tidak adanya kehidupan berpartisipasi dalam kehidupan bersama (musyawarah untuk mencapai mufakat).
Untuk mengeliminasi masalah-masalah yang ada, maka makalah ini akan memaparkan pentingnya budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, penulis menyusun makalah ini dengan judul “BUDAYA DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI”.
3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.    Memaparkan masalah-masalah yang timbul yang diakibatkan penyimpangan dari nilai-nilai demokrasi dalam kehidupa sehari-hari.
2.    Memaparkan sejumlah sumber hukum yang menjadi landasan demokrasi
3.    Memaparkan contoh nyata penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.
4.  Batasan Masalah
Karena banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul, maka makalah ini hanya akan membahas tentang pentingnya budanya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam keluarga maupun masyarakat, berbangsa dan bernegara.
4.    Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TEORI BUDAYA DEMOKRASI
BAB III KESIMPULAN dan SARAN

BAB II
TEORI BUDAYA DEMOKRASI
2.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

2.1.1 Menurut Internasional Commision of Jurits
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.

2.1.2 Menurut Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people).

2.1.3 Menurut C.F Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.

2.2 Landasan-landasan Demokrasi
2.2.1 Pembukaan UUD 1945
1.    Alinea pertama Kemerdekaan ialah hak segala bangsa.
2.    Alinea kedua Mengantarkan rakyat Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
3.    Alinea ketiga Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan dan kebangsaaan yang bebas.
4.    Alinea keempat Melindungi segenap bangsa.

2.2.2 Batang Tubuh UUD 1945
1. Pasal 1 ayat 2 Kedaulatan adalah ditangan rakyat.
2. Pasal 2 Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Pasal 6 Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
4. Pasal 24 dan Pasal 25 Peradilan yang merdeka.
5. Pasal 27 ayat 1 Persamaan kedudukan di dalam hukum.
6. Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul.

2.2.3 Lain-lain
1. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi
2. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM

2.3 Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
  1. Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;
  2. Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;
  3. Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja;
  4. Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.
Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
  1. Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;
  2. Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;
  3. Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya;
  4. Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi;
  5. Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.
Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
  1. Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
  2. Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama;
  3. Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
  4. Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah;
  5. Sikap anti kekerasan.
Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
1.    Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;
2.    Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya;
3.    Memiliki kejujuran dan integritas;
4.    Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik;
5.    Menghargai hak-hak kaum minoritas;
6.    Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat;
7.    Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.














BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.
Saran
Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara. Yang paling utama, tentu saja, adalah:
1.    Adanya niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi.
2.    Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya.
Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saturday, October 8, 2011

PILIHAN SULIT


PILIHAN SULIT

Silahkan pilih orang yang terpenting dalam sepanjang
hidupmu.
Disaat menuju jam-jam istirahat kelas, dosen
mengatakan pada mahasiswa dan mahasiswinya:
“Mari kita buat satu permainan, mohon bantu saya sebentar.”
Kemudian salah satu mahasiswi berjalan menuju pelataran
papan tulis.
DOSEN: Silahkan tulis 20 nama yang paling dekat dengan anda,
pada papan tulis.
Dalam sekejap sudah di tuliskan semuanya oleh mahasiswi
tersebut. Ada nama tetangganya, teman kantornya, orang
terkasih dan lain-lain.
DOSEN: Sekarang silahkan coret satu nama diantaranya yang
menurut anda paling tidak penting !
Mahasiswi itu lalu mencoret satu nama, nama tetangganya.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi!
Kemudian mahasiswi itu mencoret satu nama teman kantornya
lagi.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi !
Mahasiswi itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan
seterusnya.
Sampai pada akhirnya di atas papan tulis hanya tersisa tiga
nama, yaitu nama orang tuanya, suaminya dan nama anaknya.
Dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi tanpa suara, semua
Mahasiswa dan mahasiswi tertuju memandang ke arah dosen,
dalam pikiran mereka (para mahasiswa atau mahasiswi) mengira
sudah selesai tidak ada lagi yang harus dipilih oleh mahasiswi
itu.
Tiba-tiba dosen memecahkan keheningan dengan berkata,
“Silahkan coret satu lagi!”
Dengan pelahan-lahan mahasiswi itu melakukan suatu pilihan
yang amat sangat sulit. Dia kemudian mengambil kapur tulis,
mencoret nama orang tuanya.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi!
Hatinya menjadi binggung. Kemudian ia mengangkat kapur
tulis tinggi-tinggi. Lambat laun menetapkan dan mencoret
nama anaknya. Dalam sekejap waktu, terdengar suara isak
tangis, sepertinya sangat sedih.
Setelah suasana tenang, Dosen lalu bertanya, “Orang terkasihmu
bukannya Orang tuamu dan Anakmu? Orang tua yang
membesarkan anda, anak adalah anda yang melahirkan, sedang
suami itu bisa dicari lagi. Tapi mengapa anda berbalik lebih
memilih suami sebagai orang yang paling sulit untuk
dipisahkan?
Semua teman sekelas mengarah padanya, menunggu apa yang
akan di jawabnya.
Setelah agak tenang, kemudian pelahan-lahan ia berkata,
“Sesuai waktu yang berlalu, orang tua akan pergi dan
meninggalkan saya, sedang anak jika sudah besar setelah itu
menikah bisa meninggalkan saya juga, yang benar-benar bisa
menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya.”

