Konsep Ketuhanan Menurut Aliran Deisme
Oleh : Hikmah Azizah Ayunita & Izrin Maudhatul Hasanah
A.
Pengertian Deisme
Kata
deisme berasal dari bahasa latin deus yang berarti Tuhan. Dari akar kata
ini kemudian menjadi dewa, bahkan kata Tuhan sendiri masih dianggap berasal
dari deus. Menurut paham deisme, Tuhan berada jauh di luar alam. Tuhan
menciptakan alam dan sesudah alam diciptakan, Ia tidak memperhatikan dan
memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan ketika proses penciptaan. Peraturan-peraturan tersebut tidak
berubah-ubah dan sangat sempurna.[1]
Jadi deisme secara istilah, yaitu suatu aliran atau paham yang menjadikan Tuhan
sebagai satu-satunya dewa pencipta alam dan keberadaanya jauh di luar alam.
B.
Konsep Ketuhanan Paham Deisme beserta Tokoh-tokohnya
Dalam
paham deisme, alam bagaikan jam. Karena setelah Tuhan menciptakan alam, alam
tidak butuh lagi kepada Tuhan dan alam berjalan menurut mekanisme yang telah
diatur oleh Tuhan. Alasannya, alam berjalan sesuai dengan mekanisme yang tidak
berubah-ubah, maka dalam paham deisme tidak terdapat mukjizat atau kejadian
yang bertentangan dengan hukum alam.
Sejauh
mana melemahnya keimanan manusia terhadap kekuasaan, pengaruh, dan keterlibatan
langsung Allah secara langsung terhadap alam, sejauh itu pula melemah
hubungannya dengan-Nya. Dan sejauh mana melemahnya hubungan dan kaitannya
dengan Allah, sejauh itu pula melemah dirinya, kekuatannya, dan perjuangannya.[2]
Alam
yang diciptakan oleh Tuhan terdiri atas manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara
ketiganya itu yang paling mulia adalah manusia, karena manusia mempunyai akal
yang satu-satunya digunakan untuk berfikir dan manusia memiliki keimanan untuk
meyakinkan dirinya terhadap Tuhan. Dengan berfikir dan yakin, manusia dapat
mengurus kehidupan yang ada di dunia, yaitu alam.
Paham
deisme ini menggunakan alam sebagai bentuk ciptaan yang diciptakan oleh Tuhan.
Karena alam merupakan salah satu bentuk eksistensi Tuhan. Tuhan mempunyai sifat
yang abstrak, sehingga manusia tidak dapat melihat, tetapi manusia percaya
terhadap eksistensi-Nya dari alam.
Deisme
mulai muncul pada abad ke 17, yang dipelopori oleh Newton (1642-1727).
Menurutnya, Tuhan hanya pencipta alam dan jika ada kerusakan, alam tidak
membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya karena alam sudah memiliki mekanisme
sendiri untuk menjaga keseimbangan.[3]
Dengan
munculnya kemajuan suatu ilmu pengetahuan, maka para ilmuan semakin yakin akan
kebenaran dan keuniversalan hukum-hukum yang ada dalam ilmu pengetahuan yang
tidak berubah. Akhirnya, para ilmuan beranggapan bahwa Tuhan sangat diperlukan
untuk alam yang dapat berjalan dengan sendirinya semakin kecil. Semakin lama
paham ini timbul bahwa Tuhan hanya menciptakan alam dan alam akan berjalan
dengan sendirinya sesuai hukum-hukum yang ada dalam ilmu pengetahuan.
Para
penganut paham deisme ini sepakat bahwa Tuhan adalah Esa dan jauh dari alam, serta
Tuhan memiliki sifat yang maha sempurna. Dan mereka juga sepakat bahwa Tuhan
tidak melakukan intervensi pada alam lewat kekuatan yang supernatural. Karena
tidak semua penganut paham deisme ini setuju tentang keterlibatan Tuhan
terhadap alam dan keterlibatan Tuhan terhadap kehidupan sesudah mati.
Atas
dasar perbedaan kesepakatan tersebut, deisme dapat dibagi menjadi empat tipe,
yaitu:
1.
Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam. Tuhan menciptakan alam, tetapi
Tuhan tidak menghiraukan segala sesuatu yang telah terjadi atau segala sesuatu
yang akan terjadi setelah penciptaan.
2.
Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di alam, tetapi
tidak mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan bertindak
dalam melakukan suatu perbuatan yang baik maupun yang buruk, jujur dan
berbohong, dan lain sebagainya. Karena semua itu bukan urusan Tuhan.
3.
Tuhan yang mengatur alam dan sekaligus memperhatikan perbuatan moral manusia.
Bahwa sebenarnya, Tuhan ingin menegaskan kepada manusia untuk tunduk pada hukum
moral yang telah ditetapkan oleh Tuhan di dunia. Karena manusia tidak akan
hidup sesudah mati.
