My Blog List

Tuesday, November 18, 2014

Konsep Ketuhanan dalam Islam

Konsep Ketuhanan dalam Islam



A. Pengantar

Topik ini berisi pembahasan tentang masalah keimanan dan pengkajian kembali dalam masalah tersebut. Sebagian aspek keimanan mendapat perhatian dan pengkajian yang begitu intensif, sehingga mudah didapat di tengah masyarakat. Aspek yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan nilai. Aspek ini belum mendapat perhatian seperti perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan harus diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan.
Sesungguhnya amalan lahiriah berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak akan mencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari dan diramu dengan nilai keutamaan tersebut. Sebab nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap gerak serta perilaku keseharian.
Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai membina jiwa generasi mendatang, “dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam nalar pikir dan akal budi mereka”, maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam sisi spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran spiritualitas Islam.
Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar, pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka mana yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai ajaran akidah yang benar dan lurus.
Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tercermin dalam aturan muamalat dan dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang dihadapi. Selain itu Islam adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme, dan sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jika kehangatan spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar. Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang berjalan.

B. Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam surat  al-Furqan ayat 43.
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?
Dalam surat al-Qashash ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para pembesar hambaku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku’.
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti tentang definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56).
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

C. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

1.    Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
a.     Dinamisme
             Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
b.    Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam  hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
                c.    Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
d.    Henoteisme
       Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).
               e.    Monoteisme
       Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
       Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).

2.    Pemikiran Umat Islam
      Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya. Polemik dalam masalah ketuhanan di kalangan umat Islam pernah menimbulkan suatu dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan masalah politik umat Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.
Embrio ketegangan politik  sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu Bakar, yaitu persaingan segitiga antara sekompok orang Anshar (pribumi Madinah), sekelompok orang Muhajirin yang fanatik dengan garis keturunan Abdul Muthalib (fanatisme Ali), dan kelompok mayoritas yang mendukung kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar gejolak politik tidak muncul, karena sikap khalifah yang tegas, sehingga kelompok oposisi tidak diberikan kesempatan melakukan gerakannya.
Ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3), ketegangan politik menjadi terbuka. Sistem nepotisme yang diterapkan oleh penguasa (wazir) pada masa khalifah Usman menjadi penyebab adanya reaksi negatif dari kalangan warga Abdul Muthalib. Akibatnya terjadi ketegangan,yang menyebabkan Usman sebagai khalifah terbunuh. Ketegangan semakin bergejolak pada khalifah berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi Thalib.  Dendam yang dikumandangkan dalam bentuk slogan bahwa darah harus dibalas dengan  darah, menjadi motto bagi kalangan oposisi di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk menghindari perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan perjanjian damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah merupakan strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat Muawiyah mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara pihaknya tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi) tersudut. Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan pihaknya, di kalangan pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok yang tetap setia kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan keluar, namun tidak mau bergabung dengan Muawiyah. Kelompok pertama disebut dengan kelompok SYIAH, dan kelompok kedua disebut dengan KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok Syi’ah, dan 3) Kelompok Khawarij.
Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka tidak segan-segan menggunakan konsep asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan kelompok lainnya. Menurut Khawarij  semua pihak yang terlibat perjanjian damai baik pihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah dikatakan kafir karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena tidak bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti tidak menetapkan hukum berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali dan para pendukungknya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran), maka mereka dalah orang-orang kafir.

