My Blog List

Sunday, November 23, 2014

PENDEKATAN SAINTIFIK




kurikulum2013Kurikulum 2013 menawarkan hal yang baru dalam dunia pendidikan. Harapan besar membubung tinggi, pendidikan diharapkan mampu melahirkan generasi emas menyongsong seratus tahun kemerdekaan. Sekiranya ada perubahan dalam kurikulum yaitu kompetensi mata pelajaran, buku yang digunakan anak didik, kegiatan pembelajaran dan penilaian. Salah satu yang membuat optimis dibanyak kalangan adalah adanya pendekatan saintik (scientific approach) dalam proses pembelajaran. Pendekatan dengan menggunakan cara ilmiah dalam menghadapi suatu masalah. Dengan pendekatan saintifik diharapkan mampu mempersiapkan generasi yang berpikir kritis dan berketerampilan.
saintifikPendekatan Saintifik diatur dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Dalam proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik, ranah sikap mencangkup transformasi substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan mencangkup substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu bagaimana”. Sedangkan ranah pengetahuan mencangkup transformasi substansi atau materi ajar anak didik “tahu apa”.
Pada hasilnya akan ada peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (sof skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari anak didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Hal ini menjadi ciri khas dan kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013 yang banyak mendapat pertanyaan dari berbagai pihak. Kompetensi sikap diperoleh melalui aktivitas menerima,menjalankan, menghargai, menghayati,dan mengamalkan. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Sedangkan Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Kurikulum 2013 menganut pandangan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke anak didik. Anak didik adalah subjek yang memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan perubahan paradigma pembelajaran dari teacher center menjadi students center. Pembelajaran tidak lagi terpusat kepada guru, melainkan kepada anak didik. Anak didik tidak dianggap lagi sebagai selembar kertas putih ataupun gelas kosong. Peranan guru yaitu merancang pembelajaran, mengenali tingkat pengetahuan individu anak didik dan memotivasi perserta didik untuk meningkatkan keberhasilan anak didik dan disiapkan kondisi belajar yang menyenangkan. Dalam bahasa lebih singkatnya guru harus mampu menguasai materi dan kelas.
Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh dari metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus (unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan. Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.
Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita bicarakan dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Ada juga yang mengartikan pendekatan ilmiah sebagai mekanisme untuk memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis.
Tahapan-tahapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik harus diperhatikan oleh guru. Tapi perlu diingat tidak semua materi harus dipaksakan menggunakan pendekatan saintifik secara lengkap. Semua disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan. Sebelum penerapan pembelajaran saintifik, alangkah baiknya guru menyiapkan anak didik secara psikis maupun fisik. Unsur persiapan memeranankan hal yang penting untuk keberhasilan tujuan pembelajaran. Guru harus menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai dan menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh anak didik. Berikut ini adalah aplikatif dari pendekatan saintifik.
Mengamati. Tahap pertama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik yang dilakukan oleh anak didik adalah mengamati. Pengamatan bisa melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar dan membaca. Guru memfasilitasi anak didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan hal yang penting dari suatu objek. Lingkungan sekitar merupakan laboratorium nyata bagi anak didik.
