My Blog List

Wednesday, November 19, 2014

Penilaian Pembelajaran



Penilaian Pembelajaran


A. DEFINISI PENILAIAN
Setiap kegiatan yang berlangsung, pada akhirnya kita ingin mengetahui hasilnya, demikian pula dalam pembelajaran. Untuk mengetahui hasil kegiatan pembelajaran, harus dilakukan pengukuran dan penilaian. Dalam kaitan dengan penilaian keberhasilan pembelajaran, beberapa konsep dasar yang perlu dipahami yaitu pengukuran dan penilaian.

Pengukuran adalah suatu usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu seperti apa adanya. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pengukuran hasil belajar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku pelajar setelah selesai mengikuti suatu kegiatan belajar. Kegiatan pengukuran umumnya guru menggunakan tes sebagai alat ukur. Hasil pengukuran berbentuk angka yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat penguasaan pelajar terhadap materi pelajaran. Angka atau skor sebagai hasil pengukuran mempunyai makna jika dibandingkan dengan patokan sebagai batas yang menyatakan bahwa pelajar telah menguasai secara tuntas materi pelajaran tersebut.

Penilaian adalah usaha yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan belajar dalam penguasaan kompetensi. Selain itu penilaian bertujuan untuk mengetahui berhasil tidaknya pelaksanaan pembelajaran.

Pada dasarnya pengukuran dan penilaian memiliki persamaan dan perbedaan. Pengukuran terarah pada tindakan atau proses untuk menentukan kuantitas sesuatu, karena itu biasanya diperlukan alat bantu. Sedangkan penilaian menentukan kualitas atau nilai sesuatu.

Pelaksanaan penilaian terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran. Sebaliknya pengukuran tidak akan berarti bila tidak dihubungkan dengan penilaian. Misalnya si Agus memperoleh skor mentah 70 (pengukuran), kemudian berdasarkan kriteria tertentu si Agus mendapat nilai “B” (penilaian).

B. TUJUAN PENILAIAN
Masalah pertama yang harus dilakukan dalam langkah perencanaan penilaian pembelajaran ialah merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan penilaian di tentukan oleh jenis tugas yang kita hadapi. Tujuan penilaian bagi konselor pendidikan akan berbeda dengan tujuan penilaian bagi sebuah panitia seleksi dan akan berbeda pula dengan tujuan penilaian bagi guru yang mengajarkan mata pelajaran tertentu.

Seorang konselor pendidikan bertujuan untuk memperoleh keterangan yang selengkap-lengkapnya tentang karakteristik pelajar agar dapat memberikan bimbingan yang sebaik-baiknya. Sebuah panitia seleksi bertujuan untuk mengetahui kemampuan, keterampilan dan sikap yang ada pada calon-calon untuk dapat memilih calon yang tepat untuk jenis pendidikan atau jenis jabatan tertentu. Seorang guru yang mengajarkan suatu mata pemalajaran tertentu bertujuan untuk mengetahui apakah bahan-bahan pelajaran yang disampaikannya kepada pelajar sudah dikuasainya atau belum.


Pada dasarnya penilaian dalam kegiatan pembelajaran bertujuan untuk :

a. Pengambilan keputusan tentang hasil belajar
b. Pemahaman tentang pebelajar
c. Perbaikan dan pengembangan program pmbelajaran.
C. ALAT PENILAIAN
Pada umunya ada dua alat penilaian yaitu tes dan non tes.
a. Tes
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh pebelajar, sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi pelajar tersebut yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh pelajar lain standar yang ditetapkan (Nurkancana, 1986).

Apabila rumusan iini di terima maka akan di temukan unsur-unsur sebagai berikut :
1. Bahwa tes itu berbentuk suatu tugas
2. Bahwa tes itu di berikan pada pelajar untuk dikerjakan
3. Bahwa respons pelajar perlu dinilai

Berdasarkan jumlah peserta, tes hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu :
1. Tes individual yaitu tes yang pada saat diberikannya kita hanya menghadapi satu pelajar
2. Tes kelompok yaitu jika pada saat itu diberikan kita menghadapi sekelompok pelajar

Ditinjau dari segi penyusunannya, tes hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu :
1. Tes Buatan Guru
Tes buatan guru yaitu tes yang disusun sendiri oleh guru yang akan mempergunakan tes tersebut. Tes ini biasa diberikan untuk ulangan haria (formatif), umum (sumatif), atau penghabisan (EBTA). Tes buatan guru ini dimaksudkan untuk mengukur hingga dimana penguasaan pelajkar terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan.

Dalam membuat soal, guru perlu memberikan secara logis dan rasional hal-hal atau pokok-pokok apa saja yang patut ditanyakan sebagai bahan pengetahuan penting yang sebaiknya dipahami oleh pelajar. Tes buatan guru bersifat temporer artinya hanya berlaku pada saat tertentu dan situasi tertentu pula, yang pada kesempatan lain mungkin berubah, baik bentuk soal maupun kapasitas pelajar. Adapun tes buatan guru yang bersifat hafalan semata-mata dan ada pula yang bersifat pemikiran.