Munculnya doktrin saling mengkafirkan antara satu kelompok dengan kelompok lain membuat pertanyaan besar bagi kalangan cendikiawan. Pada suatu mimbar akademik (pengajian) muncul pertanyaan dari peserta pengajian kepada gurunya yaitu Hasan Al-Bashry. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat tentang orang  yang berbuat dosa besar. Sebagian pendapat mengatakan bahwa mereka itu adalah mukmin, sedangkan pendapat lain mengatakan kafir. Para pelaku politik yang terlibat tahkim perjanjian antara pihak Ali dan pihak Muawiyah, mereka dinilai sebagai pelaku dosa besar. Alasan yang mengatakan mereka itu mukmin beralasan bahwa iman itu letaknya di hati, sedangkan orang lain tidak ada yang mengetahui hati seseorang kecuali Allah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa iman itu bukan hanya di hati melainkan berwujud dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Berarti orang yang melakukan dosa besar dia adalah bukan mukmin. Kalau mereka bukan mukmin berarti mereka kafir.
Sebelum guru besarnya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang dimajukan tentang dosa besar tersebut, seorang peserta pengajian yang bernama Wasil ibnu Atha mengajukan jawaban, bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir melainkan diantara keduanya. Hasan Al-Bashry sebagai pembina pengajian tersebut memeberikan komentar, terhadap jawaban Wasil. Komentarnya bahwa pelaku dosa besar termasuk yang terlibat dalam perjanjian damai termasuk kelompok fasik. Wasil membantah komentar gurunya itu, karena orang yang fasik lebih hina dimata Allah ketimbang orang yang kafir. Akibat polemik tersebut Wasil bersama beberapa orang  yang sependapat dengannya memisahkan diri dari kelompok pengajian Hasal Al-Bashry. Peserta pengajian yang tetap bergabung bersama Hasan Al-Bashry mengatakan, “I’tazala Wasil ‘anna.” (Wasil telah memisahkan diri dari kelompok kita.) Dari kata-kata inilah Wasil dan pendukungnya disebut kelompok MUKTAZILAH. (Lebih jelasnya lihat Harun Nasution dalam Teologi Islam).
Kelompok Muktazilah mengajukan konsep-konsep yang bertentangan dengan konsep yang diajukan golongan Murjiah (aliran teologi yang diakui oleh penguasa politik pada waktu itu, yaitu Sunni. Berarti Muktazilah sebagai kelompok penentang arus). Doktrin Muktazilah terkenal dengan lima azas (ushul al-khamsah) yaitu:
  1. meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya
  2. Janji dan ancaman Tuhan (al-wa’ad dan al-wa’id)
  3. Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
  4. Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)
  5. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

Dari lima azas tersebut – menurut Muktazilah – Tuhan terikat dengan kewajiban-kewajiban. Tuhan wajib memenuhi janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang baik ke surga dan wajib memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajiban-kewajiban lain. Pandangan-pandangan kelompok ini menempatkan akal manusia dalam posisi yang kuat. Sebab itu kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi rasional dengan sebutan Qadariah.

Sebaliknya, aliran teologi tradisional (Jabariah) berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat (sifat 20, sifat 13, dan maha sifat). Ia maha kuasa, memiliki kehendak mutlak. Kehendak Tuhan tidak terikat dengan apapun. Karena itu ia mungkin saja menempatkan orang yang baik ke dalam neraka dan sebaliknya mungkin pula ia menempatkan orang jahat ke dalam surga, kalau Ia menghendaki. Dari faham Jabariah inilah ilmu-ilmu kebatinan berkembang di sebagaian umat Islam.

3. Konsep Ketuhanan dalam Islam
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
 Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.
Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَوَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

Kepustakaan
1.     Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan, 1989), h. 16-21, 54-56.
2.   Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 28-39.
3.     Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.
4.     Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta: al-Hidayah, 1981), h. 9-11.
5.    Khan, Waheduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983), h. 39-101.
6.     Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 67-77.
7.        Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 55-152.