Menanya. Setelah anak didik mengamati, guru memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bertanya. Tahap kedua adalah menanya perlu dipahami yang bertanya disini bukanlah guru melainkan anak didik. Guru harus benar-benar membuka kesempatan kepada semua anak didik untuk bertanya. Dalam hal ini adalah melatih keaktifan anak didik. Selain itu juga untuk menggetahui sejauh mana pengetahuan dan rasa ingin tahu dari anak didik. Guru yang dianggap berhasil dalam pembelajaran adalah guru yang mampu membuat anak didik yang awalnya tidak tertarik terhadap materi kemudian menjadi tertarik dan kemudian menyenangi pelajaran tersebut.
Menalar. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan anak didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi anak didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Mencoba/mengeksplorasi. Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena. Strategi yang digunakan adalah memperluas dan memperdalam pengetahuan yang menerapkan strategi belajar aktif. Pendekatan pembelajaran yang berkembang saat ini secara empirik telah melahirkan disiplin baru pada proses belajar. Tidak hanya berfokus pada apa yang dapat anak didik temukan, namun sampai pada bagaimana cara mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Istilah yang populer untuk menggambarkan kegiatan ini adalah “explorative learning”.
Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Tantangan baru dinamika kehidupan yang makin kompleks menuntut aktivitas pembelajaran bukan sekedar mengulang fakta dan fenomena keseharian yang dapat diduga melainkan mampu menjangkau pada situasi baru yang tak terduga.Dengan dukungan kemajuan teknologi dan seni, pembelajaran diharapkan mendorong kemampuan berpikir anak didik hingga situasi baru yang tak terduga. Agar pembelajaran terus menerus membangkitkan kreativitas dan keingintahuan anak didik, kegiatan pembelajaran kompetensi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
Menyajikan atau mengajak anak didik mengamati fakta atau fenomena baik secara langsung dan/ atau rekonstruksi sehingga anak didik mencari informasi, membaca, melihat, mendengar, atau menyimak fakta/fenomena tersebut. Memfasilitasi diskusi dan Tanya jawab dalam menemukan konsep, prinsip, hukum,dan teori. Mendorong anak didik aktif mencoba melalui kegiatan eksperimen. Memaksimalkan pemanfaatan teknologi dalam mengolah data, mengembangkan penalaran dan memprediksi fenomena. Dan Memberi kebebasan dan tantangan kreativitas dalam presentasi dengan aplikasi baru yang terduga sampai tak terduga
Penguatan pendekatan saintifik dalam pembelajaran perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan anak didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Selain itu juga bisa menggunakan pembelajaran kolaboratif kelas misalnya STAD, Jigsaw, Group Investigation dsb. Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses.
doni setyawanPeranan guru dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai fasilitator dan motivator. Guru memberikan fasilatas bagi anak didik untuk mampu merekonstruksi kemampuan yang telah dimiliki. Selain itu guru juga harus mampu memotivasi bagi anak didik untuk selalu aktif meraih prestasi. Dengan pendekatan saintifik diharapkan anak didik memiliki kemandirian dalam belajar. Ketergantungan pada guru harus semakin dikurangi. Karena anak didik belajar bukan untuk memintarkan guru, malainkan untuk diri mereka sendiri. Kemandirian dalam memcahkan masalah yang ada dan memberikan solusi merupakan bekal kecakapan hidup bagi anak didik. Setalah sekolah selesai anak didik diharapkan memiliki kemampuan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang kuat dan mantap. Kalau semua berjalan sesuai dengan ketentuan, harapan Indonesia emas bukan hanya ada pada bualan semata.
Sumber Bacaan
Leo Agung. 2014. Tradisi Lisan dan Sejarah: Redifinisi Pembelajaran Sejarah dalam Kurikulum2013. Pada seminar nasional temu alumni program studi pendidikan sejarah PPS FKIP-UNS tanggal 26 Juni 2014.
Imas Kurniasih & Berlin Sani. 2014. Impelementasi Kurikulum 2013: Konsep & Penerapan. Surabaya: Kata Pena
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia

Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)





Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery(penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner  menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
  1. identifikasi kebutuhan siswa;
  2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
  3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
  4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
  5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
  6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
  7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
  8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
  9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah;
  10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
  11. membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
  1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;
  2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
  3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
  4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;
  5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode discovery (penemuan) terbimbing (guided discovery).

DEFINISI, PENYEBAB DAN JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR

DEFINISI, PENYEBAB DAN JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR



Kata Pengantar
            Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberika rahmat serat karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “DEFINISI, PENYEBAB DAN JENIS-JENIS KESULITAN BELAJAR”.
            Makalah ini berisikan tentang informasi kesulitan belajar atau yang lebih khususnya membahas definisi kesulitan belajar, penyebab kesulitan belajar, dan jenis-jenis kesulitan belajar. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang kesulitan belajar.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Indralaya, 30 November 2011




Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................1
Daftar Isi...................................................................................................................2
Bab I Pendahuluan...................................................................................................3
            Latar Belakang.............................................................................................3
Tujuan..........................................................................................................3
            Rumusan Masalah........................................................................................3
Bab II Pembahasan...................................................................................................4
            Definisi anak berkesulitan belajar................................................................4
            Klasifikasi anak berkesulitan belajar...........................................................6
            Penyebab anak berkesulitan  belajar............................................................7
Bab III Penutup........................................................................................................9
            Kesimpulan..................................................................................................9
            Saran.............................................................................................................9
Daftar Pustaka..........................................................................................................9
Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
o   Dalam kehidupan sekolah ada sebagian anak yang berkesulitan belajar
o   Perlu adanya pelayanan khusus untuk Anak berkesulitan belajar
B.     Tujuan
o   Mengetahui pengertian Anak Berkesulitan Belajar
o   Mengetahui klasifikasi anak berkesulitan belajar
o   Mengetahui penyebab anak berkesulitan belajar
                                                                