Seorang guru profesional yang ideal akan menyusun soal yang berimbang dari kedua sifat tersebut diatas. Akibat lain dari pihak pelajar akan tampak siapa yang mempunyai kemampuan mantap dalam mengingat atau menghafal sesuatu dan siapa yang mempunyai daya pikir luas dan asosiatif. Situasi yang terakhir inilah yang sebaiknya diciptakan guru.

2. Tes Standar
Tes standar yaitu tes yang sudah valid dan andal (reliable) berdasarkan percobaan-percobaan terhadap sampel yang cukup luas dan representatif. Tes standar adalah tes yang sudah dikaji berulang-ulang kepada kelompok besarvtesti. Selain sudah diteliti dan diukur, soal-soal mana relevan dan yang mempunyai daya pembeda yang tinggi, juga telah di klasifikasikan jenis-jenis untuk tingkatan umur maupun kelasnya. Tes ini telah di analisis secara statistik oleh para ahli dan kemudian dinyatakan sahih atau valid untuk digunakan secara umum. Pengelolaan secara statistik adalah dimaksudkan untuk mencari validitas daya pembeda yang tinggi dari butir soal yang lainnya. Sehingga soal itu memang tepat untuk diberikan dan dapat dijadikan alat pengukuran kecerdasan setiap orang secara umum.

Tes standar bertujuan untuk mengukur pelajar dalam 3 aspek yaitu :
a. Kedudukan belajar
Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kedudukan belajar pelajar dibandingkan dengan teman sekelasnya, setingkat dan sesekolah atau setingkat dari beberapa sekolah. Tes ini dilakukan pada tingkat dan waktu tertentu.

b. Kemajuan belajar
Tes ini untuk mengukur kemajuan yang dicapai dalam mata pelajaran tertentu. Jika telah selesai membahas sesuatu atau beberapa pokok bahasan dari suatu mata pelajaran tertentu, guru biasanya memberikan ulangan harian pada setiap semester. Adakalanya tes ini diberikan beberapa kali sehingga dapat dilihat kemajuan atau ketidak berhasilan (kemunduran) belajar pelajar melalui penilaian tertentu.

c. Diagnostik
Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kelemahan dan kelebihan pelajar dalam menguasai bahan pelajaran tertentu secara luas. Isinya materi-materi yang disusun dari yang termuda sampai yang tersukar dan mencakup bidang yang luas. Dewasa ini tes diagnostik telah umum dilakukan pada semua sekolah untuk semua tingkatan. Tes diagnostik biasanya dilakukan serempak pada beberapa sekolah dalam waktu yang sama, bahan tes yang sama. Hasil tes yang diagnostik akan menunjukkan kelemahan atau kelebihan dari suatu sekolah.

Ada beberapa perbedaan antara tes standar dengan tes buatan, yaitu :
1. Tes standar :
a) Didasarkan atas isi dan tujuan lembaga pendidikan pada umunya.
b) Berhubungan dengan bagian-bagian yang luas dari pengetahuan atau kecakapan
c) Dikembangkan dengan bantuan penulis profesional
d) Menggunakan item-item yang telah di ujicobakan, dianalisis dan direvisi sebelum menjadi bagian dari tes itu.
e) Memiliki validitas dan kendala(reliabiliti) yang tinggi
f) Memiliki ukuran-ukuran untuk bermacam-macam kelompok yang secara luas mewakili performanceseluruh daerah.

2. Tes buatan guru
a) Berdasarkan isi dan tujuan-tujuan khusus untuk kelas atau sekolah tempat guru itu mengajar
b) Dapat menyangkkut topik atau kecakapan khusus
c) Biasanya dikembangkan oleh seorang guru tanpa bantuan dari luar
d) Menggunakan item-item yang jarang diujicobakan sebelum menjadi bagian dari tes tersebut
e) Memiliki keandalan yang rendah
f) Biasanya terbatas pada kelas atau satu sekolah sebagai suatu kelompok pemakainya.

b. Non Tes
Untuk menilai aspek tingkah laku, jenis non tes lebih sesuai dipergunakan sebagai alat penilaian. Alat penilaian jenis non tes ini antara lain :
1. Observasi yakni pengamatan tingkah laku pada situasi tertentu

2. Wawancara yakni berkomunikasi langsung antara yang menginterviewdan yang di interview. Untuk memudahkan pelaksanaannya perlu disediakan pedoman wawancara berupa pokok-pokok yang ditanyakan

3. Studi kasus yaitu mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya

4. Skala penilaian merupakan salah satu alat penilaian yang mempergunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai pada ujung yang positif sehingga pada skala tersebut penilaian tinggal membubuhi tanda cek saja

5. Chek list sebenarnya hampir menyerupai skala penilaian, hanya pada skala ini tidak perlu disusun kriteria dari negatif sampai positif. Cukup dengan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang akan diminta dari yang dinilai

6. Inventori yaitu “pertanyakan” dimana yang ditanya tinggal memilih alternatif jawaban, apakah “setuju” atau “tidak setuju”. Bentuk non tes ini adalah untuk mengetahui sikap yang dimiliki para pelajar setelah menyelesaikan program bidang studi.