Konsep Ketuhanan Menurut Aliran Deisme

Konsep Ketuhanan Menurut Aliran Deisme

Oleh : Hikmah Azizah Ayunita & Izrin Maudhatul Hasanah
A.  Pengertian Deisme
Kata deisme berasal dari bahasa latin deus yang berarti Tuhan. Dari akar kata ini kemudian menjadi dewa, bahkan kata Tuhan sendiri masih dianggap berasal dari deus. Menurut paham deisme, Tuhan berada jauh di luar alam. Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakan, Ia tidak memperhatikan dan memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan. Peraturan-peraturan tersebut tidak berubah-ubah dan sangat sempurna.[1] Jadi deisme secara istilah, yaitu suatu aliran atau paham yang menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya dewa pencipta alam dan keberadaanya jauh di luar alam.
B. Konsep Ketuhanan Paham Deisme beserta Tokoh-tokohnya
Dalam paham deisme, alam bagaikan jam. Karena setelah Tuhan menciptakan alam, alam tidak butuh lagi kepada Tuhan dan alam berjalan menurut mekanisme yang telah diatur oleh Tuhan. Alasannya, alam berjalan sesuai dengan mekanisme yang tidak berubah-ubah, maka dalam paham deisme tidak terdapat mukjizat atau kejadian yang bertentangan dengan hukum alam.
Sejauh mana melemahnya keimanan manusia terhadap kekuasaan, pengaruh, dan keterlibatan langsung Allah secara langsung terhadap alam, sejauh itu pula melemah hubungannya dengan-Nya. Dan sejauh mana melemahnya hubungan dan kaitannya dengan Allah, sejauh itu pula melemah dirinya, kekuatannya, dan perjuangannya.[2]
Alam yang diciptakan oleh Tuhan terdiri atas manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ketiganya itu yang paling mulia adalah manusia, karena manusia mempunyai akal yang satu-satunya digunakan untuk berfikir dan manusia memiliki keimanan untuk meyakinkan dirinya terhadap Tuhan. Dengan berfikir dan yakin, manusia dapat mengurus kehidupan yang ada di dunia, yaitu alam.
Paham deisme ini menggunakan alam sebagai bentuk ciptaan yang diciptakan oleh Tuhan. Karena alam merupakan salah satu bentuk eksistensi Tuhan. Tuhan mempunyai sifat yang abstrak, sehingga manusia tidak dapat melihat, tetapi manusia percaya terhadap eksistensi-Nya dari alam.        
Deisme mulai muncul pada abad ke 17, yang dipelopori oleh Newton (1642-1727). Menurutnya, Tuhan hanya pencipta alam dan jika ada kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya karena alam sudah memiliki mekanisme sendiri untuk menjaga keseimbangan.[3]
Dengan munculnya kemajuan suatu ilmu pengetahuan, maka para ilmuan semakin yakin akan kebenaran dan keuniversalan hukum-hukum yang ada dalam ilmu pengetahuan yang tidak berubah. Akhirnya, para ilmuan beranggapan bahwa Tuhan sangat diperlukan untuk alam yang dapat berjalan dengan sendirinya semakin kecil. Semakin lama paham ini timbul bahwa Tuhan hanya menciptakan alam dan alam akan berjalan dengan sendirinya sesuai hukum-hukum yang ada dalam ilmu pengetahuan.     
Para penganut paham deisme ini sepakat bahwa Tuhan adalah Esa dan jauh dari alam, serta Tuhan memiliki sifat yang maha sempurna. Dan mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak melakukan intervensi pada alam lewat kekuatan yang supernatural. Karena tidak semua penganut paham deisme ini setuju tentang keterlibatan Tuhan terhadap alam dan keterlibatan Tuhan terhadap kehidupan sesudah mati.