4. Tuhan yang mengatur alam dan berharap kepada
manusia supaya patuh terhadap hukum moral yang berasal dari alam. Hal ini
merupakan pandangan suatu bentuk amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Amerika dan Inggris banyak menganut pandangan tersebut.[4]
Thomas
Paine adalah salah seorang tokoh deisme yang militan. Tulisannya tentang
politik “Common Sense” dan “The Rights of Man” sangat dipengaruhi
oleh konsep deisme. Pemikiran Paine berpengaruh juga pada revolusi Prancis dan
Amerika. Latar belakang pemikiran deisme Paine adalah karena dia melihat para
pemimpin gereja sangat membelenggu umat. Karena itu, Paine menulis sebuah buku
“The Age of Reason”, yang intinya menolak wahyu ilahi dan mengagungkan
kemampuan akal.[5]
Paine
mengatakan bahwa dia percaya dengan Tuhan Esa, maha kuasa, maha mengetahui, dan
maha sempurna. Dan dia juga menegaskan bahwa Tuhan tidak terbatas oleh akal,
bahkan satu-satunya cara mengungkapkan Tuhan hanya dengan akal. Dia telah
menolak adanya ilmu pengetahuan yang berasal dari wahyu. Karena menurut dia,
katika wahyu dikaitkan dengan agama, maka ada pesan tersendiri dari Tuhan yang
akan disampaikan kepada manusia. Namun, pesan itu hanya diwahyukan kepada orang
tertentu saja, tidak kepada orang lain. Bahwa wahyu itu hanya diturunkan kepada
dirinya bukan kepada orang lain. Oleh sebab itu, orang lain tidak wajib untuk
mempercayai adanya wahyu. Pendapat Paine, yaitu bahwa wahyu Tuhan yang
sebenarnya adalah manusia yang sudah dilengkapi oleh akal.
Paine
juga menegaskan bahwa adanya wahyu itu mustahil, karena keterbatasan bahasa
manusia untuk menangkap makna yang terdapat pada kandungannya. Wahyu Tuhan
tidak berubah dan universal, sedangkan bahasa manusia tidak universal dan
berubah. Manusia tidak mempunyai sarana dalam berkomunikasi dengan sesuatu yang
tidak berubah. Paine menolak adanya wahyu yang terdapat pada setiap kelompok
dalam agama, baik secara tertulis maupun secara lisan. Karena dia beranggapan
bahwa semua kepercayaan itu hanya suatu penemuan manusia yang telah
dibuat-buat.
Paine
berkomentar bahwa semua sistem yang terdapat pada agama tidak ada yang
merendahkan derajat Tuhan dan tidak bermanfaat jika manusia menentang akal sebagai
perangkat untuk berfikir.
C. Proses Awal Mengenal Tuhan
Awal
Paine mengenal Tuhan dapat diketahui beberapa proses sebagai berikut:
1.
Evolusi
Pada konsep ini manusia mengenal dan
mulai mencari Tuhan melalui perkembangan secara evolusi. Kepercayaan yang
beredar dikalangan masyarakat berkembang berdasarkan perkembangan dimensi waktu dan
tempat. Pada tingkatan ini manusia mempercayai tentang sesuatu kekuatan
tertentu yang memegang seluruh kendali dalam kehidupan.[6]
Dalam mengenal Tuhan, manusia harus
mengetahui perkembangannya secara evolusi, yaitu:
·
Animisme
Kepercayaan ini berasal dari bahasa
latin anima yang berarti “roh”. Animisme adalah kepercayaan terhadap makhluk
halus atau roh nenek moyang yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat
primitif.
·
Dinamisme
Dinamisme berasal dari bahasa Yunani
dunamos yang berarti daya, kekuatan atau kekuasaan. Kepercayaan dinamisme
merupakan salah satu kepercayaan yang marak terjadi pada masa prasejarah. Kehidupan pada masa tersebut,
mencipkakan kepribadian yang selalu membutuhkan suatu kekuatan super diluar
tubuh manusia itu sendiri.
·
Politheisme
Bangsa di dunia yang menganut
kepercayaan potheisme adalah bangsa Yunani. Dalam kehidupan masyarakatnya
mereka mengenal kekutan luar biasa yang berada dalam wujud dewa. Bangsa Yunani meyakini banyak dewa.
·
Monotheisme
Monoteisme berasal dari kata Yunani,
monon yang berarti tunggal dan Theos yang berarti Tuhan. Monotheisme adalah
kepercayaan bahwa Tuhan itu tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu.
Kebanyakan kaum monoteis akan mengatakan bahwa monoteisme pasti berlawanan
dengan politeisme. Namun pada kenyataannya, pemeluk politeisme sering berlaku
selayaknya kaum moteisme. Ini disebabkan karena keyakinan akan tuhan yang banyak
itu tidak berarti bahwa mereka menyembah banyak tuhan.[7] Yang termasuk di dalam
motheisme adalah :
Ø
Theisme
Ø
Deisme
Ø
Panteisme
2.