C.     Rumusan Masalah
o   Apa pengertian anak berkesulitan belajar?
o   Sebutkan klasifikasi anak berkesulitan belajar?
o   Apa saja penyebab anak berkesulitan  belajar?
Bab II
Pembahasan
Definisi, Penyebab dan Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
1.      Definisi kesulitan belajar
Istilah yang digunakan untuk menyebut  Anak Berkesulitan Belajar (ABB) cukup beragam. Kelompok ahli bidang medis menyebutnya dengan istilah brain dysfunction, kelompok ahli psycholinguistic  menggunakan istilah language disorders, dan selanjutnya dalam bidang pendidikan ada yang menyebutnya dengan istilah educationally handicapped. Namun istilah umum yang sering digunakan oleh para ahli pendidikan adalah learning disabilities (Donal, 1967:1) yang diartikan sebagai “kesulitan belajar”. Oleh karena sifat kelainannya yang spesifik, kelompok anak yang mengalami kesulitan belajar ini disebut specific learning disabilities, yaitu kesulitan bekajar khusus (painting, 1983:krik, 1989).
Dalam dunia pendidikan digunakan istilah educationally handicapped karena anak-anak ini mengalami kesulitan belajar dalam mengikuti proses pendidikan sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan secara khusus (special education) sesuai dengan bentuk dan derajat kesulitannya (Hallahan da Kauffman, 1991). Layanan pendidikan yang khusus yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga dalam strategi atau pendekatan bantuannya.
Istilah yang digunakan oleh para medis adalah brain injured, minimal brain dysfunction dengan alasan bahwa dari hasil deteksi secara medis anak-anak berkesulitan belajar mengalami penyimpangan dalam perkembangan dalam perkembangan otaknya yang diakibatkan oleh adanya masalah pada saat persalinan atau memang sejak dalam kandungan mengalami penyimpangan. Sementara itu para ahli bahasa menyebutnya dengan istilah language disorder karena anak-anak berkesulitan belajar  mengalami gangguan dalam berbahasa. Gangguan bahasa yang dimaksud, meliputi berbahasa ekspresif, taitu kemampuan mengemukakan ide atau pesan secara lisan, dan berbahasa reseptif, yaitu kemampuan menangkap ide atau pesan orang lain yang disampaikan secara lisan
Adapun pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus, sebagaimana dijelaskan oleh canadian association dir children and adults with learning disabilities (1981) adalah mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya termasuk rata-rata, sedikit diatas rata-rata atau sedikit dibawah rata-rata, dan apabila kecerdasannya lebih rendah dari kondisi tersebut bukan lagi termasuk learning disabilities.
Public law (Hallahan  dan Kauffman 1991:126) menjelaskan tentang “specivic learning disabilities” sebagai gangguan pada suatu proses pada psikologis dasar atau yang lebih terlihat didalam penggunaan bahasa lisan dan tulis dengan wujud, seperti tidak kesempurnaan mendengar, memikirkan, membicarakan, membaca, menulis, mengucapkan atau melakukan penghitungan matematis.
The national joint committe for learning disabilities (NJCLD) mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan yang heterogen yang berupa kesulitan nyata dalam menggunakan pendengaran, percakapan, membaca, menulis, berpikir, dan kemampuan matematika.
Memperhatikan pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus tersebut, tergambar bahwa sumber penyebabnya, yaitu “disfungsi sistem saraf pusat”. Kondisi “disfungsi” menunjukan adanya gangguan fungsi dari sistem saraf sehingga tidak berperan sebagaimana mestinya. Gangguan ini terjadi pada aspek organis, dan pada proses psikologis dasar berupa gangguan berbahasa, artikulasi, membaca, menulis ekspresif dan berhitung tidaklah bersifat permanen sehingga memungkinkan kembali berfungsi optimal manakala memperoleh layanan yang sesuai.
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak atau dalam psikologis dasar sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya  secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.
2.      KLASIFIKASI KESULITAN BELAJAR
Krik dan Gallagher (1989:187) menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibedakan dalam 2 kategori besar, yaitu (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
            Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan, mencakup gangguan perhatian, ingatan, motorik dan persepsi, bahasa, dan berpikir, sedangkan kesulitan belajar akademik mencakup kesulitan membaca, menulis, dan berhitung atau matematika.
            Kesulitan belajar dalam perkembangan dapat mempengaruhi proses untuk menerima, menginterpretasikan, dan merespons stimulus dari ligkungannya.