Atas dasar perbedaan kesepakatan tersebut, deisme dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
1. Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam. Tuhan menciptakan alam, tetapi Tuhan tidak menghiraukan segala sesuatu yang telah terjadi atau segala sesuatu yang akan terjadi setelah penciptaan.
2. Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di alam, tetapi tidak mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan bertindak dalam melakukan suatu perbuatan yang baik maupun yang buruk, jujur dan berbohong, dan lain sebagainya. Karena semua itu bukan urusan Tuhan.
3. Tuhan yang mengatur alam dan sekaligus memperhatikan perbuatan moral manusia. Bahwa sebenarnya, Tuhan ingin menegaskan kepada manusia untuk tunduk pada hukum moral yang telah ditetapkan oleh Tuhan di dunia. Karena manusia tidak akan hidup sesudah mati.
4.  Tuhan yang mengatur alam dan berharap kepada manusia supaya patuh terhadap hukum moral yang berasal dari alam. Hal ini merupakan pandangan suatu bentuk amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Amerika dan Inggris banyak menganut pandangan tersebut.[4]           
Thomas Paine adalah salah seorang tokoh deisme yang militan. Tulisannya tentang politik “Common Sense” dan “The Rights of Man” sangat dipengaruhi oleh konsep deisme. Pemikiran Paine berpengaruh juga pada revolusi Prancis dan Amerika. Latar belakang pemikiran deisme Paine adalah karena dia melihat para pemimpin gereja sangat membelenggu umat. Karena itu, Paine menulis sebuah buku “The Age of Reason”, yang intinya menolak wahyu ilahi dan mengagungkan kemampuan akal.[5]   
Paine mengatakan bahwa dia percaya dengan Tuhan Esa, maha kuasa, maha mengetahui, dan maha sempurna. Dan dia juga menegaskan bahwa Tuhan tidak terbatas oleh akal, bahkan satu-satunya cara mengungkapkan Tuhan hanya dengan akal. Dia telah menolak adanya ilmu pengetahuan yang berasal dari wahyu. Karena menurut dia, katika wahyu dikaitkan dengan agama, maka ada pesan tersendiri dari Tuhan yang akan disampaikan kepada manusia. Namun, pesan itu hanya diwahyukan kepada orang tertentu saja, tidak kepada orang lain. Bahwa wahyu itu hanya diturunkan kepada dirinya bukan kepada orang lain. Oleh sebab itu, orang lain tidak wajib untuk mempercayai adanya wahyu. Pendapat Paine, yaitu bahwa wahyu Tuhan yang sebenarnya adalah manusia yang sudah dilengkapi oleh akal.
Paine juga menegaskan bahwa adanya wahyu itu mustahil, karena keterbatasan bahasa manusia untuk menangkap makna yang terdapat pada kandungannya. Wahyu Tuhan tidak berubah dan universal, sedangkan bahasa manusia tidak universal dan berubah. Manusia tidak mempunyai sarana dalam berkomunikasi dengan sesuatu yang tidak berubah. Paine menolak adanya wahyu yang terdapat pada setiap kelompok dalam agama, baik secara tertulis maupun secara lisan. Karena dia beranggapan bahwa semua kepercayaan itu hanya suatu penemuan manusia yang telah dibuat-buat.          
Paine berkomentar bahwa semua sistem yang terdapat pada agama tidak ada yang merendahkan derajat Tuhan dan tidak bermanfaat jika manusia menentang akal sebagai perangkat untuk berfikir.
C. Proses Awal Mengenal Tuhan
Awal Paine mengenal Tuhan dapat diketahui beberapa proses sebagai berikut:
1.                  Evolusi