Relevasi
Pencarian akan sosok Tuhan dilakukan
dengan cara melihat dan mempelajari wahyu-wahyu yang diturunkan. Misalnya dalam
islam, hal ini dipelajari melalui wahyu Allah yang diberikan melalui para Nabi
dan Rasul. Salah satu contohnya adalah Nabi
Adam as Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan Allah untuk menghuni
dunia. Diciptakan dari tanah, Adam menghuni surga dan dititahkan untuk
dihormati oleh para penghuni surga lainnya. Adam beristrikan seorang wanita
bernama Hawa. Secara historik, mereka berdua diusir dari surga karena berbohong
dan melanggar janji yang telah disepakati. Islam, Yahudi dan Kristen dapat
disebut sebagai agama Abrahamik karena ketiga agama tersebut meyakini
keberadaan nabi Adam walaupun antara ketiganya terdapat perbadaan kisah. Akan
tetapi terdapat kesamaan yaitu, semua agama mengimani bahwa Adam merupakan
nenek moyang seluruh umat manusia.
3.
Eksistensi
Eksistensi merupakan proses pencarian
Tuhan berdasarkan keberadaan Tuhan. Sebagian besar pola pikiran manusia adalah
meyakini sesuatu yang secara langsung dapat dirasakan melaliu indera. Hal ini
pula yang diterapkan beberapa kelompok manusia dalam proses pencarian Tuhan.
Yang termasuk keyakinan ini antara lain:
·
Theisme istilah yang mengacu kepada keyakinan akan Tuhan yang 'pribadi',
artinya satu tuhan dengan kepribadian yang khas, dan bukan sekadar suatu
kekuatan ilahi saja.
·
Deisme
adalah bentuk monoteisme yang meyakini bahwa Tuhan itu ada. Akan tetapi,
seorang deis (sebutan untuk pemeluk deisme) menolak gagasan bahwa tuhan ini
ikut campur di dalam dunia. Jadi, deisme menolak wahyu yang khusus termasuk
tidak meyakini peraturan-peraturan yang terdapat di dalam kitab suci.
·
Panteisme
Kaum ini berpendapat bahwa alam sendiri itulah Tuhan. Jadi keberadaan Tuhan
tidak terbatas bisa dimana saja.
·
Sekularisme
suatu kepercayaan bahwa ajaran tuhan ini hanya sebatas menyangkut hubungan
antar manusia dan Tuhan.
·
Pluralisme
Keyakinan pluralisme adalah keyakinan
yang mengimani adanya Tuhan bersama dengan semua agama yang ada. Dalam
keyakinan ini, agama mempunyai konsep yang sangat luas dan penerimaannya secara
universal kepada semua agama-agama yang berbeda.[8]
4.
Sekterian
Sekterian dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.
Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah sebuah teori yang
secar berturut-turut dikembangkan dan disempurnakan oleh David Hume, Jeremy
Bentham, James Mill dan John Stuart Mill. Dalam pemahaman ini, setiap manusia
diajarkan untuk meraih (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Kenikmatan
dinilai sebagai satu-satunya kebaikan yang nyata sedangkan penderitaan dinilai
sebgai kejahatan intrinsik. Keyakinan menurut paham ini bukan persoalan taat
atau tidaknya seseorang pada seseorang akan tetapi lebih mengarah pada seberapa
besar usaha seseorang untuk menciptakan kebahagiaan tanpa batas untuk orang
semua makhluk Tuhan.
b.
Hedonisme
Kata Hedonisme sendiri beasal dari kata
Yunani yang bermakna kesenangan. Epicurus, tokoh utama Hedonisme yang percaya
bahwa manusia seharusnya mencari berbagai kesenangan, kebahagiaan dan
kenikmatan pikiran ketimbang tubuh. Menurut Epicurus, orang bijak harus
menghindari berbagai kesenangan yang akhirnya akan berujung pada penderitaan. Sekali
lagi Hedonisme adalah pandangan hidup yang menjadikan kesenangan sebagi tujuan
utama dari kehidupan. Bagi penganut paham ini hidup hanya satu kali sehingga
barang siapa yang tidak memanfaatkannya maka dia termasuk orang yang merugi.
c.
Vitalisme
Dalam pandangan ini kebahagiaan yang
terletak pada kemenangan atau kekuatan yang menimbulkan kemenangan.[9]
D.
Analisa
Menurut
analisa kami, bahwa aliran deisme ini mempelajari tentang Tuhan. Tuhan merupakan
satu-satunya pencipta alam dan jika terjadi kerusakan di alam maka Tuhan tidak
ikut campur, karena alam sudah memiliki mekanisme tersendiri dalam mengatur
alam.
Berbicara tentang
konsep ketuhanan dan para tokohnya , yaitu aliran
deisme ini dipelopori oleh Newton dan pemikirannya dikembangkan oleh Thomas
Paine. Paine menganggap bahwa ia percaya dengan Tuhan Esa dan ia mengatakan
bahwa Tuhan tidak terbatas oleh akal, bahkan satu-satunya cara mengungkapkan
Tuhan hanya dengan akal.
Menurut Paine, dalam mengenal Tuhan,
manusia harus melalui proses terlebih dahulu. Proses ini diantaranya, yaitu
evolusi, relevasi, eksistensi, dan sekterian. Dari keempat proses ini, semuanya
mempunyai macam-macam cara pembagian tersendiri. Seperti yang sudah dijelaskan
di atas.