SEBENARNYA, KEHIDUPAN BAGAIKAN BAWANG BOMBAI, JIKA
DIKUPAS SESIUNG DEMI SESIUNG, ADA KALANYA KITA DAPAT
DIBUAT MENANGIS

MENGGAPAI KEBAHAGIAAN

By Ari adi sutristanto
Suatu ketika, di tepian telaga kelihatan seorang pemuda
sedang duduk termenung. Tatapan matanya kosong,
menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru
mata angin telah di laluinya, namun tidak ada satupun titik yang
membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara
yang menyapanya.
“Sedang apa kau di sini wahai anak muda?” tanya seseorang.
Rupanya ada seorang lelaki tua.
“Apa yang kau risaukan..?”
Anak muda itu menoleh ke samping, “Aku lelah Pak Tua. Telah
berbatu-batu jarak yang ku tempuh untuk mencari kebahagiaan,
namun tak juga ku temukan rasa itu dalam diriku. Aku telah
berlari melalui gunung dan lembah, tapi tidak ada tanda
kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemanakah aku harus
mencarinya? Bilakah akan ku temukan rasa itu?”
Lelaki tua itu duduk semakin dekat, mendengarkan dengan
penuh perhatian. Dipandangnya wajah lelah di depannya. Lalu,
dia mulai berkata, “Di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu
ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu
buatku.”
Mereka berpandangan.
“Ya... tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu,”
Pak Tua mengulangi kalimatnya lagi.
Perlahan.... pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah,
taman. Tidak berapa lama, ditemuinya taman itu. Taman yang
semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang sedang mekar.
Maka tidak heranlah, banyak kupu-kupu yang berterbangan di
sana. Dari kejauhan Pak Tua melihat, memperhatikan tingkah
yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.
Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-ngendap,
ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu
luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Dia tidak ingin
kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Dia gagal. Dia mulai
berlari tak beraturan.
Diterjangnya sana-sini. Dirempohnya rerumputan dan tanaman
untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan
perdu di sana. Gerakannya semakin liar.
Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupukupu
yang dapat ditangkap. Si pemuda mulai kelelahan.
Nafasnya semakin kencang, dadanya bergerak naik-turun
dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, “Hentikan dulu
anak muda. Istirahatlah.”
Tampak Pak Tua yang berjalan perlahan. Ada sekumpulan kupukupu
yang berterbangan di sisi kanan dan kiri Pak Tua. Mereka
terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.
“Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan
menerjang? Merempoh-rempoh tak tentu arah, menerobos
tanpa peduli apa yang kau rusak?” Pak Tua menatap pemuda
itu.
“Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu.
Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau
buru, semakin pula ia pergi dari dirimu.”
“Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Kerana
kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau
sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam
hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemanamana.
Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang
sendiri.”
Pak Tua mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor
kupu- kupu yang hinggap di hujung jari. Terlihat kepak-kepak
sayap kupu- kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan.
Pesonanya begitu mengkagumkan, kelopak sayap yang
mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam
hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka
yang mampu menyelaminya.
……………………….

PENGAJARAN CERITA INI:
Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu.
Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi
mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat
mencarinya dengan menerjang sana-sini, merempoh sana-sini,
atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat
saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru
arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti
menangkap buruan yang dapat kita santap setelah
mendapatkannya.
Namun kita belajar. Kita belajar bahawa kebahagiaan tidak boleh
di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia
bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang
dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah
aroma dari udara itu. Kita belajar bahawa bahagia itu memang
ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula
kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha
meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa
itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah
kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam
bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam
sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah
bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan
hati kita.
Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di
sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu “hinggap” di hati kita,
namun kita tidak pernah memperdulikannya. Mungkin juga,
bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu
acuh untuk menikmatinya.

ARTI SEBUAH KESEMPURNAAN

ARTI SEBUAH KESEMPURNAAN

Seorang lelaki yg sangat tampan dan sempurna merasa
bahwa Tuhan pasti menciptakan seorang perempuan
yg sangat cantik dan sempurna pula untuk jodohnya.
Karena itu ia pergi berkeliling untuk mencari jodohnya.
Kemudian sampailah ia disebuah desa. Ia bertemu dengan
seorang petani yg memiliki 3 anak perempuan dan semuanya
sangat cantik. Lelaki tsb menemui bapak petani dan
mengatakan bahwa ia ingin mengawini salah satu anaknya tapi
bingung mana yang paling sempurna.
Sang Petani menganjurkan untuk mengencani mereka satu
persatu dan si Lelaki setuju. Hari pertama ia pergi berduaan
dgn anak pertama. ketika pulang,ia berkata kepada bapak
Petani,” Anak pertama bapak memiliki satu cacat kecil, yaitu
jempol kaki kirinya lebih kecil dari jempol kanan.”
Hari berikutnya ia pergi dgn anak yang kedua dan ketika pulang
dia berkata,”Anak kedua bapak juga punya cacat yang
sebenarnya sangat kecil yaitu agak juling.”
Akhirnya pergilah ia dengan anak yang ketiga. begitu pulang ia
dengan gembira mendatangi Petani dan berkata,”inilah yang
saya cari-cari. Ia benar-benar sempurna.”
Lalu menikahlah si Lelaki dgn anak ketiga Petani tersebut.
Sembilan bulan kemudian si Istri melahirkan. dengan penuh
kebahagian, si Lelaki menyaksikan kelahiran anak pertamanya.
Ketika si anak lahir, Ia begitu kaget dan kecewa karena anaknya
sangatlah jelek. Ia menemui bapak Petani dan bertanya “ Kenapa
bisa terjadi seperti ini Pak. Anak bapak cantik dan saya Tampan,
Kenapa anak saya bisa sejelek itu..?””
Petani menjawab,” Ia mempunyai satu cacat kecil yang tidak
kelihatan . Waktu itu Ia sudah hamil duluan.....”

Kadangkala saat kita mencari kesempurnaan, yang kita dapat
kemudian kekecewaan. Tetapi kala kita siap dengan kekurangan,
maka segala sesuatunya akan terasa istimewa.