Pada konsep ini manusia mengenal dan mulai mencari Tuhan melalui perkembangan secara evolusi. Kepercayaan yang beredar dikalangan masyarakat berkembang berdasarkan perkembangan dimensi waktu dan tempat. Pada tingkatan ini manusia mempercayai tentang sesuatu kekuatan tertentu yang memegang seluruh kendali dalam kehidupan.[6]
Dalam mengenal Tuhan, manusia harus mengetahui perkembangannya secara evolusi, yaitu:
·                     Animisme
Kepercayaan ini berasal dari bahasa latin anima yang berarti “roh”. Animisme adalah kepercayaan terhadap makhluk halus atau roh nenek moyang yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat primitif.
·                     Dinamisme
Dinamisme berasal dari bahasa Yunani dunamos yang berarti daya, kekuatan atau kekuasaan. Kepercayaan dinamisme merupakan salah satu kepercayaan yang marak terjadi pada masa prasejarah. Kehidupan pada masa tersebut, mencipkakan kepribadian yang selalu membutuhkan suatu kekuatan super diluar tubuh manusia itu sendiri.
·                     Politheisme
Bangsa di dunia yang menganut kepercayaan potheisme adalah bangsa Yunani. Dalam kehidupan masyarakatnya mereka mengenal kekutan luar biasa yang berada dalam wujud dewa. Bangsa Yunani meyakini banyak dewa.
·                     Monotheisme
Monoteisme berasal dari kata Yunani, monon yang berarti tunggal dan Theos yang berarti Tuhan. Monotheisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu. Kebanyakan kaum monoteis akan mengatakan bahwa monoteisme pasti berlawanan dengan politeisme. Namun pada kenyataannya, pemeluk politeisme sering berlaku selayaknya kaum moteisme. Ini disebabkan karena keyakinan akan tuhan yang banyak itu tidak berarti bahwa mereka menyembah banyak tuhan.[7] Yang termasuk di dalam motheisme adalah :
Ø    Theisme
Ø    Deisme
Ø    Panteisme
2.                  Relevasi
Pencarian akan sosok Tuhan dilakukan dengan cara melihat dan mempelajari wahyu-wahyu yang diturunkan. Misalnya dalam islam, hal ini dipelajari melalui wahyu Allah yang diberikan melalui para Nabi dan Rasul. Salah satu contohnya adalah Nabi Adam as Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan Allah untuk menghuni dunia. Diciptakan dari tanah, Adam menghuni surga dan dititahkan untuk dihormati oleh para penghuni surga lainnya. Adam beristrikan seorang wanita bernama Hawa. Secara historik, mereka berdua diusir dari surga karena berbohong dan melanggar janji yang telah disepakati. Islam, Yahudi dan Kristen dapat disebut sebagai agama Abrahamik karena ketiga agama tersebut meyakini keberadaan nabi Adam walaupun antara ketiganya terdapat perbadaan kisah. Akan tetapi terdapat kesamaan yaitu, semua agama mengimani bahwa Adam merupakan nenek moyang seluruh umat manusia.
3.                  Eksistensi
Eksistensi merupakan proses pencarian Tuhan berdasarkan keberadaan Tuhan. Sebagian besar pola pikiran manusia adalah meyakini sesuatu yang secara langsung dapat dirasakan melaliu indera. Hal ini pula yang diterapkan beberapa kelompok manusia dalam proses pencarian Tuhan. Yang termasuk keyakinan ini antara lain:
·                    Theisme istilah yang mengacu kepada keyakinan akan Tuhan yang 'pribadi', artinya satu tuhan dengan kepribadian yang khas, dan bukan sekadar suatu kekuatan ilahi saja.