D. CARA MENJAWAB SOAL
Pada dasarnya ada dua macam bentuk pertanyaan essay (uraian), yaitu :
a. Bentuk Uraian Bebas
Dalam bentuk ini testi bebas untuk memilih sistematika dan cara menjawabnya. Setiap testi mempunyai sistem dan cara yang berbeda satu sama lain. Dalam mengemukakan jawaban, testi dapat meninjaunya dari sudut saling berbeda. Ada yang menitikberatkan pada segi politik, atau ekonomi saja bahkan pada gambaran sosial budaya.

b. Bentuk Terbatas
Dalam menjawab soal essay terbatas ini, testi harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun bunyi kalimat jawaban setiap testi ini beraneka ragam, pokok-pokok penting yang harus terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan batas-batas yang ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya, haruslah ada.

E. BENTUK TES
Dalam pembelajaran dikenal bahwan bentuk tes dan ujian diantaranya adalah, tes tertulis, lisan, dan perbuatan (praktek).
a. Bentuk Tes Tertulis
Tes tertulis diberikan pada seorang atau sekelompok testi pada waktu, tempat dan soal tertentu. Tes ini ada yang bersifat informal dan formal. Tes informal dimaksudkan untuk dilakukan dengan tujuan tertentu, lingkungan terbatas yang diselenggarakan langsung oleh pihak pelaksana dalam situasi setengah resmi tanpa melalui institusional resmi. Sedangkan tes yang bersifat formal meliputi jumlah testi yang cukup besar, yang diselenggarakan oleh suatu panitia resmi yang diangkat oleh negara.

Bentuk soal ujian tertulis yang kita kenal adalah :
1. Objektif
2. Essay
3. Kombinasi kedua bentuk tersebut

b. Bentuk Tes Lisan
Bentuk ini adalah bentuk tes yang menuntut respons dari anak dalam bentuk bahasa lisan. Tes lisan dapat berbentuk sebagai berikut :
1) Seorang penguji menilai seorang pelajar
2) Seorang penguji menilai sekelompok pelajar
3) Kelompok penguji menilai seorang pelajar
4) Sekelompok penguji menilai sekelompok pelajar.

c. Bentuk Tes Perbuatan
Bentuk ini adalah tes yang menuntut jawaban anak dalam perilaku atau perbuatan. Jadi anak itu berbuat sesuai dengan perintah atau pertanyaan yang diberikan. Tes perbuatan dapat berbentuk kelompok dan perorangan.

F. CARA MENAFSIRKAN HASIL PENILAIAN
Uuntuk menafsirkan hasil penilaian dapat ditempuh dua pendekatan yaitu pendekatan acuan patokan dan pendekatan acuan norma.
a. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada apa yang telah dilakukan oleh pelajar atau dengan kata lain kemampuan kemampuan apa yang telah dicapainya sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program. Jadi, pendekatan PAP meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh pelajar dan bukan membandingkan seorang pelajar dengan teman kelasnya, melainkan membandingkannya dengan suatu kriteria yang spesifik. Kriteria (patokan) yang dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar yang diharapkan tercapai sesudah selesai proses belajar atau sejumlah tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan lebih dahulu sebelum proses belajar berlangsung. Tujuan PAP adalah untuk mengukur secara eksak tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebagai kriteria keberhasilan.

Untuk menentukan batas lulus (passing grade) dengan pendekatan PAP, maka setiap skor pebelajar dibandingkan dengan skor ideal maksimum yang mungkin dicapai oleh pebelajar. Misalnya dalam suatu tes, ditetapkan skor idealnya adalah 100, maka pebelajar yang memperoleh skor 85 sama dengan nilai 8,5 dalam Skala T – 10, demikian seterusnya.

Cara lain adalah dengan menggunakan rata-rata dan simpangan buku ideal. Remus yang digunakan ialah:
PG = X id + 0,25 SIDE id
Keterangan:
PG = Passing Grade (batas lulus)
X id = Rata-rata ideal yang diperoleh dari 1h x skor ideal
Sdid = Standar deviasi ideal, yang diperoleh dari 1/3 x rata-rata ideal
Contoh:
Ditetapkan skor ideal suatu tes prestasi belajar sebesar 120
X id = 1h x 120 = 60 dan SID id = 1/3 x 60 = 20
Jadi batas lulusnya = 60 = 0,25 x 20 = 65

b. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Dalam pendekatan acuan norma, makna angka (skor) seorang pebelajar ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar pebelajar lainnya dalam satu kelas. pebelajar dikelompokkan berdasarkan jenjang hasil belajar, sehingga dapat diketahui kedudukan relatif seorang pebelajar dibandingkan dengan teman sekelasnya.