            Kesulitan belajar akademik merupakan suatu kondisi tang secara signifikan menghambat proses bekajar membaca, menulis, dan operasi berhitung. Rendahnya prestasi tersebut bukan disebabkan oleh keterbatasan mental ( tunagrahita), gangguan emosi yang serius atau gangguan sensori atau keterasingan dari lingkungan.
Klasifikasi anak berkesulitan belajar berdasrkan pada tingkat usia dan juga jenis kelamin, yaitu:
·         Kesulitan belajar perkembangan
ü  Usia dibawah 5 tahun (balita)
ü  Dikarenakan belum belajar secara akademis
ü  Belajar dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti:
Ø  Kematangan persepsi visual auditory
Ø  Kematangan persepsi wicara
Ø  Kematangan persepsi daya diferensiasi
Ø  Kematanga persepsi kemampuan sensory-motor
·         Kesulitan belajar akademik
ü  Usia diatas 6 tahun
ü  Disebabkan karena kesulitan belajar akademik
ü  Secara spesifik yaitu kesulitan dalm satu jenis/bidang akademik, seperti:
Ø  Berhitung/ matematika (diskalkulia)
Ø  Kesulitan membaca (dileksia)
Ø  Kesulitan menulis (disgrapia)
Ø  Kesulitan  berbahasa (dysphasia)
Ø  Kesulitan/ tidak terampil (dispraksia)
3.      PENYEBAB KESULITAN  BELAJAR
Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar (learning disabilities) . Namun, secara tegas dikemukakan oleh Roos (1976), Siegel, dan Gold (1982), serta Painting (1983), bahwa kesulitan belajar khusus desebabkan oleh disfungsi sistem saraf yang disebabkan oleh: (1) cedera otak pada masa perkembangan otak, (2) ketidakseimbangan zat-zat kimiawi didalam otak, (3) gangguan perkembangan saraf, (4) kelambatan proses perkembangan individu.
Ahli lain, yaitu Hallahan dan Kauffman(1991:127-128) mengemukakan 3 faktor penyebab kesulitan belajar, yaitu:
·       Faktor organis/ biologis
Banyak ahli yangmeyakini bahwa timbulnya kesulitan belajar khusus pada anak-anak disebabkan oleh adanya disfungsi dari sistem saraf pusat.
·         Faktor genetis
Munculnya anak-anak berkesulitan belajar khusus, dapat disebabkan oleh faktor genetis sebagaimana dikemukakan oleh Finucci dan Child (1983). Sementara hasil dari penelitian Olson, Wise, Conners, Rack dan Fulker (1989) ditemukan bahwa pada anak-anak yang kembar identik (kembar siam) banyak yang mengalami kesulittan membaca.
·         Faktor lingkungan
Anak yang berkesulitan belajar yang disebabkan faktor lingkunga sulit untuk di dokumentasikan, meskipun demikian sering dijumpai adanya masalah dalam belajar yang disebabkan oleh faktor lingkungankondisi keluarga yang tidak menunjang atau guru-guru yang tidak mepersiapkan program pengajaran dengan baik.
Dari hasil penelitian para ahli diagnostik lain, ditemukan 4 faktor yang dapat memperberat gangguan dalam belajar, antara lain:
·         Kondisi fisik
Meliputi gangguan visual, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan dan orientasi ruang, body image yang rendah, hiperaktif, serta kurang gizi.
·         Faktor lingkungan
Lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat yang tidak baik akan menghambat perkembangan sosial, psikologis  dan pencapaian prestasi akademis.
·         Faktor motivasi dan afeksi
Anak yang selalu gagal pada suatu mata pelajaran atau bebrapa akan cenderung menjadi tidak percaya diri, mengabaikan tugas, dan rendah diri.
·       Kondisi psikologis
Kondisi psikologis meliputi gangguan perhatian, persepsi visual, persepsi pendengaran, persepsi motorik, ketidakmampuan berpikir, dan lambat dalam kemampuan berbahasa.
Bab III Penutup
a.       Kesimpulan
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak atau dalam psikologis dasar sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya  secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.
            Kesulitan belajar dibedakan dalam 2 kategori besar, yaitu (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities) dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
            Kesulitan belajar khusus desebabkan oleh disfungsi sistem saraf yang disebabkan oleh: (1) cedera otak pada masa perkembangan otak, (2) ketidakseimbangan zat-zat kimiawi didalam otak, (3) gangguan perkembangan saraf, (4) kelambatan proses perkembangan individu.
Hallahan dan Kauffman(1991:127-128) mengemukakan 3 faktor penyebab kesulitan belajar, yaitu:
·                     Faktor organis/ biologis
·                     Faktor lingkungan
·                     Faktor motivasi dan afeksi
·                     Faktor psikologis
b.      Saran
Anda juga  bisa mencari dari sumber lain mengenai materi ini,sehingga wawasan dan referensi anda akan luas mengenai materi ini.
Daftar Pustaka
Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka

PERKEMBANGAN ANAK TUNALARAS



1.      Perkembangan Kognitif
Masalah gangguan emosi anak tunalaras dapat menyebabkan kehilangan minat dan konsentrasi belajar sehingga prestasinya rendah di sekolah. Kelemahan dalam perkembangan kecerdasan ini menjadi penyebab timbulnya gangguan tinkah laku. Pada dasarnya seorang anak tidak ingin berbeda dengan temannya tetapi jada saaatnya anak tersebut tidak mampu untuk menyamai temannya, sehingga menimbulkan masalah. Ketidakmampuan tersebut dapat menjadikan anak frustasi dan kehilangan kepercayaan diri, sehingga anak akan terjerumus ke hal-hal yang negatif seperti, membolos, lari dari rumah, berkelahi, dsb. Selain itu anak dapat memperhitungkan sebab akibat suatu perbuatan dan mudah terpengerahi oleh hal-hal negatif.
Anak yang berintelegensi tinggi juga memiliki masalah delam penyesuaian diri dengan teman-temannya. Anak mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok anak yang lebih tua tetapi sejajar dalam kemampuan mentalnya, hal ini disebabkan ketidaksejajaran antara perkembangan intelegensi dengan kemampuan sosialnya. Masalah lain yang dihadapi  oleh anak yaitu sikap tidak mau kalah dengan orang lain. Anak tersebut selalu ingin menang sendiri dalam berbagai kegiatan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak tunalaras mempunyai perkembangan intelegensi yang tidak berbeda dengan dengan anak pada umumnya ada yang berintelegensi rendah, sedang, dan tinggi.
2.      Perkembangan Kepribadian
Para ahli mendefinisikan kepribadian sebagai suatu organisasi yang dinamis pada sestem psikofisis individu yang ikut menentukan cara yang unik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kepribadian dapat menyebabakan sesseorang berperilaku menyimpang, karena kepribadian akan mewarnai peranan dan kedudukan seseorang dalam berbagai kelompok dan mempengaruhi kesadarannya.
Sejak lahir setiap orang sudah dibekali dengan berbagai kebutuhan dasar yang menuntut pemenuhan kebutuhan dan setiap orang berusaha memenuhinya yang diwujudkan dalam besrvagai lingkungannya. Apabila usaha pemenuhan tidak sesuai dengan norma sosial, dapat terjadi konflik psikis. Dan apabila gagal, stabilitas emosinya akan terganggu kemudian mendoraong terjadinya perilaku menyimpang.
3.      Perkembangan Emosi
Terganggunya perkembangan emosi merupakan penyebab dari kelainan tingkah laku anak tunalaras ciri-cirinya yaitu kehidupan emosi anak ang tidak stabil, kemampuan mengekspresikan emosi dan pengendalian diri yang kurang. Terganggunya kehidupan emosi ini merupakan akibat ketidakberhasila anak dalam melewati fase perkembagan. Penelitian para ahli menunjukkan bahwa kehidupan emosi pada awal perkembangan individu sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan selanjutnya.
Kematangan emosional anak ditentukan dari hasil interaksi dengan lingkungannya, di mana anak belajar tentang bagaimana emosi itu hadir dan bagaimana cara untuk mengekspresikannya. Perkembangan emosi ini berlangsung terus menerus sesuai perkembangan usia, akan banyak pula pengalaman emosional yang diperoleh anak. Tetapi anak tunalaras tidak mampu belajar dengan baik dalam merasaka dan menghayati emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan emosinya bervariasi. Mereka juga kurang mampu mengendalikan emosi dan aka menimbulkan penyimpangan tingkah laku, misalnya mudah marah, mudah tersinggung, kurang mampu perasaan orang lain, dsb. Perasaan seperti ini akan mengganggu situasi belajar dan mengakibatkan prestasi belajar yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki, sehingga memerlukan pengajaran remedial. Fokus bantuan bagi mereka dala mengatasi kesulitan belajar. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh para pengelola pendidikan dalam usaha memunculkan motivasi belajara bagi anak tunalaras, yaitu :
a.       Pengaturan lingkungan belajar
b.      Mengadakan kerjasama dengan lembaga lain/ lembaga pendidikan umumnya
c.       Tempat layanan pendidikan
4.      Perkembangan Sosial