·                    Deisme adalah bentuk monoteisme yang meyakini bahwa Tuhan itu ada. Akan tetapi, seorang deis (sebutan untuk pemeluk deisme) menolak gagasan bahwa tuhan ini ikut campur di dalam dunia. Jadi, deisme menolak wahyu yang khusus termasuk tidak meyakini peraturan-peraturan yang terdapat di dalam kitab suci.
·                    Panteisme Kaum ini berpendapat bahwa alam sendiri itulah Tuhan. Jadi keberadaan Tuhan tidak terbatas bisa dimana saja.
·                    Sekularisme suatu kepercayaan bahwa ajaran tuhan ini hanya sebatas menyangkut hubungan antar manusia dan Tuhan.
·                    Pluralisme
Keyakinan pluralisme adalah keyakinan yang mengimani adanya Tuhan bersama dengan semua agama yang ada. Dalam keyakinan ini, agama mempunyai konsep yang sangat luas dan penerimaannya secara universal kepada semua agama-agama yang berbeda.[8]
4.                  Sekterian
Sekterian dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.                   Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah sebuah teori yang secar berturut-turut dikembangkan dan disempurnakan oleh David Hume, Jeremy Bentham, James Mill dan John Stuart Mill. Dalam pemahaman ini, setiap manusia diajarkan untuk meraih (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Kenikmatan dinilai sebagai satu-satunya kebaikan yang nyata sedangkan penderitaan dinilai sebgai kejahatan intrinsik. Keyakinan menurut paham ini bukan persoalan taat atau tidaknya seseorang pada seseorang akan tetapi lebih mengarah pada seberapa besar usaha seseorang untuk menciptakan kebahagiaan tanpa batas untuk orang semua makhluk Tuhan.
b.                  Hedonisme
Kata Hedonisme sendiri beasal dari kata Yunani yang bermakna kesenangan. Epicurus, tokoh utama Hedonisme yang percaya bahwa manusia seharusnya mencari berbagai kesenangan, kebahagiaan dan kenikmatan pikiran ketimbang tubuh. Menurut Epicurus, orang bijak harus menghindari berbagai kesenangan yang akhirnya akan berujung pada penderitaan. Sekali lagi Hedonisme adalah pandangan hidup yang menjadikan kesenangan sebagi tujuan utama dari kehidupan. Bagi penganut paham ini hidup hanya satu kali sehingga barang siapa yang tidak memanfaatkannya maka dia termasuk orang yang merugi.
c.                   Vitalisme
Dalam pandangan ini kebahagiaan yang terletak pada kemenangan atau kekuatan yang menimbulkan kemenangan.[9]
D. Analisa
                 Menurut analisa kami, bahwa aliran deisme ini mempelajari tentang Tuhan. Tuhan merupakan satu-satunya pencipta alam dan jika terjadi kerusakan di alam maka Tuhan tidak ikut campur, karena alam sudah memiliki mekanisme tersendiri dalam mengatur alam.
            Berbicara tentang konsep ketuhanan dan para tokohnya , yaitu aliran deisme ini dipelopori oleh Newton dan pemikirannya dikembangkan oleh Thomas Paine. Paine menganggap bahwa ia percaya dengan Tuhan Esa dan ia mengatakan bahwa Tuhan tidak terbatas oleh akal, bahkan satu-satunya cara mengungkapkan Tuhan hanya dengan akal.
            Menurut Paine, dalam mengenal Tuhan, manusia harus melalui proses terlebih dahulu. Proses ini diantaranya, yaitu evolusi, relevasi, eksistensi, dan sekterian. Dari keempat proses ini, semuanya mempunyai macam-macam cara pembagian tersendiri. Seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Pengaruh globalisasi terhadap rasa nasionalisme