Tujuan pendekatan PAN ialah untuk membedakan pebelajar atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan, dari yang terendah sampai yang tinggi. Secara ideal penyebaran tingkat kemampuan pebelajar dalam satu kelompok meng­gambarkan suatu kurva normal. Pada umumnya norma referenced test dipergunakan untuk seleksi.

Soal tes dalam pendekatan PAN dikembangkan dari bagian bahan yang dianggap oleh guru penting sebagai sampel dari bahan yang telah disampaikan. Guru berwenang untuk menentukan bagaimana yang dianggap lebih penting, dan ia harus dapat membatasi jumlah soal yang diperlukan mengingat bahwa tidak semua materi yang telah dipelajari pebelajar dapat dimunculkan soal-soalnya secara lengkap.

Agar soal yang diperoleh lebih menyebar dan mudah membandingkan pebelajar yang satu dengan yang lainnya, soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang bervariasi, dari yang mudah, sedang, sampai yang sulit, sehingga memberi kemungkinan jawaban yang bervariasi pula.

Penilaian Acuan Norma biasanya digunakan pada saat suatu pembelajaran telah selesai, untuk menentukan tingkat hasil belajar pebelajar. Penetapan batas lulus dapat diternpuli dengan rumus sebagai berikut:
PG = X akt + 0,25 X sd AKT
Keterangan:
PG = Passing Grade (Batas lulus)
X akt = Rata-rata kelompok aktual
SD akt = Simpangan bake kelompok aktual

c. Penggunaan Hasil Tes
1) Tes formatif
Tes formatif dimaksudkan untuk mernantau kernajuan belajar pebelajar selama proses belajar berlangsung, dan untuk memberikan bahkan bagi penyempurna program belajar mengajar, serta untuk mengetahui kelemahan--kelemahan yang memerlukan perbaikan sehingga hasil belajar mengajar menjadi lebih baik.

Soal-soal tes formatif mungkin mudah, tetapi mungkin pula sukar, bergantung pada tugas-tugas belajar untuk suatu bagian kecil pengajaran yang dinilai. Seperti telah disebutkan di atas, maksud utama tes formatif ialah untuk perbaikan belajar, bukan tintuk keperluan membuat tingkatan kemam­puan. Jadi, tes formatif sesungguhnya adalah criterion-referenced test. Apa yang dimaksud dengan tes formatif seperti yang telah diberikan pada akhir satuan pelajaran sesungguhnya bukan sebagai tes formatif lagi karena data-data yang diperoleh akhimya digunakan untuk menentukan tingkat hasil belajar pebelajar.

Kiranya lebih tepat tes pada akhir satuan pelajaran itu dipandang sebagai sub tes sumatif. Jika dimaksudkan untuk perbaikan proses belajar, maka maksud itu barn terlaksana pada jangka panjang, yaitu pada saat penyusunan program tahun berikutnya.

Hasil tes formatif bermanfaat bagi guru dan pebelajar:
Manfaat bagi guru:
a) guru akan mengetahui seberapa jauh bahan pelajaran dikuasai oleh pebelajar. Dengan menge­tahui tingkat keberhasilan kelompok pebelajar dalam bahan pelajaran, guru dapat membuat putusan apakah suatu bahan pelajaran itu perlu diulangi atau tidak.

b) guru dapat meramalkan hasil tes sumatif. Tes sumatif merupakan tes prestasi belajar dari kesatuan-kesatuan kecil bahan pelajaran. Tes sumatif merupakan tes prestasi belajar dari sejumlah tes kesatuan-kesatuan tadi. Dengan demikian, beberapa hasil tes formatif dapat dipergunakan sebagai bahan untuk meramalkan tes sumatif. Dalam buku pedoman penilaian kurikulum 1975 ditentukan bahwa nilai tes formatif diberi bobot sate sedangkan nilai tes sumatif diberi bobot dua. Hasil rata-ratanya dimasukkan ke dalam buku laporan kemajuan para siswa.

Manfaat bagi pebelajar:
a) dalam belajar berkelanjutan (matery learning) para siswa harus mengetahui susunan tingkat bahan-bahan pelajaran. Dengan tes formatif para siswa akan mengetahui apakah mereka sudah mengetahuinya atau belum,

b) dengan tes formatif para pebelajar akan mengetahui butir-butir soal mana yang sudah betul-betul mereka kuasai serta butir-butir soal mana yang belum mereka kuasai. Hal ini merupakan balikan yang amat berguna bagi mereka, bagian-bagian mana yang harus mereka pelajari kembali secara individual.

2) Tes sumatif
Tes sumatif diberikan pada saat satuan pengalaman belajar dianggap telah selesai. Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk menetapkan apakah seorang pebelajar berhasil mencapai sekumpulan tujuan pembelajaran atau tidak.

Tujuan tes sumatif ialah untuk menentukan angka berdasarkan tingkatan hasil belajar pebelajar yang selanjutnva digunakan sebagai angka sport. Ujian akhir dan ulangan umum pada akhir semester termasuk tes sumatif. Hasil sumatif juga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses pembelajaran. Cakupan bahannya lebih luas, dan soal-soatnya meliputi tingkat mudah, sedang, dan sulit.