Sejak lahir manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi ini berkembang sesuai dengan pola atau tahapan-tahapan perkembangan. Lingkungan yang menyenangka akan mendorong tumbuhnya perasaan mempercayai sesuatu (trust) yang kemudian akan berkembang ke lingkungan yang masih luas. Sebaliknya lingkungan yang tidak memuaskan pengalaman psikologis yang kurang menyenangkan akan menimbulkan perasaan tidak mempercayai sesuatu (intrust). Anak tunalaras memiliki hambatan dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain, tetapi ada saatnya jmereka dapat menjalin hubungan yang erat dengan temannya dan membentuk suatu kelompok yang kompak.
Ketidakmampuan anak tunalaras dalam melalui interaksi sosialyang baik dengan lingkungannya desebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangakan. Pada waktu memasuki tahapan perkembangan baru anak akan dihadapkan pada tantangan yang timbul dari lingkungan agar egonya menyesuaikan diri. Oleh karena itu pada setiap pencapaian tahap perkembangan baru anak menghadapi krisis emosi. Apabila egonya mampu menghadapi krisis tersebut anak akan mengalami kematangan dan mampu menyesuaikan diri dengan baik. Emosi atau perasaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan hubungan antarindividu. Gangguan emosi akan diperlihatkan dalam hubungannya dengan orang lain dalam bentuk kecemasan, agresif, dan impulsif. Keadaan ini dapat terjadi dalam berbagai lingkungan, baik di rumah atau di sekolah. Jarak yang memisahkan hubungan anak dengan lingkungannya mula-mula bersifat objektif, akan tetapi kemudian menjadi bersifat subjektif. Hal ini tergantung kepada bagaimana sikap anak, penghayatan anak akan dirinya (self-concept), dan penghayatan ank terhadap lingkungan sosialnya.
Anak tunalaras memiliki penghayatan yang keliru, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan sosialnya. Mereka menganggap dirinya tidak berguna bagi orang lain dan merasa tidak berperasaan. Di antara bentuk-bentuk kelainan tingkah laku, anak yang cemas dan menarik diri memiliki ancaman yanag lebih besar terhadap dirinya daripada lingkungan sosialnya. Karena mereka yang menunjukkan tingkah laku yang mengganggu dan tidak terlalu menimbulkan masalah bagi orang lain sehingga kurang menarik perhatian.
Masalah yang dihadapi anak yang menarik diri ini adalah pengendalian dan kelenturan ego. Dalam dirinya tampak suatu keadaan tidak berdaya yang dipelajari (learned helplessness) yang dapat menimbulkan masalah serius bila ia mengalami kekecewaan, ia merasa bahwa kekecewaan adalah bagian dari dirinya. Anak dengan masalah ini mempunyai konsep yang dimikian rendah sehingga kegagalan dalam tugas sekolah atau kehidupan sosialnya hanya menunjukkan ketidakberdayaan di hadapan lingkungannya. Penampilan yang buruk dalam suatu situasi mungkin akan dilakukannya lebih buruk lagi hanya karena ia merasa pesimis dengan diri dan kemampuannya lebih buruk lagi lagi hanya karena ia merasa pesimis dengan diri dan kemampuannya. Perasaan dan sikap rendah diri nampak menonjol dalam penampilan mereka.

  Sumber : Dra. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi, 2006, Psikologi Anak Tunalara, Bandung : PT Refika Aditama

mean modus dan kuartil

  1. rata-rata hitungnya … X = 10
  2. Tentukan mediannya … Med = 10
  3. Tentukan Modusnya … Mod = 10

Untuk soal No 13 – 18 gunakan tabel berikut ini
X 255 265 275 285 295 305 350
F 8 10 16 15 10 8 3

  1. Tentukan Mean dari data di atas … Mean = 10
  2. Tentukan modus dari data di atas …Mod = 8
  3. Tentukan kuartil bawah dari data di atas …
K1      =1(70+1)/4
= 71/4
= 17,75

  1. Tentukan kuartil atas dari data di atas …
K4=4(71)/4  = 71
  1. Tentukan P1 dari data di atas …
K4=4(71)/4  = 71
  1. Tentukan P5 dari data di atas …
P5 = 5/100(70+1)=3,55

  1. II. Aplikasi Ms Excell dan SPSS dalam Statistika Deskriptif
Dari tabel no 1 carilah mean, median, modus, keartil pertama, desil ke-4 dan Persentil ke-60 dengan menggunakan aplikasi Ms Excell & SPSS.