Pengaruh globalisasi terhadap rasa nasionalisme

Perkembangan globalisasi

saat ini dunia mulai terintegrasi satu sama lainnya. Setiap negara seolah menjadi tanpa sekat dan tidak ada batasan ruang dan waktu. Kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi menjadi penyokong utama perubahan dunia. Dunia saat ini tengah memasuki era globalisasi. Istilah globalisasi sebenarnya sangat banyak dan masing-masing punya unsur tersendiri. Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985. Globalisasi dapat diartikan sebagai westernisasi atau modernisasi, yaitu merebaknya struktur modernitas barat yang menyangkut kapitalisme, rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dan lain sebagainya yang cenderung merusak budaya lokal yang sudah ada sebelumnya. Proses globalisasi juga menghendaki adanya penyatuan dunia dalam satu sistem terpadu yang membentuk perkampungan global (global village).

Ketika dunia berusaha disatukan dalam sebuah tatanan integral muncul pertanyaan bagaimanakah pengaruh yang ditimbulkan oleh prosess globalisasi terhadap rasa nasionalisme kita? Karena pada dasarnya ketika muncul gagasan penyatuan dunia kedalam satu sistem integral yang tidak melihat pada batas teritorial tentu berpengaruh pada rasa nasionalisme. Nasionalisme sendiri diartikan sebagai faham kebangsaan, yaitu faham yang melahirkan rasa cinta terhadap tanah air Indonesia. Bagaimana sikap seorang warganegara terhadap negaranya mencerminkan rasa nasionalisme seseorang.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Banyak perbedaan dalam masyarakat di Indonesia yang diakibatkan oleh topografi Indonesia yang berupa gugusan kepulauan. Akan tetapi bangsa Indonesia tetap eksis sampai dengan hari ini. Le desire d’etre ensemble (hasrat untuk bersatu). seperti kata Renan, merupakan unsur utama perekat persatuan bangsa Indonesia. Terdapat berbagai faktor yang dapat mendorong terbentuknya hasrat itu, mulai dan kesamaan bahasa, agama dan budaya, kesamaan sejarah atau pengalaman di masa lampau, sampai kepada keinginan untuk mencapai cita-cita bensama di masa yang akan datang.

Sebuah bangsa terbentuk akibat adanya kesamaan hasrat untuk bersatu. Paham negara Integralistik yang dicetuskan oleh Supomo merupakan salah satu upaya untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Rasa nasionalisme harus ditimbuhkan dalam setiap dada warganegara. Perbedaan yang sangat plural dan kaya di Indonesia dapat diatasi oleh masyarakat. Semangat itu didasarkan pada rasa pesatuan dan kesatuan, sebagaimana yang tercetus dalam semboyan negara “bhineka tunggal ika” dan falsafah negara yaitu pancasila. Maka dapat dikatakan nilai-nilai nasionalisme (faham tentang kebangsaan) itu bersumber dari sosio-kultural bangsa dan bumi Indonesia.

Bentuk-bentuk nasionalisme

1.Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik".

2.Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat.

3.Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semula jadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme.

4.Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya.

5.Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis.

6.Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.

Nasionalisme Indonesia adalah gabungan antara Nasionalisme etnis dengan Nasionalisme Budaya. Dimana rasa nasinalisme kita terbentuk dari perbedaan yang bersintesa menjadi sebuah hasrat persatuan sehingga membentuk bangsa Indonesia.

Tantangan di era globalisasi

Globalisasi diidentikkan dengan proses integrasi negara yang ada di dunia sehingga menjadi tanpa batas. Setiap peristiwa yang terjadi di suatu wilayah dapat diketahui secara cepat dan dapat menimbulkan efek dibagian dunia yang lain. Disini kita melihat bahwa nantinya dengan proses integrasi seperti ini dikhawatirkan rasa nasionalisme akan memudar. Karena nantinya eksistensi negara-bangsa juga akan mengalami kemunduran. Karena pada dasarnya negara sudah tidak memiliki kekuatan apa-apa, semuanya dikembalikan kepada kekuatan dunia internasional. Pihak asing nantinya dapat mengintervensi setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Semakin terbukanya arus informasi juga mempengaruhi pola pikir suatu bangsa. Masuknya budaya dan nilai asing turut merubah cara pandang anak bangsa. Semangat kebersamaan dan gotong royong telah digantikan dengan semangat individualisme. Ikatan negara bangsa sebagai hasil dari pergaulan antara kedaulatan negara mulai merenggang. Akibatnya kita lihat banyak konflik yang terangkat kepermukaan. Konflik yang muncul tersebut ternyata diakibatkan oleh masalah sepele. Belakangan ini juga muncul gerakan separatisme yang mengarah pada ancaman disintegrasi. Hal-hal seperti diakibatkan karena memudarnya semangat persatuan dan rasa nasionalisme. Tantangan seperti itu hanya bisa diatasi bila bangsa Indonesia di satu pihak tetap mempertahan identitasnya dalam ikatan persatuan nasional,

Globalisasi juga menimbulkan perubahan sosial yang cenderung untuk menciptakan guncangan sosial (culture shock). Masuknya pemikiran seperti demokrasi, HAM, kesetaraan gender sedikit banyak mengguncang sendi masyarakat. Ketidaksiapan masyarakat ketika menemukan nilai baru malah menimbulkan keguncangan dan friksi terendiri. Perubahan sosial terus terjadi selama proses globalisasi karena masuknya nilai-nilai asing. Pada hakekatnya perubahan sosial yang terjadi akibat globalisasi dipandang sebagai upaya bangsa untuk mengembangkan kepribadiannya sendiri melalui penyesuaian dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat modern.