Fungsi utama tes sumatif adalah:
a) untuk menentukan nilai akhir dalam periode tertentu, misalnya; akhir semester, atau akhir tahun. Nilai tersebut biasanya dilaporkan dalciin buku Laporan Pendidikan atau dalam Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Dengan demikian, kita akan mengetahui kedudukan seorang pebelajar dibandingkan dengan pebelajar lain dalam hal prestasi belajarnya.

b) untuk memberikan keterangan tentang kecakapan atau keterampilan seorang pebelajar dalam periode tertentu.

c) untuk meramalkan akan berhasil tidaknya seorang pebelajar dalam pelajaran berikutnya yang lebih tinggi. Agar fungsi meramalkan ini dapat berjalan dengan baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) pelajaran berikutnya mempunyai hubungan dengan perjalanan yang sudah ditempuhnya,
b) pelajaran berikutnya itu masih dalam hal metode dan karakteristik pebelajar itu
c) dapat dipergunakan menentukan bahan pelajaran berikutnya
d) sebagai bahan pertimbangan untuk menyernpurnakan urutan serta banyaknya bahan pelajaran dan metode yang dipergunakan dalam serangkaian kegiatan belajar mengajar.

Disamping tes formatif dan tes sumatif, ada pula tes yang disebut dengan tes penempatan dan tes diagnostik.
1) Tes penempatan
Pada umumnya tes penempatan dibuat sebagai tes prestasi, tujuannya ialah untuk mengetahui:
a) apakah pebelajar telah memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program belajar
b) sampai dimana pebelajar telah mencapai tujuan pembelajaran, seperti diprogramkan dalam satuan pelajaran mereka.

Dalam hubungannya dengan tujuan yang pertama, masalahnya berkaitan dengan kesiapan pebelajar menghadapi program yang barn, sedangkan untuk yang kedua berkaitan dengan kecocokan program belajar mengajar dengan pebelajar.

Luas bahan pretest lebih terbatas dan tingkat kesukaran soalnya relatif rendah. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pretest digunakan untuk menentukan apakah pebelajar telah memiiiki kemampuan minimum untuk mempelajari suatu unit bahan pelajaran atau belum sama sekali.

Pretest fungsinya terutama untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya prerequisite skills. Pretest yang dibuat untuk menentukan sampai dimana pebelajar telah mencapai tujuan belajar atau memperoleh pengalaman belajar seperti yang tercantum dalam program. Dalam hal seperti itu pretest dibuat sebagai norm-referenced test.

2) Tes diagnostik
Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesu­litan belajar yang dialami pebelajar berdasarkan atas basil tes formatif sebelumnya. Tes tersebut memerlukan sejumlah soal untuk satu bidang yang diperkirakan merupakan kesulitan bagi pebelajar. Soal-soal tersebut bervariasi dan difokuskan pada kesulitan, dan biasanya dilaksanakan sebelum suatu pelajaran berjalan. la diadakan untuk menjajaki pengetahuan dan keterampilan para. pebelajar yang telah mereka kuasai, apakah para. pebelajar (atau calon pebelajar) sudah mem­punyai pengetahuan dan keterampilan tertentu yang diper­lukan untuk dapat mengikuti suatu bahan pelajaran lain. Oleh karena itu, tes diagnostik semacam itu disebut juga test of entering behavior.

G. CARA MENSKOR DAN MENILAI
1. Tes Benar - Salah (true - false)
Dalam menggunakan angka (skor) untuk tes bentuk B -S ini kita dapat menggunakan dua cara yaitu:
1) tanpa hukuman atau tanpa denda dan
2) dengan hukuman atau dengan denda.

Tanpa hukuman adalah apabila banyak angka yang diperoleh pebelajar sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci. Sedangkan dengan hukuman (karena diragukan adanya unsur tebakan), digunakan dua macam rumus, tetapi hasilnya sama.

Pertama, dengan rumus:
S = R - W
S = Score R = Right W = Wrong

Skor yang diperoleh sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah yang salah 
Contoh:
- Banyaknya soal = 10 buah (T)
- Banyaknya yang betul = 8 buah (R)
- Banyaknya yang salah = 2 buah (W)
Angkanya adalah : 8 - 2 = 6 

Kedua, dengan rumus :
S = T - 2W
T singkatan dari total, artinya jumlah soal dalam tes
Contoh di atas dihitung.
- Banyaknya soal = 10 buah (T)
- Banyaknya yang betul = 8 buah (R)
- Banyaknya yang salah = 2 buah (W)
Angkanya adalah 10 - (2x2) = 10 - 4 = 6

2. Dalam Bentuk Pilihan Ganda (multiple choice)
Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal dua macam cara pula yakni tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanga hukuman apabila banyak -angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.

Dengan hukuman menggunakan rumus:
S = R - W / (n - 1)
Dimana:
S = Score (Nilai)
R = Right (Benar)
W = Wrong (Salah)
n = banyaknya pilihan jawaban (umumnya di Indonesia 3,4, atau 5)
Contoh:
- Banyaknya soal = 10 buah (T)
- Banyaknya yang betul = 8 buah (R)
- Banyaknya yang salah = 2 buah (W)
- Banyaknya pilihan =4 buah (n)
Maka skornya adalah : 8 - {2 / (4 - 1)} =  8 - (2 / 3) = 7,33

3. Tes Bentuk Jawaban Singkat (short answer test)
Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit dari pada tes bentuk salah - betul atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Dapat juga angka itu kita samakan dengan angka pada bentuk betul salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabarmya bervariasi rnisalnva lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dbuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1

4. Tes Bentuk Menjodohkan (matching)
Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban dijadikan satu, dernikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Dengan dernikian, maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan lagi adalah bahwa jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi pertanyaan lain.

Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berben­tuk deretan kunci jawaban yang dikeliendaki atau deretan nomor yang di ikuti oleh huruf-huruf yang terdapat di depan alternatif jawaban.

Telah dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagi ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah dua.

5. Tes Bentuk Uraian (essay test)
Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk memberikan skor terhadap tes menguraikan, yaitu metode analisa dan metode sorter. Metode analisa adalah suatu cara menilai dengan menyiapkan sebuah model jawaban dimana jawaban tersebut dianalisa menjadi beberapa step atau elemen disediakan skor tertentu. Setelah satu model jawaban tersusun, jawaban masing-masing anak dibandingkan dengan model jawaban tersebut dan diberikan skor sesuai dengan tingkat kebenarannya.

Metodi mensortir digunakan untuk memberikan skor terhadap jawaban yang tidak dibagi menjadi elemen-elemen. Pemberian skor yang dilakukan secara analisa maupun secara analisa maupun secara sortir beberapa saran perlu diperhatikan untuk mempertahankan realibilitas dari pada tes essay
1. Sebelum memulai memberi skor, siapkanlah terlebih dahulu sebuah model jawaban. Tentukan beberapa jumlah skor yang akan diberikan pada tiap-tiap item. Kalau mempergunakan metode analisa, tetapkan beberapa skor yang akan diberikan untuk setiap step atau elemen jawaban yang benar. Kalau mempergunakan metode sortir, tentukan beberapa skor yang akan diberikan untuk tiap-tiap klasifikasi.

2. Setiap jawaban, hendaknya diperiksa tanpa melihat identitasnya terlebih dahulu. Kalau guru mengetahui identitas jawaban yang sedang diperiksa, maka hal ini akan mempengaruhi objektifitasnya.

3. Periksalah jawaban anak-anak secara item demi item. Setelah item pertama selesai diperiksa untuk semua anak barulah dilanjutkan untuk memeriksa item kedua dan selanjutnya. Dengan cara tersebut realibilitas skor dapat dipertahankan.

H. JENIS-JENIS TES HASIL BELAJAR
a. Tes Uraian (essay)
1. Tes uraian dengan jawaban bebas
Tes uraian pada umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengandung permasalahan, uraian atau penjelasan sebagai jawaban. Ciri khas dari tes ini adalah siswa bebas memberikan jawabannya, siswa bebas memilih pendekatan yang dianggap tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang ditanyakan siswa menyususn dan mengorganisasikan jawaban sendiri, serta memberikan penekanan-penekanan terhadap bernagai aspek jawaban.

2. Tes uraian jawaban terbatas
Isi jawaban dibatasi denga ruang lingkup permaslahan, sedangkan jawaban dibatasi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tercantum pada butir tes.

b. Tes Bentuk Objektif
1. Tes jawaban singkat
Saran-saran dalam menyusun soal jawaban singkat :
- Setiap masalah atau pertanyaan harus sangat khusus
- Setiap soal hanya menyatakan satu ide
- Jangan mengambil pertanyaan dari buku teks atau model
- Buatlah banyak soal jawaban singkat sehingga lebih mencakup materi pelajaran

2. Tes bentuk melengkapi
Tes ini mengungkap kembali dan dapat menggunakan ingatan fakta-fakta. Saran-saran dalam menyusun tes isian :
- Perlu dipahami bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis
- Susunlah soal yang menyatakan satu ide
- Jangan menyalin pernyataan dari buku teks atau modul
- Semua tempat mengisi jawaban harus sama panjangnya
- Jangan mempunyai lebih dari satu tempat kosong dari setiap pernyataan/soal.
- Jangan memulai dengan tempat kosong
- Perlu mempunyai ide pokok yang dilengkapi dengan kata kata kunci.

3. Soal benar salah
Saran-saran dalam menyusun soal :
- Susun soal yang menyatakan satu ide
- Jangan menggunakan cuplikan langsung dari buku teks/modul
- Hindari penggunaan kata-kata petunjuk yang tidak relevan
- Tiap-tiap pertanyaan harus hanya mengandung satu pengertian saja.
- Banyaknya soal tes yang benar dan yang salah hendaknya seimbang.
- Pernyataan harus tegas, menyatakan benar atau salah jangan meragukan.