Pengaruh globalisasi

Globalisasi menimbulkan berbagai akibat, baik positif maupun negatif. Akibat yang timbul harus disikapi dengan baik, antara lain:

Pengaruh positif

1.Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Pemerintahan yang transparan dan demokratis akan menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap negara yang berujung pada meningkatnya rasa nasionalisme.

2.Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara akan mempengaruhi warganegara dalam hal pengabdian kepada negara.

3.Dari globalisasi sosial budaya kita mencontoh pola piker dan tingkah laku yang baik seperti etos kerja yang tinggi, disiplin, profesionalisme dari bangsa lain yang untuk diaplikasikan yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

Pengaruh negatif


1.Globalisasi membawa paham liberalisme yang selalu diidentikkan dengan kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.

2.Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri. Kebanggaan terhadap produk asing mengakibatkan minder yang justru menyurutkan rasa nasionalisme.

3.Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia. Budaya barat selalu dianggap yang paling baik sehingga melupakan budaya bangsa.

4.Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.

5.Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga.
Mencegah efek negatif

Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :

1.Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.

2.Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.

3.Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.

4.Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.

5.Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa

Maka kita harus bijak dalam mensikapi globalisasi.Jangan sampai kita hanya terpengaruh dengan efek negatifnya saja.

KONSEP GOOD GOVERNMENT

GOOD GOVERNMENT

05.47
Pengertian :
Good government adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan swasta. Good government juga merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola perusahaan), pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak atau kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Maksud dan Tujuan :

Menggunakan dan melaksanakan kewenangan politik, ekonomi dan administratif agar dapat diselenggarakan dengan baik. Oleh sebab itu dalam prakteknya, konsep good government harus ada dukungan komitmen dari semua pihak yaitu negara (state)/pemerintah (government), swasta (private) dan masyarakat (society).

Dasar-dasar Hukum :

1. Transparansi (transparency)
2. Akuntabilitas (accountability)
3. Pertanggungjawaban (responsibility)
4. Independensi (independency)
5. Kesetaraan dan kewajaran (fairness)

Contoh Lokasi :

Penerapan good government pernah terjadi di Indonesia yaitu saat pemerintahan Kabinet Persatuan Nasional Gus Dur –Mega baik dalam pembentukan maupun dalam pelaksanaannya ada pengaruh besar dari pemikiran good government.

Manfaatnya :

1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asa transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran.
2. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
3. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

Uraian yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat :
Pelaksanaan good government yang benar-benar jadi tantangan dari Kabinet Persatuan Nasional ini ialah dengan otonomi Daerah. Bagaimana refunctioning kewenangan-kewenangan pusat daerah. Kemudian reposisi dari para pegawai ke daerah-daerah. Diplot sesuai dengan kemampuan pendanaan daerah baik dari taxing power dan dari tax share.

Ciri-Ciri Pokok Hak Asasi Manusia


 ciri-ciri pokok hak asasi manusia - HAM- Dalam pasal I Undang-Undang Nomor 39 Tahun I999 tentang HAM disebutkan bahwa : Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa  dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM  yaitu :

  1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
  2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-asul sosial dan bangsa.
  3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM  walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM .
- See more at: http://cendekiaulung.blogspot.com/2013/02/ciri-ciri-pokok-hak-asasi-manusia.html#sthash.VUqoOaMU.dpuf