4. Tipe menjodohkan
Saran-saran untuk menyusun soal soal menjodohkan :
- Batasi 3-5 pertanyaan pada kolom yang satu dan sama banyak jawabannya pada kolom yang lain dengan ditambah 3 jawaban yang mengandung kebenaran yang mirip dengan jawaban-jawaban yang benar untuk setiap tugas.
- Terangkan dengan jelas dasar-dasar melakukan penjodohan
- Berikan hanya satu materi yang homogen saja dalam setiap tugas.
- Perlu dipertahankan gaya bahasa dan tata bahasa yang ajeg (konsisten)
- Buatlah daftar jawaban yang lebih terbatas jawabannya tetapi betul-betul homogen materinya.
- Tiap tiap jawaban pada satu kolom harus merupakan jawaban yang boleh diterima atau dipercaya terhadap tiap-tiap pertanyaan atau soal pada kolom yang lain.
- Pertanyaan-pertanyaan yang agak panjang seharusnya kolom sebelah kiri, sedangkan daftar jawaban pada kolom sebelah kanan.

5. Tes tipe pilihan ganda
Penyusunan tes pilihan ganda :
- Stem yang merumuskan permasalahan harus jelas
- Perumusan stem dan alternatif jawaban hendaknya merupakan pernyataan yang diperlukan saja
- Untuk setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar
- Hindari perumusan stem yang bersifat negatif
- Option sebaiknya logis dan pengecoh berfungsi
- Usahakan tidak ada petunjuk untuk jawaban yang benar
- Usahakan agar supaya option homogen
- Jika option berbentuk angka, susunlah secara berurut mulai dari angka yang terkecil sampai yang terbesar.
- Hindari menggunakan ungkapan
- Usahakan agar jawaban butir soal yang satu tidak tergantung dari jawaban butir soal yang lain.
- Dalam perkitan soal usahakan kunci jawaban seimbang antara a, b, c, d dan letaknya tersebar.

Macam macam tes objektif pilihan ganda :
a. Melengkapi pilihan
b. Hubungan antar hal/soal
c. Tinjauan kasus
d. Asosiasi pilihan ganda.

Toleransi dalam Al-Qur’an

Islam adalah agama yang mudah dan penuh toleransi. Allah mengutus Muhammad SAW dengan membawa agama yang lurus dan yang mudah. Hukum-hukum Islam dibangun di atas kemudahan dan tidak menyulitkan, norma-norma agama ini seluruhnya dicintai (oleh Allah) namun yang mudah dari itu semualah yang paling dicintai oleh Allah. Maka dari itu sangat perlu usaha manusia untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar umat manusia. Salah satu caranya yaitu mengembangkan sikap Toleransi, Etika pergaulan.
Toleransi adalah keimanan yang paling utama. Toleransi adalah amalan yang paling ringan dan paling utama. Termasuk toleransi dalam Islam adalah bahwa Islam merupakan agama Allah untuk seluruh umat manusia. Toleransi Islam menolak sikap fanatisme dan perbedaan ras. Islam telah menyucikan diri dari ikatan dan belenggu jahiliyyah, maka Islam pun menghapus pengaruh fanatisme yang merupakan sumber hukum yang dibangun di atas hawa nafsu.
Dalam tulisan yang sangat sederhana berikut ini, penulis berusaha mengelaborasi secara tematis konsep Islam tentang toleransi dan etika pergaulan. Diawali dengan penjelasan seputar ayat-ayat Al-Qur’an yang terkait, kemudian dilanjutkan dengan upaya untuk mengkontekstualisasikan dengan masa sekarang. hal ini membuktikan bahwa islam rahmatan lil ‘alamin sekaligus memberikan jalan keluar dalam menyikapinya, yaitu dengan prinsip toleransi (tasamuh) dan beretika dalam pergaulan.

Tuesday, November 18, 2014

PRINSIP DASAR POLITIK DALAM ISLAM

PRINSIP DASAR POLITIK DALAM ISLAM

Al Qur’an menegaskan bahwa, kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, jangan sekali-kali diragukan, sebagaimana disebutkan dalam QS. 2 : 147. Ditegaskan pula dalam QS. 3: 60, bahwa kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, jangan engkau termasuk mereka yang meragukannya. Juga terdapat penegasan bahwa kebenaran dating dari Allah SWT, manusia bebas menentukan pilihannya, menerima kebenaran itu atau menolaknya, sebagaimana firman Allah dalam QS. 18 (al-Kahfi) : 29. Sebagai umat Islam, maka tentu saja kita mengambil prinsip-prinsip dasar berdasarkan Al Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber referensi dan rujukan dalam berbagai hal  termasuk dalam urusan politik.
Al Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan diimplentasikan dalam pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah:
1.     Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sebagaimana tercantum dalam QS. 23 (al-Mukminun): 52. Dengan demikian, tidak dapat disangkal bahwa Al Qur’an memerintahkan persatuan dan kesatuan. Hal ini dipertegas lagi dalam QS. 21 (al-Anbiya’): 92.
Perlu digaris bawahi, bahwa makna umat dalam konteks tersebut adalah pemeluk agama Islam. Sehingga ayat tersebut pada hakekatnya menyatakan bahwa agama umat Islam adalah agama yang satu dalam prinsip-prinsip (ushul)-nya, tiada perbedaan dalam aqidahnya, walaupun dapat berbeda-beda dalam rincian (furu’) ajarannya. Dengan kata lain, Al Qur’an sebagai kitab suci pedoman bagi manusia mengakui kebinekaan dalam ketungalan.
2.     Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah. Dalam QS. 42 (al-Syura) : 38 dijelaskan, dan dalam QS. 3 (Ali Imran) : 159.
Ayat diatas dari segi redaksional ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW agar memusyawarahkana persoalan-persoalan tertentu dengan sahabat atau anggota masyarakatnya. Ayat ini juga sekaligus sebagai petunjuk kepada setiap muslim, khususnya kepada setiap pemimpin, agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya karena Rasulullah Muhammad SAW, bagi kita umat muslim adalah suri teladan dalam hidup dan kehidupan. Dengan kata lain kata al-amr (urusan) tercakup urusan ekonomi, pendidikan, social, politik, budaya, hukum,dan lain sebagainya. 
3.     Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil. Dijelaskan dalam QS. 4 (al-Nisa’) : 58. Al Qur’an terutama adalah landasan agama, bukan sebuah kitab hukum. Berbagai kebutuhan hukum dewasa ini tidak mendapatkan aturannya dalam Al Qur’an. Tentu saja Al Qur’an menyediakan landasan, prinsip-prinsip bagi pencapaian keadilan dan kesejahteraan serta penetapan hukum, yang harus diikuti oleh umat Islam. Tetapi landasan itu hanyalah cita-cita pemberi arah, dan rakyat iru sendirilah, lewat musyawarah dan lainnya, yang menyusun hukum-hukum Negara itu termasuk prinsip-prinsip dalam menunaikan amanat dan menetapkan hukum sehingga tetap berpedoman pada Al Qur’an sebagai sumber utama dan pertama bagi umat Islam
4.     Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan) sebagaimana difirmankan dalam QS. 4 (al-Nisa’): 59. Perlu dicermati bahwa redaksi ayat di atas menggandengkan kata “taat” kepada Allah dan Rasul, tetapi meniadakan kata itu pada Ulil Amri. Tidak disebutkannya kata taat pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul, dalam arti bila perintahnya bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka. Dalam hal ini dikenal Hadits Rasulullah SAW yang sangat populer yaitu : Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seseorang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khalik (Allah). Tetapi di sisi lain, apabila perintah ulil amri tidak mengakibatkan kemaksiatan, maka wajib ditaati, walaupun perintah tersebut tidak disetujui oleh yang diperintah. Dalam sebuah hadits disebutkan “Seorang muslim wajib memperkenankan dan taat menyangkut apa saja (yang direintahkan ulil amri), suka atau tidak suka, kecuali bila ia diperintahkan berbuat maksiat, maka ketika itu tidak boleh memperkenankan, tidak juga taat”. (HR. Bukhari Muslim, dan lain-lain melalui Ibnu Umar).
5.     Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam, sebagaimana difirmankan dalam QS. 49 (al-Hujarat): 9.
6.     Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan invasi. Dijelaskan dalam QS. 2 (al-Baqarah) : 90.
7.     Kemestian mementingkan perdamaian dari pada pernusuhan. Dalam QS. 8 (al-Anfal): 61.
8.     Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan, sebagaimana firman Allah dalam QS. 8 (al-Anfal): 60.
9.     Keharusan menepati janji, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. 16 (al-Nahl): 91.
10.            Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. 49 (al-Hujarat): 13.
11.            Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat. Dalam QS. 59 (al-Hasyr): 7
Bahkan Al Qur’an sama sekali tidak melarang kaum muslim untuk berbuat baik dan memberi sebagian harta mereka kepada siapapun, selama mereka tidak memerangi dengan motif keagamaan atau mengusir kaum muslimin dari kampong halaman mereka, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam QS. 60 (al-Mumtahanah): 8.
12.            Keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum. Dalam Al Qur’an ditemukan banyak ayat yang berkaitan atau berbicara tentang hokum. Dalam Al Qur’an secara tegas dinyatakan, bahwa hak pembuat hokum itu hanyalah milik Allah SWT semata, sebagaimana firman-Nya dalam QS. 6 (al-An,am): 57.
Setiap muslim dalam pelaksanaan hukum Islam mesti mengikuti prinsip-prinsip : (a) menyedikitkan beban (taqlil al-takalif), (b) berangsur-angsur (al-Tadarruf), dan (c) tidak menyulitkan (‘adam al-haraj).
Demikian sekilas tentang prinsip-prinsip dasar sistem politik Islam berdasarkan Al Qur’an. Tentu saja masih banyak ayat-ayat Al Qur’an yang saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain, sehingga terlihat jelas kesesuaian dan konsistensi  nilai-nilai dasar dalam Al Qur’an tentagn garis besar dalam urusan politik Islam.